Chapter 07.

1913 Words
Tengah malam itu, Felix dan Jason masih terjaga di dalam kamar masing-masing. Sementara itu Daniel telah kembali ke Distrik 3 karena berlama-lama menghilang dari Distrik 3 akan membuatnya semakin dicurigai. Selama pelarian Felix dan Jason tentu saja Daniel mengalami banyak kesulitan. Terhitung dua kali ia memasuki ruang interogasi NCA. Dan beruntung bahwa dia memiliki alibi yang kuat untuk membuat dirinya berada dalam keadaan yang menguntungkan. Namun, tentu saja tanpa harus melemparkan semua kesalahan pada Felix. Malam itu Jason kembali terlihat gelisah. Hal itu sudah sering terjadi, pria itu akan menjadi sosok yang selalu bersikap santai di hadapan Felix. Namun, ketika mereka telah berada di ruangan pribadi mereka masing-masing, saat itulah Jason menunjukkan dirinya yang sesungguhnya. Tak jauh berbeda dengan Felix, sebenarnya Jason juga sangat tertekan dalam keadaan ini. Hanya saja Jason lebih memilih untuk menyembunyikan kegelisahannya dan hidup seperti orang yang tak pernah memiliki kekhawatiran dalam hidupnya. Jason merasa gelisah karena bingung harus bertindak bagaimana. Di antara ratusan lelaki yang mungkin pernah ditemui oleh saudara perempuannya, kenapa kakaknya itu justru menikah dengan salah satu orang dari NCA. Setelah menghabiskan waktu cukup lama untuk berpikir, Jason kemudian beranjak dari tempat ia duduk. Meninggalkan kamarnya, Jason beralih ke kamar Felix. Meski ia sering bersikap kurang ajarr, tapi dia selalu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum memasuki kamar Felix. Tak menunggu jawaban dari dalam, Jason membuka pintu kamar. Tak terlihat bahwa ia tengah buru-buru. Dan di ruangan itu ia menemukan Felix yang tengah duduk di sofa dengan sebuah buku yang berada di tangannya. "Bisa kita bicara sebentar?" tegur Jason dari ambang pintu. "Masuklah," sahut Felix yang kemudian menaruh buku di tangannya pada meja kecil yang hanya setinggi lutut di hadapannya. Jason masuk, tanpa menutup pintu ia menghampiri Felix dan duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan Felix. Jason memberikan waktu bagi dirinya sendiri untuk mengatakan tujuannya datang menemui Felix tengah malam itu. Sedangkan Felix, dia hanya menunggu sampai Jason berbicara lebih dulu. Jason menjatuhkan pandangannya, menghela napas singkat. Dan berkata, "aku akan pergi." "Ke mana?" tanya Felix, tak memiliki perubahan dalam nada bicara yang seperti biasanya. Jason kembali memandang Felix. Bukan hanya untuk meyakinkan Felix, namun juga untuk meyakinkan dirinya sendiri. Jason berkata, "aku harus melakukan sesuatu karena aku masih hidup." "Sesuatu seperti apa yang kau maksud?" Jason tak langsung memberikan jawaban. Tidak, bukan seperti itu. Jason diam karena tidak memiliki jawaban atas pertanyaan Felix yang juga adalah pertanyaannya untuk dirinya sendiri. Tak menemukan jawaban apapun, Felix kemudian mengambil alih pembicaraan. Dia mengajukan sebuah pertanyaan. "Apa rencanamu?" "Tidak ada," gumam Jason, memilih untuk berkata jujur. "Kau ingin pergi tanpa rencana?" "Apakah aku akan mendapatkan keberhasilan jika menyusun rencana terlebih dahulu sebelum pergi?" "Setidaknya jika kau memiliki rencana, kau akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil." Jason kembali terdiam setelah Felix menyanggah ucapannya. Memalingkan wajahnya, Jason bergumam, "aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi, pernikahan itu ... bagaimana pun caranya aku harus membatalkannya." "Bagaimana hubunganmu dengan keluargamu yang sebenarnya?" Jason kembali memandang Felix, cukup terkejut karena Felix tiba-tiba membicarakan hal yang bersifat pribadi. Karena selama ini mereka tidak pernah membicarakan hal-hal semacam itu. Menyadari reaksi Jason, Felix berkata, "aku harus menemukan jawaban atas pertanyaanku sendiri. Jika hubunganmu dengan keluargamu baik-baik saja sebelum empat tahun yang lalu, tidakkah kau berpikir bahwa ini hanyalah sebuah jebakan?" "Itulah sebabnya aku harus pergi." Suasana semakin memanas karena respon Jason. Lelaki itu sudah menduga bahwa pernikahan itu hanyalah sebuah jebakan untuk membuatnya menampakkan diri ke publik. Namun, meski begitu dia justru mengatakan bahwa dia harus pergi. "Kau sudah memikirkannya, tapi kenapa kau tetap ingin pergi?" "Karena kehidupan saudaraku dipertaruhkan dalam keadaan ini. Jika aku tidak muncul dan pernikahan itu terjadi, apa yang akan terjadi pada saudara perempuanku nantinya? Terlepas dari apakah mereka menikah karena saling mencintai atau apapun itu, saudara perempuanku ... selama aku masih menjadi pendosa, dia akan hidup sebagai seorang sandera ... apa yang akan kau lakukan jika kau berada dalam posisiku saat ini?" Felix tak memberikan jawaban. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan semacam itu. Bahkan ia sendiri hingga detik ini masih terus berusaha untuk menjauhkan Daniel dari masalah yang ia hadapi. Felix kemudian kembali berbicara. "Kau datang untuk berpamitan?" "Aku datang untuk meminta izin." "Lalu bagaimana jika aku tidak akan memberikan izin padamu?" "Kita berakhir sampai di sini. Mari kita hidup dengan jalan kita masing-masing." Felix tersudut. Namun, hingga akhir sikapnya tak menunjukkan perubahan. Di balik wajah tenang itu, sesuatu yang mengerikan mungkin tengah bersembunyi. Setelah sempat terdiam, Felix kembali berbicara. "Hanya membuat pernikahan itu dibatalkan?" "Aku tidak ingin mati dengan status ini." "Kalau begitu mari tetap berjalan di jalan yang sama." Felix telah mengambil keputusan. Tidak, lebih tepatnya dia hanya memberitahukan kepada Jason tentang keputusan yang ia ambil. Karena sebelum Jason datang ke sana, Felix telah mengambil keputusannya sendiri. Pandangan Felix kemudian terjatuh pada buku yang tergeletak di atas meja, buku yang sempat menjadi bacaannya sebelum Jason datang. Jack The Ripper : Reveal The Truth adalah judul yang tertera pada sampul buku bernuansa gelap itu. Itu adalah sebuah novel misteri yang diterbitkan enam tahun yang lalu. Mengisahkan tentang seorang dokter yang berubah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin dan melakukan pembunuhan dengan menirukan kasus pembunuhan berantai Jack The Ripper pada tahun 1888. Dan selama membaca novel tersebut, Felix selalu bertanya-tanya dalam hati, apakah alasan yang digambarkan di dalam novel kenapa seorang dokter bisa menjadi pembunuh berdarah dingin sudah cukup untuk membuat seorang dokter menjadi monster. Felix bertanya-tanya, adakah alasan lain selain permasalahan pada kepribadian atau mental. Felix membutuhkan alasan yang lebih terlihat nyata. Bagaimana seorang dokter berakhir menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Sebenarnya, Felix memiliki ketakutan di dalam hatinya tentang hal itu. BATTLE OF HEALER : CHAPTER II [JACK THE RIPPER] // NCA Building, Distrik 1. Ruangan dengan