Chapter 6.

1845 Words
Setelah menyapa Allan, Reygan berpamitan. Meninggalkan ruangan Allan, Reygan tersambung dengan Adam melalui telepon. Adam memberitahukan bahwa mereka berada di lantai dasar. Reygan kemudian bergegas menuju lift. Lift kemudian terbuka di lantai dasar. Dan tepat saat itu, Reygan melihat Ethan berdiri di tempat yang tidak begitu jauh. Dahi Reygan mengernyit ketika melihat bahwa Ethan mengenakan pakaian yang berbeda. Bocah itu tampak melihat sekeliling seperti tengah mencari sesuatu. Reygan melangkahkan kakinya keluar, berniat menegur putranya. Namun, saat itu Ethan justru berlari ke arah lain. "Ethan ..." Reygan menegur. Namun, Ethan tak mendengarnya. Reygan kemudian menyusul Ethan dengan langkah lebar. Keadaan di lantai dasar cukup ramai, membuat Reygan sedikit kesulitan untuk menyusul Ethan yang masih berlari di antara lalu-lalang orang di sana. Dahi Reygan mengernyit ketika Ethan tampak berbicara dengan seorang wanita dan pergi bersama wanita asing itu. "Ethan," Reygan kembali memanggil. Merasa khawatir terhadap putranya, Reygan berlari. Namun, kala itu Ethan memasuki lift bersama wanita asing itu. Saat Reygan sampai di depan lift, pintu lift telah tertutup. Hal itu tentu saja membuat Reygan panik. Ke mana Adam sehingga putranya berjalan sendirian di tempat itu. Reygan mengeluarkan ponselnya, hendak menghubungi Adam. "Ayah," teguran dari suara ringan itu terdengar. Reygan sempat tertegun sebelum menoleh ke sumber suara. Ketertegunannya semakin besar ketika ia melihat putranya yang berada di gendongan Adam tengah melambaikan tangan padanya. Reygan dilanda kebingungan. Sejenak ia kembali memandang pintu lift dan berganti memandang putranya yang datang bersama Adam. Reygan benar-benar yakin bahwa dia baru saja melihat putranya. Namun, putra yang ia cari justru berada di sana. Bersama Adam dan masih mengenakan pakaian yang sama. Lalu siapakah yang dilihat oleh Reygan sebelumnya. Untuk sesaat Reygan terlihat bingung. "Sudah selesai?" tegur Adam begitu sampai di hadapan Reygan dan masih menggendong Ethan. "Dari mana saja kalian?" Reygan balik menegur setelah berhasil menguasai kebingungannya. "Kami berada di sana sejak tadi." Adam menunjuk ke arah mereka datang sebelumnya. Reygan kemudian mengalihkan pandangannya pada Ethan. "Ethan, apa kau bermain tanpa Paman Harri?" Ethan menggeleng. Sebelah alis Adam terangkat, dia baru menyadari garis wajah Reygan. Dia kemudian menegur, "ada apa? Kau terlihat seperti ... sedang mengkhawatirkan sesuatu." Reygan segera menggeleng. Memutuskan bahwa itu hanyalah kesalahpahaman. "Tidak, aku hanya salah mengenali seseorang. Kita pulang sekarang." Ethan kemudian turun dan menggandeng tangan Reygan. Keduanya berjalan beriringan menuju pintu keluar. Sementara Adam sempat terdiam dan memandang Reygan dengan tatapan menyelidik. Dia sudah bertahun-tahun mengenal Reygan, tentu saja dia mengetahui perubahan kecil yang terjadi pada Reygan. Adam bergumam, "siapa yang baru saja dia lihat?" lantas menyusul Reygan dan Ethan. Di sisi lain. Allan yang tengah memeriksa data pasien di ruangannya terinterupsi oleh suara ketukan pintu. Tampang mengalihkan pandangannya Allan berkata, "masuklah." Pintu ruangan terbuka secara perlahan. Seorang bocah melangkah masuk dengan hati-hati, berjalan mengendap-endap menuju tempat Allan berada. Sementara itu, Lianna yang baru saja memasuki ruangan itu tersenyum ketika melihat tingkah putranya. Bocah itu bersembunyi di depan meja kerja Allan dan memandang Lianna. Bocah itu kemudian menaruh jari telunjuknya di depan mulutnya sendiri, mengisyarakatkan pada sang ibu agar tidak membuat suara. Lianna melakukan hal yang sama dan mengangguk. Sedangkan bocah itu tengah bersiap untuk mengagetkan sang ayah. "Ayah!" pekik bocah itu bersamaan ketika ia menyembulkan kepalanya. "Oh! Ayah terkejut," ucap Allan, bertindak seakan-akan ia tengah terkejut. Padahal sejak awal dia hanya berpura-pura menyibukkan diri. Bocah itu tertawa dengan riang. Wajah yang sama dengan bocah yang baru saja mengunjungi ruangan itu. Nathan Anderson, seseorang yang mengenal Reygan pasti akan mengira bahwa bocah itu adalah Ethan Munaf. Wajah kedua bocah itu sangat mirip dan bahkan sangat sulit untuk mencari perbedaan di antara keduanya. Dan Nathan lah, bocah yang sebelumnya Reygan kenali sebagai putranya. Nathan Anderson nyatanya bukanlah anak kandung dari Allan Anderson dan juga Lianna. Empat tahun yang lalu, ketika Karina meminta Allan untuk mengantarkan kedua putranya kepada Reygan, Allan justru hanya menyerahkan Ethan kepada Reygan dan membawa Nathan. Dan sejak itulah Allan dan Lianna membesarkan Nathan sebagai putra mereka. Dan karena kehadiran Nathan pula, rumah tangga Allan dan Lianna berhasil terselamatkan. Namun, fakta bahwa putranya memiliki saudara kembar yang memiliki wajah serupa tentunya membuat mereka khawatir jika kebenaran itu akan terungkap dan membuat mereka kehilangan putra mereka yang berharga. Lianna bergabung bersama keduanya. Wanita itu duduk di depan meja kerja Nathan, sementara bocah itu berlari ke tempat Allan dan duduk di pangkuan sang ayah. "Kau senang sudah membuat ayah terkejut, Nathan?" Nathan mengangguk dan mendapatkan usakan singkat pada puncak kepalanya. Allan kemudian mengalihkan pandangannya pada Lianna. "Kapan kalian datang?" "Cukup lama. Aku dengar kau sedang ada tamu." "Profesor Munaf datang kemari." Lianna tampak terkejut, sudah pasti dia mengetahui siapa Reygan Munaf itu. "Maksudmu Profesor Reygan Munaf?" Allan mengangguk. Ketika kedua orang dewasa di sana tengah membicarakan hal yang serius, Nathan justru bermain-main dengan dasi sang ayah. Tapi meski begitu, Allan tetap berbicara dengan santai. "Kapan dia keluar?" tanya Lianna, berjaga-jaga jika saja Reygan melihat Nathan. "Beberapa menit yang lalu. Kau tidak berpapasan dengannya?" Lianna menggeleng. "Harusnya kau mengatakan padaku jika dia datang kemari." Allan tersenyum tipis. "Kenapa wajahmu seperti itu? Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun." "Kau selalu seperti ini." Lianna terlihat kesal. "Ibu marah lagi," gumam Nathan. Allan tersenyum dan menjatuhkan pandangannya pada putranya. "Apakah sebelum datang kemari ibumu juga marah?" Nathan mengangguk. "Tapi meski sedang marah, ibumu akan tetap terlihat cantik." Nathan tersenyum lebar dan langsung memeluk Allan. Meski kenyataannya dia adalah kakak dari Ethan, namun sikap Ethan lebih dewasa karena kehidupan mereka yang berbeda. Nathan dibesarkan oleh ayah dan ibu, sementara Ethan dibesarkan oleh seorang ayah yang menanggung penyesalan seumur hidup. Bisa dikatakan bahwa Nathan mungkin lebih beruntung dari Ethan. Allan kembali memandang Lianna dan berkata, "aku melihatnya." "Siapa?" "Putra Profesor Munaf." Netra Lianna kembali membulat. "Dia membawa putranya kemari?" Allan mengangguk. Sembari memandang putranya dia berkata, "bocah itu ... tidak memiliki perbedaan apapun dengan putra kita. Mereka seperti orang yang sama meski memiliki karakter yang berbeda." Lianna menatap tak percaya. "Mereka ... benar-benar memiliki wajah yang sama?" Allan memandang Lianna dan mengangguk. "Benar-benar sama. Aku tidak bisa melihat perbedaan di antara keduanya." Lianna terlihat gelisah. Dia kemudian bergumam, "bukan sekedar mirip, tapi sama. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Allan tetap menyahuti dengan santai. "Apa lagi? Lanjutkan saja hidup kita seperti biasa. Profesor Munaf tidak akan sering-sering datang ke Distrik 13, jadi tidak ada yang perlu kau khawatirkan." "Di mana Profesor Munaf tinggal?" Sebelah alis Allan terangkat. "Kenapa? Untuk apa kau menanyakan hal itu?" "Aku ingin memastikannya sendiri." Allan terdiam, merasa enggan untuk memberitahukan alamat Reygan pada istrinya. "Haruskah kau melakukannya?" "Aku perlu memastikannya." "Ayah ..." tegur Nathan dengan enggan dan menarik perhatian Allan. "Ada apa?" "Kapan kita pergi ke pantai?" "Kau ingin pergi ke pantai?" Nathan mengangguk. "Ayah sudah berjanji." Allan tersenyum lebar. "Benar. Karena ayah sudah berjanji, mari kita pergi ke pantai akhir pekan ini." Nathan bersorak riang. "Kau merasa senang?" Nathan mengangguk dengan semangat. Dan setelahnya Allan mempertemukan kembali pandangannya dengan Lianna. Dia tersenyum tipis, berusaha menepis kekhawatiran yang dirasakan oleh istrinya. BATTLE OF HEALER : CHAPTER II (JACK THE RIPPER) // Distrik 9. Jason dan Daniel kini berada di ruang keamanan. Dan atas permintaan Jason, saat ini Daniel tengah duduk menghadap layar komputer yang menyala dan menunjukkan pergerakan dari puluhan kalimat yang bergantian muncul memenuhi layar. Jason tidak tahu bagaimana cara Daniel melakukan hal itu. Namun, yang dilakukan oleh Daniel saat ini adalah meretas keamanan Cyber NCA untuk mengambil data yang dibutuhkan. Hal itu tentu saja cukup mudah bagi Daniel. Namun, tentu saja memiliki resiko yang tinggi. Setelah beberapa menit berlalu, Daniel berhasil mencuri data dari sistem Cyber NCA. Dia segera memutuskan sambungan dengan NCA untuk berjaga-jaga jika saja keberadaannya diketahui oleh pihak NCA. Daniel kemudian membuat tampilan layar memuat data pribadi salah satu agen NCA yang diinginkan oleh Jason. "Kau sudah mendapatkannya?" Daniel beranjak berdiri. Hanya sekilas memandang Jason dan pergi tanpa mengucapkan apapun. Setelah itu Jason segera duduk di tempat yang baru saja ditinggalkan oleh Daniel. Jason melihat photo profil yang dikatakan sebagai Jeffrey Deaver dalam laporan itu. Jason membaca profil orang yang disebut-sebut akan menjadi kakak iparnya sembari mengusap keningnya. Tentu saja itu menjadi masalah besar baginya. Bagaimana bisa saudara perempuannya justru menikah dengan orang yang tengah memburunya. Jason sendiri tidak yakin apakah Deaver termasuk dengan orang yang tengah memburunya atau tidak, tapi semua itu tak ada bedanya ketika Deaver adalah bagian dari NCA. "Leader Team divisi 7?" gumam Jason, menemukan sesuatu yang lebih mengejutkan. "Dia ketuanya." Jason langsung memukul meja. Bukan hanya anggota biasa, Deaver yang akan menikah dengan saudara perempuannya adalah seorang ketua divisi 7. Jason tidak tahu bagaimana cara kerja NCA. Namun, bukankah status Leader Team sudah cukup memperjelas semuanya. Jeffrey Deaver adalah orang yang mengambil peran cukup penting di NCA. Dalam kegelisahannya, Jason bergumam penuh penekanan. "Apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan, Nathalie? Kau ingin aku benar-benar mati kali ini?" Tatapan tajam Jason menemukan potret Jeffrey Deaver. Tatapan tajam yang ditujukan untuk seorang musuh. Hanya ada dua kemungkinan untuk hubungan Nathalie dan Deaver. Yang pertama, Deaver sengaja mendekati Nathalie untuk mencari tahu keberadaan Jason. Dan yang ke dua, Nathalie berusaha untuk memanfaatkan Deaver untuk membersihkan nama Jason. Jason menyadari hal itu. Namun, tak ada yang menguntungkan dari kedua kemungkinan itu. Apapun yang terjadi, Nathalie akan berakhir menjadi korban. Jason kembali bergumam. Namun, kali ini terdengar putus asa. "Apa yang harus aku lakukan sekarang. Sementara itu. Di luar, Daniel menghampiri Felix yang duduk di sebuah sofa yang menghadap ke sebuah perapian kosong. Felix yang menyadari kehadiran seseorang di sampingnya lantas menoleh. Daniel kemudian duduk di sebuah kursi kayu di samping Felix. Tak mengatakan apapun meski sang kakak tengah memandangnya. Felix kemudian menegur, "ada masalah apa?" "Ini tidak akan berimbas apapun padamu." "Kenapa?" Daniel sebenarnya tak berniat untuk mengatakan hal itu pada Felix. Namun, tentunya hubungan Felix dan Jason akan sedikit canggung jika Felix terlambat mengetahui masalah apa yang tengah dihadapi oleh Jason saat ini. Pada akhirnya Daniel pun memberitahukan masalah itu kepada Felix. "Orang itu memiliki seorang saudara perempuan, dan dalam waktu dekat kakaknya akan menikah." "Lalu apa masalahnya?" "Pria yang akan menikah dengan kakaknya adalah Leader Team divisi 7 NCA, Jeffrey Deaver." Felix segera menegakkan tubuhnya, menunjukkan reaksi terkejut. "Apa yang kau—" Felix tak melanjutkan ucapannya. Kabar yang diberikan oleh Daniel cukup mengejutkan. "Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?" Daniel menggeleng. "Entah Jeffrey Deaver yang mendekati kakak Dokter Wildbrogh lebih dulu atau sebaliknya. Yang jelas, ini mungkin akan merugikan bagi Dokter Wildbrogh. Sebisa mungkin—" "Jangan memberikan saran itu padaku?" Felix menyela, seakan-akan ia sudah membaca jalan pikiran Daniel. "Kau tahu bagaimana kami bisa berakhir seperti ini. Maka dari itu jangan pernah mengatakan padaku untuk mengabaikan Jason." "Kalau begitu apa yang akan kau lakukan? Jika seandainya dia ingin membunuh Jeffrey Deaver, apakah kau akan tetap berada di jalan yang sama dengannya?" Felix menyahut, masih dengan pembawaan yang tenang. "Aku adalah seorang dokter. Perlu kau ingat bahwa aku belum pernah melanggar sumpahku sebagai seorang dokter. Hingga detik ini, aku tetap seorang dokter. Apa yang sedang kau pikirkan sekarang tentang kami?" Daniel memalingkan wajahnya. Tak ingin menjawab pertanyaan Felix. Tentu saja ia tengah memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi di masa depan. BATTLE OF HEALER : CHAPTER II (JACK THE RIPPER) //
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD