Jinyoung masih terjebak diruang kantor atasannya, masih berusaha memberikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepadanya dan juga mencari cara agar ia bisa lebih cepat keluar dari ruangan itu.
Jaebum dengan posisi yang sama masih menatap intens Jinyoung menunggu jawaban darinya.
“Aku akan bekerja lembur selama 1 minggu!”
Jinyoung menjawab dengan pasti setelah menimbang-nimbang beberapa pilihan dikepalanya, dan pilihan ini terdengar lebih baik daripada jika ia menawarkan diri untuk membersihkan seluruh toilet kantor selama 1 minggu.
“Tawaran ditolak.”
Senyuman tipis dibibir Jinyoung luntur ketika mendengar jawaban Jaebum. “Berikan aku tawaran lainnya, dan ini merupakan kesempatan yang terakhir.” Jaebum kembali membaca dokumen dimeja sebelum membubuhkan tanda tangan kuasanya.
Jinyoung merasa gerah ia melirik pendingin ruangan yang berada disudut ruangan dan memastikan bahwa benda itu menyala karena ia merasa sangat kepanasan. Jinyoung hendak membuka mulut tetapi kembali menutupnya ketika berpikir ingin meminta izin untuk berpikir seharian ini dan akan kembali setelah makan siang nanti dengan jawaban lainnya, tapi ia tidak ingin membuang-buang waktu.
“Aku akan melaporkan setiap pekerjaan yang aku lakukan?” Tanpa sadar kalimat itu keluar dari mulut Jinyoung yang sudah putus asa dengan pikirannya.
Jaebum kembali berhenti sesaat dari kegiatannya. “Laporkan mulai dari hari ini dan kau bisa keluar sekarang.”
Jinyoung yang sudah terlanjur dengan kenyataan dari kebodohan mulutnya, membungkuk dan bergegas kearah pintu dan keluar dari ruangan CEOnya. Taekwoon menoleh kearah Jinyoung yang terlihat panik. “Aku permisi.” Jinyoung dan Taekwoon menunduk hormat bersamaan.
Jinyoung mempercepat langkahnya dan ingin segera menuju mejanya untuk mengistirahatkan tubuhnya, terutama otaknya yang terasa lebih lelah daripada badannya yang berolahraga pagi ini.
Nayeon terkejut mendengar suara dentuman dimeja sebelahnya, ia mengintip dari skat dan melihat Jinyoung yang menumpukan kepalanya diatas meja. “Itu pasti sangat sakit.” Gumam Nayeon yang mendengar suara dentuman kepala Jinyoung.
Walaupun khawatir Nayeon berusaha untuk menahan rasa ingin tahunya karena Jinyoung pasti membutuhkan waktu untuk sendiri.
Tanpa sadar Jinyoung tertidur selama dua jam hingga Nayeon membangunkannya untuk tidak melewatkan jam makan siang. Nayeon berbaik hati mengambil alih perkejaan Jinyoung pagi itu dan membiarkan sahabat kantornya untuk beristirahat sebentar, Changmin yang pergi untuk kunjungan bisnis setelah rapat usai membuatnya bersyukur karena tidak ada yang akan menganggu Jinyoung selama sisa hari ini.
Jam makan siang berlaku selama dua jam, Jinyoung dan Nayeon seperti biasa berpisah dengan teman-teman satu team mereka. Mereka berdua lebih senang untuk makan dikantin perusahaan sedangkan banyak dari karyawan kantor ini memilih untuk makan diluar karena bosan dengan menu yang ada dikantin.
Jinyoung dan Nayeon segera duduk dimeja makan tanpa memesan terlebih dahulu, karena terlalu sering berada dikantin membuat mereka akrab dengan bibi penjaga kantin.
“Ini menu kalian!” Seorang wanita paruh baya segara menghampiri Jinyoung dan Nayeon yang baru saja duduk, wanita itu meninggalkan area kasir yang mulai dipadati antrian para karyawan.
“Terima kasih Ahjumma!” Nayeon menjawab dengan ceria, sedangkan Jinyoung bergumam.