banyak komputer dan orang-orang yang terlihat sibuk di dalamnya. Semua orang berpakaian rapi meski mereka hanya duduk menatap komputer seharian di dalam ruangan tertutup itu. Sementara itu, bersekat kaca, di ruangan besar yang sama. Seorang wanita tampak sibuk memeriksa berkas di hadapannya. Sesekali ia membenahi letak kaca matanya. Wanita yang akrab dipanggil dengan nama Lily itu tidak lain adalah Ketua Divisi 11 yang bertanggungjawab dengan keamanan Cyber. Bukan hanya bertanggungjawab atas keamanan sistem Cyber NCA, namun juga menangani kasus-kasus kriminal yang berkaitan dengan Cyber. Di tahun ke duanya menjadi seorang Ketua Divisi, Lily berhasil menjadi wanita tersibuk di gedung itu. Dan juga cukup terkenal karena semua bawahannya adalah laki-laki. Bukan berniat mendiskriminasikan wanita. Namun, tidak banyak wanita yang tertarik dengan dunia Cyber. Dan sejauh ini tidak ada satu pun wanita yang mendaftar ke Divisi itu. Pintu kaca ruang kerja Lily terketuk, sejenak mengalihkan perhatian wanita itu. Lily mengangkat pandangannya dan menemukan rekan beda divisinya memasuki ruangan. Steave Yeager, sosok pria tampan dan berwibawa itu adalah Leader Team Divisi 13. Dia bertugas sebagai agen rahasia luar negeri. Tapi karena insiden konspirasi yang terjadi empat tahun yang lalu, Steve harus kembali ke NCA. "Kau masih terlihat sibuk seperti biasanya," tegur Steve ketika ia berjalan menghampiri Lily. Lily menyahut tanpa minat. "Kau sudah tahu, jadi aku berharap kedatanganmu kemari bukan untuk membuang waktu berhargaku." Terdengar ketus, namun hubungan keduanya tidak seburuk itu. Lily dan Steve tak begitu dekat, tapi juga tak bermusuhan. Keduanya bisa menjadi rekan yang saling melengkapi jika sudah bekerja sama. Namun, bisa menjadi musuh jika salah satu merasa terganggu. Steve duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Dia kemudian memandang Lily yang masih memperhatikannya. Steve kemudian menegur, "apa yang kau tunggu? Kau tidak ingin duduk?" Lily melepas kaca matanya dan menaruh benda itu di atas berkas yang telah ia tutup. Setelahnya ia beranjak berdiri dan menghampiri Steve. Keduanya lantas duduk saling berhadapan. "Kenapa kau datang kemari?" tegur Lily dengan nada yang sama. "Kenapa kau tidak hadir dalam rapat pagi ini?" "Ada sedikit kendala saat aku dalam perjalanan kemari. Ada masalah apa? Adakah sesuatu yang istimewa?" Jemari Steve yang berada pada sandaran tangan bergerak-gerak, seperti orang yang tengah gelisah di saat ia menahan jawaban yang diinginkan oleh Lily. Lily kemudian menegur, "ada masalah apa? Kau hanya tinggal mengatakannya." "Pengalihan kasus." Dahi Lily mengernyit. "Pengalihan kasus? Apa maksudmu?" "Ini tentang kasus buronan yang menghilang di Distrik 13 empat tahun yang lalu ..." Netra Lily bereaksi atas ucapan Steven. "Deaver akan mengambil alih kasus itu." "Apa?" Lily berseru, tampak tak terima. "Kenapa? Apa maksudnya ini? Sejak awal kasus ini adalah milik divisi 13, kenapa divisi 7 tiba-tiba ikut campur?" Steve mencondongkan tubuhnya, memimpikan kedua sikunya pada kedua pahanya. Dia kemudian berbicara dengan lebih serius. "Organisasi mengalami krisis setelah kasus itu. Di antara semua orang, sejak awal Deaver lah yang paling tertarik dengan kasus itu. Karena kerja sama kita selama dua tahun ini tidak membuahkan hasil, Deaver berhasil menjadikan hal itu sebagai kesempatan untuk mengambil alih kasus ini. Dengan reputasi Deaver, tentu saja kau tahu bagaimana keputusan Direktur." Lily menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. Dilihat dari reaksi keduanya, sepertinya orang bernama Deaver itu memiliki reputasi yang kuat dalam organisasi. Entah seperti tokoh protagonis dalam sebuah cerita atau justru sebaliknya, dialah Villain dalam sebuah cerita yang berhasil menarik perhatian publik. Lily menghela napas dan mengeluh, "ada apa dengan dunia? Apa yang bisa aku lakukan pada orang sombong itu?" "Kau harus bisa bekerja sama dengannya mulai hari ini. Jika kau tetap keras kepala, kalian tidak akan pernah menemukan kesepakatan dalam keadaan apapun." "Permisi, Tuan Yeager. Aku tidak bermaksud untuk bekerjasama dengan orang itu." Lily memalingkan wajahnya, terlihat cukup kesal bahkan sebelum ia bertemu dengan orang yang sudah membuatnya merasa kesal. Steve kembali menegakkan punggungnya. Dia kemudian berkata, "mulai sekarang kau harus bekerja dengan semestinya." Lily langsung memandang Steve dengan mata yang memicing dan penuh tanya. "Apa maksudmu dengan berbicara seperti itu?" Steve berbicara dengan lebih serius namun tak berniat menuntut Lily. "Aku tidak tahu tentang orang lain, tapi aku sangat yakin bahwa aku mengenalmu dengan baik, Lily." Lily menegakkan tubuhnya dan bersikap was-was karena ucapan Steven. "Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" "Lihatlah dengan lebih teliti, carilah dengan lebih serius. Kegagalan kita selama dua tahun ini bukan karena kita tidak kompeten, melainkan karena alasan lain." Lily menatap penuh selidik. Dia bertanya dengan hati-hati, "apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan?" Steve terlihat enggan untuk berbicara dan karena tak kunjung menyahut, Lily menegur dengan sedikit perasaan gelisah yang menyertai ucapannya. "Steve Yeager." "Kenapa kau melakukan hal itu?" Dahi Lily mengernyit. "Apa yang kau maksud?" "Sekitar lima bulan yang lalu. Kau menerima informasi dari seorang informan yang mengatakan tentang keberadaan Dokter Felix Alexander Lim dan Dokter Jason Wildborgh ..." Kedua netra Lily membulat, menegaskan bahwa dia benar-benar melakukan tuduhan yang akan dilayangkan oleh Steve. "Kenapa kau menghancurkan laporan itu? Kenapa kau mengatakan bahwa kau tidak menemukan apapun dalam rapat hari itu? Siapa yang sedang kau lindungi, Lily?" Seperti orang yang tertangkap basah, Lily terlihat gelisah di saat ia tak bisa memberikan jawaban terhadap tuntutan Steve. Steve kemudian menegur, "tidak ada yang ingin kau katakan?" Kedua tangan Lily terkepal. Dia tersudut, dan saat itu pintu yang terbuka berhasil menyelamatkannya dari tuntutan Steve. Keduanya segera memandang ke pintu dan menemukan salah seorang petugas dari divisi yang dipimpin oleh Lily berdiri di ambang pintu. "Sudah ketemu," ucap pria itu." Lily menegur, "apa yang sedang kau bicarakan?" "Dokter Felix Alexander Lim dan Dokter Jason Wilborgh, kami sudah menemukan keberadaan mereka." Lily mengulang kembali keterkejutannya. Namun, kali ini perasaan terkejut itu lebih besar dari pertanyaan Steve sebelumnya. Dan Steve yang menyadari reaksi dari Lily lantas menjatuhkan pandangannya pada wanita itu. Sekali lagi, Steve bertanya-tanya, benarkah Lily berada di pihak mereka. Namun, jika tidak, lalu berada di pihak siapakah Lily saat ini. BATTLE OF HEALER : CHAPTER II [JACK THE RIPPER] //
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD