Angin Malam The Selene

1764 Words
Setelah selesai menyantap hidanganan Vale dan harrington menuju mercusuar Angin musim semi menyapu dinding batu bergaya Victorian Gothic Revival pada menara pengintai di puncak mansion keluarga Vale. Menara itu menjulang melampaui kabut lembah, jendelanya tinggi dengan rangka besi berkarat, dihiasi kaca patri bermotif heraldik keluarga Vale. Dari sana tampak seluruh wilayah kekuasaan Lord Julian Roderick Vale hutan pinus yang gelap, ladang gandum luas, dan dermaga batu tua Pelabuhan Laroque yang kecil di kejauhan, memberinya pandangan sebagai pemilik wilayah. Di dalam ruang menara, seikat cahaya jingga senja terpantul pada marmer lantai, sementara asap rokok seperti serat halus beriringan membentuk tirai tipis di atas meja kayu walnut tua. Lonceng kecil bergetar saat pintu kayu oak berderit. Masuklah Lord Edmund Charles Harrington, sahabat lama keluarga Vale, pria dengan postur tegap 185 cm, bahu lebar, dan otot ringan yang menunjukkan disiplin berkuda serta berburu. Rambut hitam legam mulai memutih di pelipis, disisir ke belakang tanpa cela. Mata biru tua menilai ruangan seketika, dalam dan dingin seperti laut utara Whitby tempat ia berasal. Wajahnya seperti pahatan sempurna dengan aura yang terbiasa mengatur pelabuhan, diplomasi serta penerus tungal keluarganya bangsawan harrington. Meski begitu, ia tidak sombong. Sebagai pemilik wilayah kekuasaan perdagangan dan pelabuhan tua di Yorkshire, ia sudah terbiasa dengan intrik batas laut Prancis dan mudah mencium bau masalah dari jauh. Begitu melihat meja, jarinya mengetuk perlahan pada permukaan kayu, kebiasaan ketika pikirannya merangkai komentar tajam yang ingin ia tahan. Lord Vale berada di dekat jendela, memegang gelas wine Bordeaux. Siluetnya ramping dan atletis, lilin memantulkan cahaya hangat pada wajah tajamnya. Harrington menarik kursi, duduk setengah menyamping, merogoh rokok tipis. “Aku mendengar kabar dari utara. The Selene berangkat malam ini, bukan?” Vale memutar wine dalam gelas tanpa menjawab langsung. “Waktu semakin menekan. Senjata dan bahan pangan harus tiba di Ardennes sebelum salju turun.” Harrington menghembuskan asap perlahan, menatap lurus. “Julian, keluargaku sudah mengawasi pelabuhan selama tiga generasi. Aku tahu bau penyelundupan dari jarak bermil-mil.” Tatapan Vale melirik ke bawah, ke dermaga gelap di mana buruh bayaran yang sudah disuap memuat peti peti bertanda Medical Supplies, Northern Aid. Harrington mengetuk jari telunjuknya lagi. Tok...Tok...Tok... “Kau menyamarkan senjata sebagai bantuan medis? Kerajaan akan menuduhmu sebagai penghianat.” Vale akhirnya menatap balik, sinis lembut. “Jika raja memerintah dengan keadilan, rakyat tidak akan mencari senjata.” Harrington tersenyum tipis. “Kau bangsawan, Julian. Kita memegang gelar, tanah, dan reputasi. Kerajaan mengharapkan kesetiaan kita.” Vale mencibir kecil. “Kesetiaan buta bukan kehormatan, Charles .” Harrington berdiri, berjalan pelan menuju kaca patri, pundaknya lebih besar daripada Vale. Dengan tinggi lebih banyak dua inci, ia tampak seperti bayangan yang mengawasi sahabat kecilnya yang keras kepala. “Aku pernah bertugas dalam korps diplomatik pascaperang,” ucap Harrington pelan. “Negosiasi bisa menghentikan perang tanpa menumpahkan darah.” Vale menggeleng. “Diplomasi gagal di utara. Mereka dipaksa menunduk.” Harrington menghela napas panjang. “Pulau Whitbys Edge adalah wilayah kekuasaan keluargaku. Kau menyentuh lingkungan rumahku dengan transaksi gelap, Julian. Senjata dipindahkan ke perahu kecil, menemui pemberontak? Dengan kata sandi puitis segala… Untuk kebebasan yang lahir di bawah langit abu abu?” Vale tersenyum tipis. “Aku tidak menyangka dirimu peduli pada estetika sandi rahasia.” Harrington menahan bibirnya yang ingin mengumpat, ia mengambil nafas panjang dan menghembuskanya perlahan “Ini bukan lelucon. Kau menyeret namaku tanpa izin. Jika kerajaan melacak jejak itu, Whitby akan berakhir dengan guillotine.” Ia menatap Vale tajam, tatapan