Bibi penjaga kantin melihat Jinyoung dengan pandangan memaklumi. “Bersemangatlah!” Ia tersenyum menepuk pundak Jinyoung dan bergegas kembali melakukan pekerjaannya.
“Jadi bisa kau mulai cerita sekarang?” Nayeon tanpa menunggu untuk suapan pertamanya lebih memilih untuk memuaskan rasa penasarannya terlebih dahulu.
Sekarang diatas meja makan meraka sudah ada menu makan siang yang terdiri dari Nasi, Kimchi, Udon Seafood dan lengkap dengan Sup Bening seperti makanan kantin saat mereka sekolah dulu, dua botol air mineral dan dua buah kotak kecil s**u rasa cokelat dan strawberry menemani menu utama.
Jinyoung menceritakan secara detail kejadian hari ini dari ia mulai bangun pagi yang membuatnya mendapatkan pukulan dikening karena menurut Nayeon itu tidak penting. Sampai akhirnya Jinyoung bercerita sesudah ia keluar dari ruangan Jaebum pagi ini untuk meminta maaf padanya.
Naeyon lahap menikmati makan siangnya dan menjadi pendengar yang baik tanpa memotong sedikitpun cerita Jinyoung dan fokus melihatnya bercerita, seketika ia terkejut karena menyadari Jinyoung yang sudah menghabiskan makanannya selagi bercerita. Nayeon yakin sedari tadi Jinyoung belum mengambil suapan apapun.
Jinyoung menutup ceritanya dengan meneguk seluruh isi botol airnya rakus, seakan-akan ia baru saja menceritakan seluruh perjalanan hidupnya.
“Hm, aku tidak bisa berkomentar ataupun berpendapat karena sudah keputusanmu dan perintah yang ‘diatas’” Nayeon tidak bisa memberikan banyak reaksi dari cerita Jinyoung karena semua sudah terjadi.
Jinyoung hanya menghela nafas dan mulai menerima keadaan, ia mengecek jam tangannya dan melihat waktu makan siang hanya tersisa lagi satu jam. “Kalau begitu aku pergi sekarang.”
Nayeon mengangguk melihat Jinyoung yang pergi meninggalkannya dikantin seperti biasa untuk menjalankan ritualnya. Sudah menjadi kebiasaan untuk Jinyoung pergi bersama Nayeon kekantin dan meninggalkan temannya itu setelah satu jam untuk menajalankan ritualnya selama sisa satu jam istirahat. Nayeon menjuluki ritual Jinyoung dengan sebutan “Ritual mistis satu jam karyawan stress”.
Dan setelah Jinyoung pergi meninggalkannya, Nayeon akan berpindah menuju meja disudut kantin dan berkumpul dengan teman-teman wanitanya untuk mendengarkan gosip yang sedang panas belakangan ini.
Jinyoung berada didalam lift dan menekan tombol lantai paling atas yaitu lantai 10 yang merupakan tempatnnya untuk mendapat ketenangan dan rasa damai.
Bagi Jinyoung rasanya seperti lebih dari satu abad untuk menunggu lift ini bergerak dari lantai satu menuju lantai puncak. Pintu lift terbuka menunjukkan lorong yang berisi ruangan gelap berupa aula yang biasa digunakan untuk pertemuan umum atau mega meeting. Jinyoung berjalan melewati ruangan itu menuju ujung lorong dan berbelok kekanan sedikit untuk menemukan tangga besi yang terdapat pintu diujungnya.
Jinyoung menapaki tangga itu, perlahan mendorong pintu besi yang cukup berat dari pintu pada umumnya. Pintu itu terbuka dan membawa Jinyoung pada puncak gedung yang tidak terdapat apapun melainkan hanya sebuah halaman atap kosong yang memiliki beberapa taman-taman bunga kecil disudutnya. Sangat jarang bagi karyawan diperusahaan untuk menghabiskan waktu disini karena tempatnya yang berada dipuncak gedung dan harus melewati ruangan gelap yang sedikit menyeramkan untuk orang penakut.
