Ikatan Batin

1154 Words
Keysa     Sesampainya di kantin, gue sempat tertegun dengan kantin yang dimiliki sekolah ini. Kantinya begitu besar dan sangat bersih. Tapi gue mencoba menepis rasa kagum gue, agar gue tidak terlihat terlalu mengaguminya, bisa bisa orang melihat gue dengan pandangan rendah dan akhirnya dibuli lagi.     Tiba tiba Qila berlari dan meneriaki salah satu nama orang yang gue tidak tahu siapa. Nesa dan yang lainnya meminta gue untuk tidak mempedulikannya dan membawa gue untuk duduk dan memesan makanan. Gue melihat kearah Qila yang memarahi seorang pria.      Dan pria itu siswa yang gue temui di ruangan kepsek tadi pagi. Kalo dilihat lihat kenapa jadi beneran terasa sangat familiar ya?, Apa jangan jangan hanya persaan gue aja?. Saat gue melihat dia, gue merasa sangat akrab dan tenang. Deg... Perasaan apa ini?... "Lo kenapa Key?." Tanya Sekar yang melihat perubahan raut wajah gue. "Eh.. Ngak kenapa napa kok." Jawab gue gugup. "Lo yakin?." Tanya Dira. "Iya." jawan Gue, Dan tiba tiba Qila duduk di samping gue dengan keadaan kesal. "Kenapa?, Dava bikin ulah lagi?." Tanya Nesa tepat sasaran. "Tau gue. Benci gue, kesal gue sama dia.." Jawab Qila dengan kesalnya. Gue menatap cowok yang namanya Dava itu hanya tertawa melihat kearah Qila. Dilihat dari pandangannya dia terlihat menyukai Qila. Dan tiba tiba pandangan kami bertemu, sempat ada kontak mata antara gue dan dia sampai akhirnya gue mengalihkan pandangan darinyaa. ***** Dava     Gue masih menertawakan Qila yang masih cemberut di dekat teman temannya. Gue benar benar senang banget ngegoda dia, mungkin ini jadi hobi baru gue?. Merasa diperhatikan, gue melihat ke arah cewek yang berada di sebelah Qila. Tepat, dia ngeliatin gue.     Hingga terjadi kontak mata antara gue dan dia. Seketika jantung gue berdetak dan tiba tiba gue merasa sangat merindukan seseorang. Sampai sampai mau nangis rasanya. Tapi siapa?, dan apa apa'an persaan ini?.     Tak lama tiba tiba dia mengalihkan pandangannya. Dan gue masih tetap menatapnya dengan tatapan sendu. Ada rasa sedih bercampur rindu saat melihat dia. Apa jangan jangan anak itu ada sangkut pautnya dengan kesedihan mommy dan tangisan mommy setiap saat satu seminggu setelah ulang tahun gue?. Tapi dia siapa?. gue harus cari tau. "Lo kenapa si?." Tanya Vano heran dan mengikuti arah pandangan gue. "Siapa? Dia siapa?." Tanya nya terkesima. Seketika semua teman teman gue juga ikutan melihat kearahnya. "Gue juga ngak tau." Jawab gue. "Cantik." Ucap mereka berbarengan. "Va, ingat. Lo suka Qila." Tegas Alva. "Anjir, Kalau kalian suka ambil aja." Jawab gue kesal.  "Bagus." Ujar mereka berbarengan lagi.     Saat mereka sedang asik asiknya memperdebatkan si anak baru, ada sebuah pesan masuk dari Qila. Dengan semangat 45 langsung aja gue buka. Seketika gue langsung kesal dan menatapnya yang sedang tertawa mengejek pada gue. Aqila. "Arra tuh, udah move on belum?."  Seketika gue flashback dengan Qila yang mengomeli gue. -Flashback on-     Sewaktu pulang sekolah setelah Dava latihan basket, tiba tiba saja hujan deras turun membasahi kota Jakarta yang padat kendaraan ini. Saat akan menuju mobilnya Dava melihat Qila yang masih berdiri melihat kearah langit. Ia menghampirinya dan berdiri di sebelahnya. "Kenapa lo belum pulang?." Tanya Dava tiba tiba. "Supir gue belum jemput." Jawab Qila santai.     Dan Dava hanya mengangguk atas jawabanya. Terjadilah keheningan diantara mereka. Hanya ada suara hujan dan beberapa murid yang berlalu lalang. Hingga akhirnya Dava angkat bicara. "Dia akhirnya benar benar menyudahi hubungan gue dengannya." Ucap Dava tiba tiba. "Itu udah pilihan dia. Lo ikhlasin aja, mungkin dia bukan jodoh lo. Ada saatnya lo untuk berharap, dan ada saatnya untuk berhenti berharap. Ada saatnya lo memperjuangin dia dan ada juga saatnya untuk lo ikhlasin dia." Jawab Qila sambil mengulurkan tangannya merasakan tetes air hujan yang membasahi tangannya. "Iya gue tau." Jawab Dava sendu. "Lepaskan jika itu membebankan dan relakan jika itu menyakitkan. Gue emang gak tahu rasanya jadi lo. Tapi lo ngak boleh egois. Dia juga perlu bahagia, memang munafik jika lo bilang lo bahagia liat dia dengan orang lain. Tapi lo bisa apa?. itu pilihan dia." Ucap Qila dengan bijaknya. "Memang menerima kenyataan lebih mudah dikatakan dari pada dilakukan. Tapi gue harus move on." Ucap Dava. "Move on itu juga harus ada niat dari hati, bukan sekedar dari mulut doang. Karena yang akan tersakiti nantinya itu hati lo bukan mulut lo." Ujar Qila. "Lo bijak amat yak, belajar dari pengalaman?." Tanya Dava penasaran. "Ya bukan lah, Mantan pacar aja ngak punya. Dan jangan lo anggap remeh pengetahuan soal cinta cintaan begini dengan anak k-drama." Jawab Qila kesal.     Mendengar jawaban Qila membuat bibirnya terangkat menjadi sebuah lengkungan yang dinamakan dengan senyuman. Tiba tiba saja tangan Dava terangkat dan mengacak ngacak rambut Qila geram. "Lo apa apa'an sih?." Ucap Qila menepis tangan Dava yang membuat rambutnya berantakan. Sedangkan yang di tepis hanya tertawa melihat tingkah lucu Qila. -Flashback off- "Lucu." Gumam gue dan tersenyum senyum sendiri mengingat kejadian itu. "Lo kenapa lagi Va?." Tanya Vano tambah heran. "Hehehe.." Gua hanya tertawa sambil nyengir aja. "Aneh lo." Ujar Vano. ***** Keysa     Gue merasa agak risih saat melihat teman teman Dava melihat ke arah gue dengan tatapan menggoda. Gue hanya bisa pura pura tidak melihat dan mengalihkan pandangan gue dari mereka. Sadar dengan sifat aneh gue, Sekar akhirnya bertanya. "Lo kenapa Key?." Tanyanya. "Itu, gue agak risih." Jawab gue jujur sambil menunjuk kearah meja mereka. Seketika Sekar melirik mereka dengan tatapan sinisnya. "Udah ngak usah di peduliin, kacangin aja." Ujar Sekar. "I..Iya." Jawab gue.    Hari Pertama sekolah gue hari ini bisa dikatan sangat menyenangkan. Gue banyak bertemu orang orang baik di sekitar gue. Walaupun gue tidak tau kedepannya akan bagaimana.      Setelah bel berbunyi semuanya bersiap siap untuk pulang. Dan setelah mereka pulang, gue berjalan keluar gerbang untuk menunggu angkot. Selama menunggu angkot, gue merasa ada yang mengawasi gue. Dan saat angkot datang gue langsung naik dengan terburu buru.    Bahkan setelah turun dari angkot pun gue masih merasa ada yang mengikuti gue. Hingga akhirnya gue berlari dan sembunyi di balik sebuah rumah. Dan tak lama setelah itu gue mengecek situasi sekitar dan berlari menuju rumah dengan selamat.     Tapi sesampai dirumah sebenarnya gue bukan selamat sih. Lebih tepatnya keselamatan gue kembali terancam. Baru saja membuka sepatu, gue mendengar suara dari belakang gue. "Baru pulang ya kamu, mama udah nungguin dari tadi. Sana cuci piring, trus sapu rumah, jangan lupa masak untuk makan malam. Mama mau istirahat dulu." Ujarnya dengan langsung marah marah. "I..Iya ma." Jawab gue dengan takut takut. Ya dia Yati, Ibu angkat gue. Dan beginilah keseharian gue yang sangat menyiksa.     Gue langsung ganti baju dan melakukan perintahnya. Dan 4 tahun yang lalu beban gue di tambah dengan kehadiran anak kandungnya yang baru saja ia lahirkan yang sekarang sudah berumur 4 tahun. Ia memiliki anak laki laki yang sangat imut dan yang terpenting tidak jahat seperti ibunya.      Dia sangat baik dan ramah. Mungkin dia akan tumbuh menjadi seorang laki laki yang baik dan dapat memahami seorang wanita. Tapi gue kadang suka kesal juga liat dia. Dia yang membuat kekacauan gue yang di salahin. Tapi gue bisa apa?. Marah marah? Mukul dia?. Yakali, yang ada gue yang dibunuh ntar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD