Chapter 1

673 Words
Aroma khas obat-obatan memenuhi indera penciumanku. Pergerakan di atas punggung tanganku menuntut agar aku segera membuka mata. Nyeri. “Anda sudah bangun, Bu Davika?” sapa seorang wanita berseragam merah muda. Ia sibuk mengotak-atik benda yang menggantung di atas kepalaku. “Aw...,” “Berbaring saja, Bu. Anda masih dalam perawatan,” ujarnya menahan tubuhku agar rebah kembali. “Saya di rumah sakit?” tanyaku retorik. Jelas ini adalah rumah sakit, tapi mengapa aku bisa berada di sini. “Iya, Bu Davika. Saya tinggal dulu ya. Istirahatlah. Sebentar lagi suami Anda akan diantar ke sini,” ucapnya undur diri. “Tunggu, Sus.” “Iya, Bu. Ada apa?” “Maaf, Sus. Tapi nama saya Zaffina, bukan Davika, dan saya belum bersuami. Mungkin Anda salah mendata pasien,” koreksiku. Ada apa dengan perawat ini? Apakah dia salah mendata nama pasien? Kening suster paruh baya itu tampak mengerut sebelum ia menjawab pertanyaanku. “Nama Anda 'Davika', 'kan? Davika Fakhranazia?” Aku menggeleng cepat. “Maaf sebentar saya cek ulang ya, Bu.” Kulihat keningnya mengerut untuk kedua kalinya sebelum ia tergesa-gesa meninggalkan ruangan. Aku kembali rebahan, menahan rasa sakit di pelipis seraya mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padaku hingga aku terdampar di sini. Namun semakin mencoba mengingat, sakit di kepalaku hanya semakin bertambah. Aku hanya mampu mengingat namaku, 'Zaffina'. Lima belas menit kemudian, sang perawat yang tadi menanganiku, kembali bersama seorang dokter. “Dok, kenapa saya bisa berada di sini?” tanyaku tanpa basa-basi. Dokter tampan itu tersenyum manis sebelum menjawab pertanyaanku. “Anda dan suami mengalami kecelakaan, Bu. Anda sudah berada di sini selama satu minggu. Anda mungkin –” “Apa, dok? Suami?” “Tenang, Bu. Saya belum selesai menjelaskan,” ujarnya pelan. “Anda mungkin akan terkejut. Anda mengalami Retrograde Amnesia akibat benturan parah di kepala. Anda mungkin akan lupa akan banyak hal, tapi ingatan Anda tentu akan kembali dengan beberapa pengobatan dan terapi,” jelasnya dengan pembawaan yang tenang. “Jadi maksud dokter, saya mendadak lupa tentang apapun, berikut identitas saya?” Aku benar-benar tidak dapat memercaya ini. Satu-satunya hal yang kuingat saat ini adalah namaku sendiri. “Zaffina. Nama saya Zaffina, 'kan, dok?” Dokter menghela napas panjang sebelum berkata, “Baiklah, besok Anda dan suami  diperbolehkan pulang.” “Suami? Dimana suami saya?” *** Pria yang mereka sebut suamiku adalah seorang pria yang juga katanya menderita Amnesia sama sepertiku. Arrghhh... drama macam apa ini? “Sepertinya kalian berjodoh,” komentar si perawat sambil tertawa saat mengantarkan seorang pria masuk ke kamarku. Pria itu berdiri seperti patung di hadapanku. Aku tak tahu bagaimana menghadapi seorang pria yang tak kukenal, tapi menurut kenyataan dia adalah suamiku. Begitu sulit untuk menggambarkan keadaan ini. “Baiklah, saya permisi dulu ya,” ucap si perawat, menghilang dari ruangan. “Jadi, kamu siapa?” tanyaku kaku. “Kata mereka, aku suamimu,” jawabnya tak kalah kaku. “Terus kamu percaya?” tanyaku agak emosi. Percaya bahwa namaku sesungguhnya adalah Davika saja merupakan hal sulit, apalagi memercayai bahwa pria asing ini adalah suamiku. Pria bertubuh atletis itu mengangkat kedua bahunya. “Begini saja. Mari kita buktikan melalui kartu identitas kita masing-masing,” usulnya setelah diam sejenak. Ah ya, dia benar. Aku celingukan mencari apakah aku punya tas atau semacamnya. Lalu aku menemukan sebuah tas merah fanta tergeletak di sisi ranjang. Buru-buru aku meraihnya, mengobrak-abrik isinya, dan menemukan sebuah kartu identitas di dalamnya. “Lihat, ini kartuku. Mana kartumu?” tantangku. Pria itu merogoh dompet di kantung belakang celananya dan mengeluarkan kartu identitas miliknya. Dengan pelan k****a data yang tertera pada kartu identitasku. Nama, Davika Fakhranazia. Status, Menikah. Pekerjaan, Guru. Dan akhirnya namaku adalah benar Davika. Aku mencelus sekaligus panik hingga kembali terduduk di ranjang rawat. “Tunggu. Bisa aja, 'kan kamu bukan suamiku walaupun status kita sama-sama menikah?” “Hmmm, hanya ada data terakhir yang bisa kita gunakan untuk mengeceknya,” ujar Althaf. Ya, pria amnesia ini bernama Althaf Mahreza. Status Menikah. Pekerjaan Karyawan Swasta. “Apa?” tanyaku cepat. “Mari kita cek alamat rumah.” *** Next part ya,  gaaaaessss                  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD