Janu melemparkan jas dokternya ke sebelahnya, ia menjatuhkan tubuhnya dengan kepala yang menengadah ke atas dan mata terpejam. Hari ini pasien cukup banyak, selain pasien, beban pikirannya pun tak kalah banyak sehingga rasa lelah terasa menimpa fisik dan batinnya.
"Ada apa denganku hari ini, kenapa aku sampai semarah itu terhadapnya." Gumam Janu seraya memukul pelan kening nya dengan tangan yang terkepal.
Janu teringat pada tingkah nekat Erika yang berusaha mengingat meski Andi telah melarangnya, ada perasaan tersendiri ketika melihat gadis itu menangis sambil merintih, bahkan saat Erika tak sadarkan diri dalam pelukan nya.
"Janu hentikan, dia hanya mirip dengan mendiang istrimu bukan Riana!" bantah Janu beranjak dari duduknya.
Janu memijat pelipisnya, ia membuka dua kancing kemejanya lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum makan malam bersama putranya.
Sementara itu di kamar Zean, anak itu tengah duduk di ranjang seraya memegang foto mendiang ibunya yang dibingkai dengan indah, wajah cantik yang sangat dirindukannya.
"Mama, Mama dimana?" lirih Zean mengusap gambar ibunya pelan.
Zean meraih ponselnya, ia lalu membuka galeri yang menampilkan foto dirinya masih kecil lalu mensejajarkan nya dengan foto mendiang Riana, rupanya Zean hendak menyamai wajahnya dengan wajah sang ibu.
"Aku mirip dengan Mama, tapi aku juga mirip dengan Papa yang tampan." Celetuk Zean mengusap matanya kasar.
Zean lalu meletakkan foto Riana di meja nakas yang ada disana, bocah itu segera keluar dari kamar untuk mencari keberadaan sang Papa yang kemungkinan sudah pulang.
"Papa …" panggil Zean pelan seraya menuruni anak tangga.
Bi Nini yang merupakan pengasuh sekaligus pelayan di rumah Janu lantas menghampiri bocah itu.
"Den Zean, mau apa?" tanya Bi Nini lembut.
"Papa." Jawab Zean singkat dengan tatapan yang begitu polos.
Bi Nini mengusap bahu putra majikannya, ia tersenyum hangat. "Papa di atas, pasti sedang mandi dan sebentar lagi turun untuk makan malam." Jelas Bi Nini.
"Lebih baik Den Zean tunggu di meja makan, bagaimana?" tawar Bi Nini yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Zean.
Zean berjalan menuju meja makan, ia duduk tanpa dibantu oleh Bi Nini, meletakan kedua tangannya sebagai tumpuan untuk kepalanya.
Tak lama Janu datang, ia mengusap kepala Zean lalu menciumnya dengan cepat.
"Bagaimana hari ini putra Papa?" Tanya Janu menarik kursi untuknya duduk.
"Papa, besok Mama ulang tahun."
Bukannya menjawab, Zean justru mengingatkan hari spesial mendiang ibunya yang selalu ia rayakan beberapa tahun terakhir.
Janu terdiam, ia bukan tidak senang merayakan ulang tahun mendiang Riana, tetapi setiap kali merayakan maka kesedihan kembali terasa, ia kembali merasakan kerinduan terhadap sosok istrinya.
Tetapi demi putranya maka Janu akan merayakan nya. "Iya Sayang Papa tahu, besok kita beli kuenya ya Nak." Balas Janu tersenyum.
Zean ikut tersenyum, ia turun dari kursi lalu memeluk Janu. "Sayang Papa!" Ungkap Zean membuat Janu tersenyum bahagia.
Keesokan harinya Janu terpaksa lembur di rumah sakit karena ada kejadian kecelakaan yang menyebabkan banyak korban, beberapa kali ia melirik jam tangannya guna melihat waktu, ia tahu bahwa saat ini Zean sedang menunggunya untuk merayakan ulang tahun mendiang Riana.
"Nu, ada apa?" tanya Andi menepuk bahu Janu yang tampak melirik jam beberapa kali.
"Hari ini ulang tahun mendiang Riana, aku sudah janji pada Zean akan membelikan kue." Jawab Janu menghela nafas.
"Apa? pasti saat ini Zean sedang menunggumu, lebih baik sekarang kau telepon dan mengatakan bahwa sekarang kau akan pulang telat." Ujar Andi memberi saran.
Baru saja Janu ingin menelpon, tiba-tiba ia merasakan ada yang menarik jas dokter nya. Janu dan Andi sama-sama melihat ke bawah, mereka terkejut melihat Zean ada disana.
"Lhoo Nak?! kamu disini?" tanya Janu berlutut di hadapan Zean.
"Papa kenapa belum pulang?" tanya Zean pelan dengan gelagat polosnya.
"Maaf ya, Papa sedang banyak pekerjaan." Jawab Janu mengusap wajah tampan anaknya.
"Begini saja, bagaimana jika Zean merayakan nya dengan Bi Nini?" tawar Janu namun tak mendapatkan balasan dari Zean.
Anak itu menatap Janu dengan puppy eyes nya, Janu paham bahwa putranya tak setuju dengan tawarannya tadi.
"Ahh begini saja, bagaimana jika Om Andi belikan kue dan kalian merayakannya disini?" tanya Andi menawarkan.
Zean mendongak menatap Andi, ia menganggukkan kepalanya dengan senyum lebar yang terbit di wajah lucunya.
"Baiklah, Om akan belikan, Zean tunggu sama Papa ya!" tutur Andi lalu menatap Janu.
"Aku akan membelinya via online, tunggu." Bisik Andi lalu pergi.
Janu mengamit tangan putranya, ia mengajak Zean dan Bi Nini ke ruangannya untuk menunggu Andi membawakan kue nya.
"Kita tunggu disini ya," tutur Janu mendudukkan Zean di kursi kerjanya.
Janu lalu menatap Bi Nini. "Bi, boleh minta tolong beli minum? Bibi juga pasti haus kan." Pinta Janu.
"Baik Tuan, sebentar ya." Balas Bi Nini lalu pergi dari ruangan Janu.
Kini tinggal Janu dan Zean di ruangan itu, dengan penuh kasih sayang Janu mengusap kepala putranya.
"Zean sudah makan?" Tanya Janu.
Zean menatap sang Papa dengan takut, ia belum makan karena ingin makan kue bersama Janu.
"Belum." Jawab Zean menundukkan kepalanya.
"Baiklah, sambil menunggu Bi Nini beli minum dan Om Andi belikan kue, Papa akan bawakan kamu makan. Tunggu disini dan jangan kemanapun ya," tutur Janu yang dibalas anggukan kecil oleh Zean.
Janu meninggalkan putranya untuk membeli makanan cepat saji, meski tidak baik tetapi tak apa sesekali, kebetulan restoran cepat saji nya tidak terlalu jauh dari rumah sakit sehingga Janu bisa berjalan kaki saja.
Kembali lagi kepada Zean, bocah itu tidak mengikuti ucapan sang Papa, ia keluar dari ruangan Janu dan berkeliling. Tanpa tahu arah Zean terus berjalan ke koridor-koridor, sampai tak terasa kini Zean berada di depan ruang perawatan Erika.
Pintu ruangan Erika kebetulan terbuka karena seorang suster yang baru saja keluar, Zean melihat itu, ia melihat Erika yang duduk di bangsal.
"Mama…" lirih Zean menatap pintu yang telah tertutup.
Tanpa pikir panjang, bocah itu langsung masuk ke dalam ruang perawatan Erika membuat si penghuni terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba.
"Hei Nak, ada apa?" tanya Erika dengan lembut.
Zean tak menjawab, ia hanya diam dan melangkah mendekati bangsal Erika. Hal itu tentu membuat Erika kebingungan dan langsung turun mendekati Zean.
"Kau mencari seseorang?" tanya Erika lagi.
Zean tak menjawab, ia menatap Erika dengan dalam dan penuh kerinduan.
"Mama …" lirih Zean lalu memeluk dan menangis dalam pelukan Erika yang tampak terkejut.