biru menusuk. “Dan keluargaku menjaga wilayah kekuasaan dari generasi demi generasi. Aku takkan biarkan rakyatku itu terbunuh karena idealisme romantismu.” Keheningan menggantung. Hanya perapian yang berderak. Vale meletakkan gelas. “Aku bersahabat denganmu sejak kita di Cambridge. Sejak kita berdiskusi tentang keadilan di ruang baca. Tapi kau salah soal ini. Aku melakukan ini untuk rakyat.” Harrington mencondongkan tubuh, berbisik, “Dan aku juga melindungi rakyatku dari perang saudara.” Gestur tegang muncul. Tangan Harrington mengetuk meja lebih keras. Tok...Tok...Tok...Vale menyadari gelagat itu. “Kerajaan sudah mengirim kapal patroli ke jalur Laut Utara,” kata Harrington. “Saat kabut menebal, kapal kecil mudah terperangkap di arus kuat. Menghindari mercusuar resmi? Gila.” Vale menjawab lirih. “Kabut adalah pelindung.” Harrington mengepalkan tangan hingga telapaknya meningalkan jejak kuku . “Atau kuburan.” Ia menyulut rokok kedua, pertanda gelisah, sesuatu yang jarang ia tunjukkan. “Julian…” suara Harrington melembut. “Kau belum menikah. Tak punya pewaris. Jika kau jatuh, titelmu akan disita. Wilayah ini akan direbut. Apa kau ingin tanah ini jatuh ke tangan bangsawan rakus di selatan, Bagaimana nasib rakyat di wilayah kekuasaanmu ?” Vale memalingkan wajah, merenung sejenak. “Jika aku tidak melakukan ini, wilayah lain akan jatuh karena kelaparan.” Harrington memijit pelipis dengan nada frustrasi. “Henri Delacroix di Calais… kau mengaitkan jaringan bawah tanah dengan bangsawan Eropa? Jika terungkap, ini bukan sekadar penghianat di dalam kerajaan. Tapi akan menyeretmu ke masalah diplomatik internasional.” Vale tetap keras kepala. “Henri dapat dipercaya.” Harrington menatap gelas wine nya yang belum tersentuh. “Pernahkah kau bertanya pada dirimu… mengapa informasi keberangkatan The Selene bocor berkali- kali?” Vale terdiam. Wajahnya menggelap. “Pengkhianat,” katanya pendek. “Kau dikelilingi orang yang bergantung pada uangmu,” kata Harrington. “Kesetiaan mereka bisa dibeli. Kata-kata mereka bisa dijual. Kau bermain politik bawah tanah, Julian. Dan kau tak sadar seberapa dalam dan kotor dunia politik.” Vale menatap keluar jendela. “Aku siap dengan semua resiko .” Harrington menertawakan pendek, dingin. “Kau? Si akademis idealis dari Cambridge?” Vale menyipitkan mata. “Dan kau si aristokrat pelabuhan, menyamar jadi pelindung moral?” Ketegangan terasa seperti pisau. Harrington mematikan rokok, suaranya menurun. “Aku tidak akan melaporkanmu. Tapi aku… tidak bisa mendukungmu.” Vale menenggak sisa wine, pedasnya menggigit lidah. Aroma jamur tanah dan oak menusuk tenggorokan. “Aku tidak memintamu mendukung. Hanya inilah aku Charles.” Harrington berjalan ke pintu, berhenti sebentar. Bahunya turun, beban yang hanya teman sejati tahu. “Aku akan berada di Whitby beberapa minggu. Jika kau mengubah pikiran, kirim kabar. Sebelum semuanya terlambat.” Pintu menutup dengan dentuman. Tinggallah Vale di menara, pandangan menembus kabut. Di bawah sana, lentera bergerak seperti kunang kunang menandai peti peti terakhir dimuat. The Selene bergerak perlahan, membawa lebih dari sekadar senjata. Kabut laut utara menggantung tipis di atas geladak The Selene menggulung seperti selimut kelabu yang menelan garis horizon. Lampu lampu lentera digantung rendah dibungkus kain hitam agar cahayanya teredam. Hanya kilap kuning samar memantul di tubuh kapal baja yang menjulang pelan namun mantap membelah gelombang tengah malam. The Selene bukan kapal kecil nelayan. Ia adalah raksasa kesepian yang berjalan tenang kapal pengangkut logistik milik perusahaan pelayaran Vale Maritime Company tercatat resmi di dokumen kerajaan sebagai pengirim bahan pangan dan kebutuhan medis untuk wilayah utara. Panjangnya hampir sama dengan dua kapal dagang biasa disatukan lambung baja hitam dan deretan crane kecil untuk bongkar muat menjadi siluet seperti tulang punggung hewan purba. Di ruang mesin deru turbin diesel menderu dengan ritme stabil menggetarkan pipa- pipa tembaga. Para