Jinyoung bersender disisi atap dengan tembok pembatas yang lebar, ia menaruh dua kotak s**u ditangannya dan mulai meminum salah satunya yang memiliki rasa cokelat. Jinyoung sedikit mejinjitkan kakinya untuk melihat jalanan yang ada dibawah, ia melihat kemacetan yang ada didepan kantornya karena merupakan jalan utama.
Jantungnya berdegup kencang, terkejut karena merasakan ada dorongan pada tubuhnya yang sedang menatap kebawah. Dorongan itu berasal dari badan yang berada dibelakangnya, badan itu sangat rapat dengan tubuh Jinyoung dan sudah terdapat dua tangan yang memeluknya erat, sebuah back hug.
“Aku sering memperingatkanmu untuk tidak melihat kebawah, angin diatas sini cukup kencang dan dapat membuat badan kurusmu ini terdorong.” Jinyoung merasakan nafas hangat di tengkuk lehernya dan mencium aroma mint yang berasal dari mulut orang itu.
Jinyoung mendengus mendengar ejekan kurus yang ditujukan kepadanya, Jinyoung memberikan satu kotak s**u rasa strawberry pada orang yang baru saja mengejutkannya. Orang itu segera meminum s**u favoritnya dan menarik lengan Jinyoung untuk menjauh dari sisi atap.
Mereka duduk besebelahan diatas kursi panjang yang berada disebelah pintu menuju atap yang mereka lalui tadi, duduk dibawah atap kecil yang memberikan mereka keteduhan dan menutupi cahaya matahari.
“Ada hal menarik yang terjadi hari ini?”
Jinyoung mendengar pertanyaan yang membuatnya memutar mata malas untuk menjawab, pandangan mereka lurus kedepan melihat sisi atap tempat mereka berdiri tadi.
“Tidak ada…” Jinyoung mendengus. “Seperti biasa aku pagi ini terlambat karena harus terbangun semalaman! Karena ulah pacar brengsekku hingga aku lupa untuk mengerjakan tugas rumah, dan mendapat bentakan dari atasan lalu harus menahan rasa malu selama sisa hari ini atau mungkin selama sisa hidupku!” Jinyoung berkata dengan senyuman paksa yang anehnya tetap terlihat manis.
Sebuah tangan menyisir poni Jinyoung yang menutupi keningnya karena tiupan angin, “Lalu setelah itu?”
Jinyoung berdehem. “Aku harus menjamin kepuasan dengan menuruti perintah atasan tertinggiku! Yang sayangnya ia sama menyebalkannya seperti pacarku, inginku untuk membunuh mereka berdua!” Jinyoung menghela nafas, orang disebelahnya hanya tertawa kecil mendengar keluhan Jinyoung.
Jinyoung merasakan sebuah benda kenyal menyentuh pipinya, sebuah ciuman manis yang sangat lembut.
“Apa?” Jinyoung menoleh.
“Sayangnya mereka orang yang sama.” Jawab pria disebelahnya.
Jinyoung merengut, lalu mendapat cubitan lembut dipipinya yang dicium tadi. “Cute.” Sebuah pujian untuk Jinyoung.
“Aku lelah.” Jinyoung seketika merasakan tubuhnya yang letih dan ingin beristirahat.
“Baiklah.” Jaebum segera mengambil posisinya untuk berbaing diatas kursi panjang itu dan Jinyoung akan berada diatasnya untuk tidur dan menjadikan Jaebum sebagai kasur hidupnya.
Jaebum tidur berbaring dan Jinyoung tidur tengkurap diatasnya, kedua tangan Jaebum memeluk tubuh Jinyoung. Sedangkan kedua tangan Jinyoung berada diatas d**a Jaebum dan ia jadikan tumpuan untuk dagunya.
“Terasa sangat nyaman.” Ucap Jaebum yang perlahan menutup matanya.
“Jaebum…”
“Hmm…”
“Aku ingin bertanya.”
“Silahkan.”
“Apa alasanmu untuk menolakku?”