Sesampainya di rumah Zean lebih banyak diam pada Janu, tak seperti biasanya yang selalu ingin bicara hanya dengannya. Janu tentu tahu alasan diam nya sang putra, itu karena Erika, gadis yang dianggap sebagai Mama oleh Zean.
"Zean, eumm … bagaimana jika malam ini Papa masakin kamu spaghetti carbonara?" Tawar Janu berusaha mendapat kembali keceriaan sang anak.
Zean tak menjawab, anak itu terus melangkah mendekati kamarnya.
"Zean." Panggil Janu lembut.
Zean masih diam, ketika tangannya menggapai gagang pintu, Janu mencegah dengan memegang pergelangan tangan putranya.
"Zean, Papa ingin bicara." Ucap Janu berlutut di hadapan putranya.
"Wanita yang Zean temui tadi di rumah sakit itu bukan Mama, dia namanya Tante Erika." Tambah Janu seraya mengusap kepala Zean.
"Dia Mama, wajahnya saja sama." Balas Zean seraya menunjuk foto Riana yang ada disana.
Janu ikut menoleh ke arah Zean menunjuk, ia menarik nafas lalu membuangnya pelan sebelum kembali menatap Zean dengan hangat.
"Pernah dengar bahwa di dunia ini kita memiliki kembar terpisah?" tanya Janu dijawab gelengan kepala oleh Zean.
"Menurut teori para ahli, di dunia ini kita memiliki kembaran tak sedarah, maksudnya adalah persamaan seperti wajah, kelakuan, sifat atau yang lainnya meski tak ada hubungan." Jelas Janu yang mana hanya dibalas hening oleh Zean.
"Aku harus membersihkan diri, selamat malam." Ucap Zean lalu masuk ke dalam kamarnya.
Janu menatap pintu kamar Zean dengan nanar, sepertinya sang anak belum dapat mengerti apa yang telah dijelaskan olehnya, ia juga cukup tahu bahwa Zean masih belum mengerti dengan apa yang dialami olehnya.
"Riana, mengapa kau tega meninggalkan ku seperti ini." Lirih Janu memegangi pelipisnya.
Makan malam tiba, Janu baru selesai membuat spaghetti carbonara kesukaan Zean tetapi anak itu tak kunjung turun dari kamarnya.
"Bi, Zean mana?" tanya Janu ketika Bi Nini baru saja turun.
"Maaf Tuan, Den Zean tidak mau membuka pintu kamarnya." Jawab Bi Nini menundukkan kepalanya.
Janu manggut-manggut, sepertinya harus dirinya sendiri yang membujuk Zean karena anak itu begini karena dirinya yang melarang bertemu dengan Erika.
Sesampainya di depan kamar Zean, Janu mengetuk pintunya tetapi tak ada sahutan dari dalam kamar, berkali-kali Janu mengulang ketukannya tetapi hasilnya nihil.
"Zean, ini Papa Sayang." Ucap Janu dari luar kamar seraya terus mengetuk pintu.
"Ze--" ucapan Janu terhenti ketika sebuah kertas keluar dari celah dibawah pintu.
Janu mengambil kertas tersebut, ia membuka dan membaca tiga kalimat yang ditulis dari Zean untuknya, meski tulisan anak itu sedikit tidak jelas.
"Aku mrhah degan Papa." Seperti itulah tulisannya, ada beberapa huruf yang tertukar letaknya, tetapi meski begitu Janu tetap bangga pada anaknya.
Janu mengetuk pintu kamar anaknya lagi. "Zean, Papa sudah buatkan spaghetti carbonara kesukaan kamu, dan Papa letakkan di luar ya. Kamu boleh marah dengan Papa, tapi ingat bahwa makanan tidak boleh dibuang." Ucap Janu namun masih tak mendapat balasan dari Zean.
Janu akhirnya menyerah, ia meminta Bi Nini meletakkan spaghetti buatannya di meja yang ada dekat kamar Zean, sementara Janu memilih untuk langsung ke kamar, selera makan nya telah hilang karena memikirkan Zean putranya.
Di dalam kamar, Zean mengusap foto mendiang Riana yang tersenyum manis dengan dress hamil berwana navy, bocah itu berkali-kali menyeka air matanya.
"Mama, Mama sudah kembali dan itu pasti karena aku kan." Celoteh Zean dengan lirih.
"Mama sudah kembali dari surga, sebentar lagi kita akan sama-sama lagi." Tambah Zean tersenyum lebar.
Sampai perlahan anak itu mulai memejamkan matanya dengan foto Riana dalam pelukannya, Zean tertidur tanpa makan lebih dulu.
Keesokan harinya Janu telah bersiap untuk berangkat bekerja, ia sudah rapi dengan pakaiannya dan siap berangkat, tetapi ia teringat pada Zean yang tengah merajuk padanya.
Janu keluar dari kamar untuk mendatangi kamar Zean, ia terkejut melihat makanan yang ia buat semalam masih utuh di depan meja kamar Zean, itu artinya semalam Zean tidur tanpa makan malam.
Janu panik, ia menggedor pintu kamar Zean dengan terburu-buru tetapi tak ada jawaban dari anak di dalamnya.
"Zean, buka pintunya!!!!" pinta Janu dengan keras.
Bahkan saking kerasnya suara Janu, para pelayan datang untuk melihat apa yang tengah di lakukan oleh majikan mereka.
"Zean!!!!" Pinta Janu lagi tetapi tak mendapat jawaban.
Janu tak punya pilihan lain, ia akhirnya mendobrak pintu kamar Zean hingga terbuka dan rusak, Janu langsung mendekati Zean yang masih berbaring dengan tangan memeluk foto Riana.
"Zean sayang….." panggil Janu pelan lalu duduk di sebelah Zean.
"Zean, kenapa belum--" lagi-lagi ucapan Janu terhenti ketika tangannya menyentuh kening Zean.
Zean demam.
"Zean, Nak. Ayo buka mata kamu Zean, Zean!!!" Seru Janu seraya menepuk pipi Zean pelan.
"Mama…" bisik Zean sangat pelan bahkan hanya Janu yang dapat mendengar nya.
Janu segera menggendong Zean untuk membawa anak itu ke rumah sakit, hari ini ia menggunakan sopir untuk mengantarnya.
"Zean, ya ampun, buka mata kamu Nak!" pinta Janu dengan mata berkaca-kaca.
Janu mengusap kening hangat dan berkeringat putranya, sebegitu inginkah Zean bertemu dengan sosok ibunya yang dianggap datang untuk menemui nya di rumah sakit, sosok gadis yang ditolong olehnya.
Sesampainya di rumah sakit, Janu langsung membawa Zean ke dalam ruangannya untuk di periksa, ia menyuntik cairan infus untuk putranya yang kekurangan cairan.
"Zean, jangan begini Nak, Papa tidak akan kuat melihat nya." Bisik Janu lalu mencium kening putranya dalam.
Tak beberapa lama Andi datang ke ruangannya setelah mendengar kabar Zean masuk ke rumah sakit.
"Bagaimana Nu?" Tanya Andi ikut memegang tangan Zean yang terasa panas.
"Dia kekurangan cairan, semalam dia tidak makan karena marah padaku." Jawab Janu pelan.
"Apa?!! bagaimana bisa?" tanya Andi terkejut.
"Dia menginginkan ibunya, yang tak lain adalah Erika." Jawab Janu lalu duduk seraya memijat pelipisnya yang terasa pusing.
"Kau gila Janu!" desis Andi membuat Janu menatapnya bingung.
"Apa maksudmu?" tanya Janu.
"Kau tahu betul bahwa Zean tak bisa jika telat makan sedikit saja, dan soal Erika, biarkan saja dia bertemu dengan Zean." Jawab Andi menjelaskan.
"Aku tidak mau membuat Zean semakin berharap bahwa ibunya masih hidup, karena nyatanya Erika bukanlah ibunya!" balas Janu sedikit tinggi.
"Dia masih kecil Nu, dia butuh sosok ibunya." Tutur Andi penuh pengertian.
"Tidak mungkin jika Erika tak memiliki sifat seperti Riana yang mana membuat Zean ingin padanya." Tambah Andi membuat Janu kebingungan.
"Maksudmu bukan hanya wajah, tapi sifat Erika mirip dengan Riana?" tanya Janu diangguki oleh Andi.
"Sejak awal aku melihatnya, entah mengapa aku merasa bahwa dia datang untuk mengisi kekosongan dalam dirimu dan juga Zean, Nu." Tukas Andi mendapat tatapan bingung dari Janu.
"Kau bercanda!" Timpal Janu terkekeh.
"Pikirkan lah, sudah bertahun-tahun kalian merindukan kasih sayang sosok istri dan ibu, dan tanpa disengaja kau menolong gadis yang kau sebut sebagai Erika itu tanpa alasan." Jelas Andi berusaha membuat Janu mengerti.
"Ini semua hanya kebetulan, jangan membandingkan nya dengan kejadian apapun Ndi, aku mohon!" Ujar Janu membuat Andi tak dapat berkata-kata jika Janu sudah mengelak seperti ini.