mekanik bekerja dalam bisikan topi pelaut. Mereka sudah diperingatkan tidak boleh ada kebisingan yang tidak perlu. Di geladak utama Kapten Rowley pria dengan mantel panjang wol tua mata tajam seperti burung laut mengintai dari balik teropong. Napasnya membeku menjadi uap tipis. “Arus makin liar” gumamnya dagunya mengarah pada bayangan gelap di kejauhan. “Kita sudah melewati jalur pedagang. Seharusnya aman.” Namun ia berkata lebih keras agar awak mendengarnya. “Jaga kecepatan Mesin tetap di tenaga dua per empat. Jangan menyalakan lampu navigasi kecuali darurat” Anak buah mengangguk patuh. Punggung mereka tegang. Hembusan angin mengibarkan bendera hitam kecil di buritan tanda penyamaran bahwa mereka tidak membawa muatan penting. Di antara peti peti kayu raksasa bertuliskan Medical Supplies Northern Aid beberapa anak buah yang direkrut Vale diam diam memeriksa penguncian laci senjata. Pelatuk dingin menyentuh sarung tangan. Mereka menunggu setenang badai sebelum pecah. Di pos pengintaian paling atas seorang awak mengusap kacamata bundarnya ngeri ketika garis kabut meretak oleh cahaya garang. “K Kapten…” suaranya pecah. “Cahaya mendekat Dari barat laut” Kapten Rowley mengangkat teropong. Bibirnya mengeras. “Tidak mungkin… malam sepekat ini… hanya kapal kerajaan yang berani memakai lampu penuh” Dua… tiga… Tidak empat buritan cahaya muncul membelah gelapnya lautan seperti mata predator yang menyalakan kilatan biru putih. Kapal Patroli Kerajaan Mereka datang dalam formasi mengerikan. Di depan HMS Halberd kapal patroli berhaluan tajam dua meriam ringan di sisi menara intai tinggi menyerupai tombak baja. Cat abu biru berekor kilatan cahaya. Di kiri dan kanan HMS Viper dan HMS Saintbury kapal yang lebih kecil namun lincah bertugas mengepung mangsa. Di belakang menerobos kabut dengan sorotan lampu yang lebih kuat dari semuanya HMS Resolute kapal komando yang ditakuti pelaut utara. Lampu sorot menembak tubuh The Selene. Cahaya menusuk ke wajah para awak seperti hukuman surgawi. Suara pengeras dari Halberd menggema di udara lembap “Kapal di depan Kalian berada di jalur pemeriksaan kerajaan Kursi turun ke tiga simpul Hentikan mesin Ini perintah resmi Korps Angkatan Laut Britania” Ketegangan Naik Para pelaut di atas The Selene saling berpandangan. Beberapa menelan ludah keras. Kapten Rowley mengepalkan tangan mengangkat tinggi “Kita bukan penjahat” desisnya. “Tapi mereka sudah mencium sesuatu…” Ia mengangkat tabung suara ke bibir. “Di sini The Selene kapal logistik terdaftar Muatan bahan medis dan pangan untuk Northern Aid Dokumen licence to pass beyond the seas lengkap” Jawaban tidak datang. Hanya suara angin yang menyayat layar dan hawa dingin semakin menusuk tulang Tak lama terdengar suara yang cukup keras dan lantang “The Selene menyalakan lampu geladak. Kru bersiap pemeriksaan. Meriam kami akan mengincar bila ada perlawanan” Tak ada pilihan. Cahaya kuning menyala dari lampu geladak perlahan. Tubuh kapal tampak jelas. Peti kayu. Jaring jaring kargo. Crane bongkar muat. Di kapal kerajaan para marinir muncul di dek berlapis mantel biru gelap helm besi memantulkan cahaya. Sabre menggantung di pinggang. Pistol Webley tergenggam kaku. Satu komandan maju ke garis haluan Halberd seragamnya lengkap bahu dihiasi epaulette emas emblem singa perak kerajaan bersinar di d**a. Sorot matanya tajam dan mengamati setiap gerakan. Kapten Rowley berbisik pada awak kedua “Jika mereka naik maka peti di bawah terancam. Seharusnya kita sudah melewati titik aman…” “Kapten” jawab awak itu dengan suara patah “kerajaan tidak pernah datang sebanyak ini hanya untuk memeriksa dokumen” Sebuah meriam ringan dari Halberd berputar moncongnya menatap ke d**a The Selene. Pengeras suara menggelegar “Ini pemeriksaan khusus. Kami mendapat laporan mengenai penyelundupan bahan terlarang Turunkan tangga tali. Kami akan naik” Kapten Rowley menutup mata sedetik. Ia tahu sesuatu ada kebocoran dari dalam lingkaran Vale. .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD