Chapter 04

1878 Words
Distrik 13. Seperti kesepakatan kemarin, hari itu Adam menemani Reygan dan Ethan mengunjungi makam Karina. Karena Karina meninggal saat terjadi wabah, wanita itu dimakamkan di pemakaman khusus untuk paramedis yang gugur saat terjadi wabah empat tahun yang lalu. Ethan berada dalam gendongan Adam berjalan jauh di belakang, sementara Reygan yang hanya membawa sebuket bunga di tangan kirinya berjalan lebih dulu. Ethan yang menyadari bahwa mereka tertinggal cukup jauh pun melayangkan protes pada Adam yang berjalan terlalu santai. "Paman, kita tertinggal jauh." "Oh? Benarkah?" Adam bertindak seperti ia tak menyadari hal itu, meski sebenarnya dia sengaja melakukan hal itu Ethan mengangguk dan menyahut, "Paman berjalan terlalu lambat. Ayah sudah meninggalkan kita." "Kalau begitu haruskah paman berlari?" Ethan mengangguk. "Baiklah, kalau begitu paman akan berlari sekarang. Ayo ..." Adam langsung berlari dan terdengar tawa riang keluar dari mulut Ethan. Namun, bukannya berlari menyusul Reygan, Adam justru berlari ke arah lain. Seakan-akan tengah mengulur waktu dan membiarkan Reygan memiliki waktunya sendiri bersama Karina. Reygan sampai di makam Karina, dan hal pertama yang Reygan lihat kala itu adalah nama yang tertulis pada nisan di hadapannya. Karina Willson. Pahlawan kami, ibu kami ... Sedang menunggu di sini. Kalimat itulah yang tertulis pada nisan di hadapannya saat ini. Reygan kemudian menjatuhkan satu lututnya dan menaruh sebuket bunga yang ia bawa pada nisan Karina. Tersenyum, Reygan kemudian memberikan teguran pertamanya. "Aku datang lagi, bagaimana kabarmu hari ini?" "Paman ... bukan ke sini," suara Ethan kembali terdengar, diselingi dengan tawa dari bocah itu. Reygan kembali berbicara, "kau mendengar itu? Hari ini aku datang lagi bersama Ethan, Adam juga juga ada di sini. Sebentar lagi dia pasti akan datang untuk menyapamu." Reygan sejenak terdiam. Ada begitu banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan Karina begitu mereka bertemu. Namun harapan itu seakan-akan hanya sebagai alasan bagi Reygan untuk bertahan. Karena seribu kata yang ia miliki kini hanya tersisa puluhan kata ketika yang ia temui justru sebuah nisan yang berada di atas tanah yang beku. Tak lagi bisa tersenyum, Reygan tak lagi berniat untuk terlihat baik-baik saja ketika putranya tak melihatnya saat ini. Garis wajah Reygan kembali menunjukkan penyesalan yang mendalam. Dia berkata, "maaf ... aku tidak bisa membawamu ke tempat yang lebih layak. Kau pasti sangat kedinginan di sini. Harusnya aku cukup tahu malu untuk berbicara banyak padamu seperti ini, tapi ... aku akan bersikap tidak tahu malu untuk bisa mengunjungimu seperti ini. Jangan khawatir tentang Ethan ... putra kita baik-baik saja. Aku akan memastikan bahwa dia selalu mendapatkan kehidupan yang layak. Maka dari itu jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Ethan kita ..." "Ayah ..." suara Ethan memanggil dari kejauhan. Reygan tersenyum tipis. Masih dengan memandang nama Karina, ia berkata, "selamat ulang tahun, wanitaku." Reygan menghela napas pelan dan beranjak berdiri. Kembali tersenyum, Reygan menghilangkan penyesalan dalam garis wajahnya ketika ia berbalik. Menemukan Ethan yang tengah berlarian di area pemakaman bersama dengan Adam. "Ayah ... tolong aku ..." Ethan kembali berteriak. Reygan melambaikan tangannya dan berucap dengan cukup lantang. "Apa yang sedang kalian lakukan di sana? Cepat kemari, jangan bermain di pemakaman." Senyum di wajah Reygan mengembang ketika melihat tawa riang Ethan ketika Adam membawa putranya itu datang ke tempatnya. Hingga detik ini, Ethan masih menjadi alasan seulas senyum bisa terlihat kembali di wajah Reygan. Bukan wanita baru, melainkan seorang putra yang membuatnya selalu ingin memperjuangkan apapun yang ia miliki saat ini. BATTLE OF HEALER : CHAPTER II (JACK THE RIPPER) // Adam dan Ethan kini berada di depan makam Karina. Namun, kala itu Reygan justru tak berada di sana. Di tempat yang cukup jauh dari keduanya, Reygan tampak berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Adam menjatuhkan pandanganya pada Ethan karena sejak berdiri di sana, bocah itu hanya diam saja. Tak mengatakan sepatah kata pun dan hanya memandang nisan di hadapan mereka. Hal itu tentunya membuat Adam bertanya-tanya dalam hati, ada apa dengan Ethan hari itu. Mengingat tahun kemarin bocah itu cukup banyak berbicara. Tapi hanya berselang satu tahun saja bocah itu sudah mengurangi porsi bicaranya ketika mengunjungi makam sang ibu. Adam kemudian menjatuhkan satu lututnya dan sedikit menarik tubuh kecil Ethan hingga berada di hadapannya. Adam kemudian menegur, "ada apa? Apa gigimu terasa sakit?" "Aku tidak pernah sakit gigi?" jawab Ethan yang tampak menyembuyikan sesuatu. "Kalau begitu kenapa kau diam saja? Ibumu sudah menunggu, kau tidak ingin berbicara dengan ibumu? Dia pasti sangat merindukanmu." "Paman," tegur Ethan, terlihat enggan ketika ia memandang Adam. "Ada apa? Coba katakan pada paman. Bukankah kita adalah teman?" Sembari menjatuhkan pandangannya, Ethan berbicara, "bagaimana aku bisa merindukan ibu?" Dahi Adam mengernyit. "Kenapa tidak bisa?" "Aku ... belum pernah bertemu dengan ibu, aku juga tidak tahu bagaimana wajah ibuku. Bagaimana aku bisa merindukannya?" Adam sejenak terdiam ketika untuk kali pertama bocah tujuh tahun itu bersedia menyampaikan isi hatinya. Namun, semua pernyataan Ethan memanglah benar. Ibunya meninggal tak lama setelah ia melihat dunia. Dan alasan kenapa Ethan tidak mengetahui wajah dari wanita yang telah melahirkannya adalah karena Reygan tak pernah memperlihatkan photo Karina kepada putranya. Tidak ada yang tahu apa alasan Reygan melakukan hal itu. Reygan tak ingin putranya melupakan Karina. Namun, dalam waktu bersamaan Reygan tak ingin Ethan melihat wajah Karina. Dan lagi-lagi, Adam lah yang harus menjadi teman bagi bocah yang kesepian itu. Adam kemudian bertanya, "apakah Profesor Munaf belum memperlihatkan photo ibumu?" Ethan mengangguk. Adam kemudian tersenyum. "Ingin mendengar sedikit cerita tentang ibumu?" Ethan langsung memandang Adam dan mengangguk dengan antusias. Adam kembali tersenyum dan berkata, "ibumu adalah wanita terhebat di dunia yang dihuni oleh Profesor Munaf. Aku pernah mengatakan padamu tentang wabah di Distrik 13 empat tahun yang lalu, bukan?" Ethan kembali mengangguk dan menyahut, "ayah dan Paman mengatakan bahwa ibuku juga ada di sana." "Benar, ibumu berada di Distrik 13 waktu itu. Ibumu adalah wanita pemberani yang telah menyelamatkan penduduk Distrik 13. Dia adalah seorang dokter yang cantik dan juga memiliki hati yang hangat sehingga semua orang yang bertemu dengannya akan langsung menyukainya." Adam memandang nama Karina yang tertulis di atas nisan. "Dokter Karina Willson ... aku belum pernah bertemu dengan wanita seperti ibumu. Dia adalah wanita yang sempurna untuk Profesor Munaf." "Paman berbohong lagi," gumam Ethan, bernada kecewa. Adam segera memandang Ethan dengan tatapan bertanya. "Kenapa kau mengatakan hal semacam itu?" Ethan kembali menunduk dan bergumam, "ibuku terus saja menyakiti ayahku. Karena ibu, ayahku sering menangis." Sebelah alis Adam terangkat. Tentunya itu adalah pernyataan Ethan yang paling mengejutkan. Adam kemudian menahan kedua bahu Ethan dan membuat bocah itu menghadap ke arahnya. "Ethan, lihat paman sekarang." Adam menjadi terlihat lebih serius. Ethan kemudian memandang Adam. Membuat pria dewasa di hadapannya melihat wajah sedihnya. Adam kemudian berbicara dengan hati-hati. "Kau ... pernah melihat ayahmu menangis?" Ethan mengangguk. "Kapan kau melihatnya?" "Tadi malam ayah menangis lagi. Setiap kali Paman datang dan membicarakan tentang ibu, ayah akan selalu menangis di malam hari." Mendengar penuturan Ethan, Adam mengarahkan pandangannya pada sosok Reygan yang masih berada di tempat sebelumnya. Namun, tak lagi memegang ponsel. Tentu saja Adam tidak tahu tentang hal itu karena ia tidak tinggal bersama Reygan. Tapi siapa yang menyangka bahwa bocah empat tahun itu melihat semuanya dan justru merahasiakannya. "Paman harus berhenti membicarakan tentang ibuku di depan ayah," ucap Ethan kemudian dan menarik kembali perhatian Adam. Adam kemudian tersenyum dengan sedikit canggung. "Paman minta maaf, paman akan lebih berhati-hati lagi mulai sekarang." "Kenapa ayahku menangis? Apakah ibuku sudah menyakiti ayah?" Adam menggeleng. "Tidak, bukan seperti itu. Bukan hanya saat tersakiti, kita juga akan menangis ketika sedang merindukan seseorang. Dengarkan baik-baik apa yang paman katakan, Ethan ... ibumu tidak pernah menyakiti ayahmu. Dan ayahmu menangis bukan karena seseorang sudah menyakitinya." "Kalau begitu kenapa ayahku menangis?" Adam tak langsung menjawab. Dia memerlukan sedikit waktu untuk menemukan jawaban yang akan mudah untuk dimengerti oleh anak-anak. Adam kemudian berkata, "ayahmu menangis karena dia sangat merindukan ibumu. Seseorang bisa kesakitan dan seperti ingin mati ketika merindukan seseorang secara berlebihan. Dan itu terjadi pada ayahmu sekarang ... kau tidak perlu khawatir, ayahmu akan baik-baik saja karena dia memilikimu." Ethan tak menyahut dan justru memandang ke arah Reygan berada. Entah apa yang saat ini dipikirkan oleh bocah itu. Adam tidak menyangka bahwa Ethan memiliki pemikiran semacam itu karena selama ini dia hanya berpikir bahwa Ethan adalah bocah tujuh tahun yang belum tertarik dengan sesuatu yang menyangkut orang dewasa dan hanya butuh bermain. Namun, anggapan itu rupanya salah. Dia tidak mengerti apapun tentang bocah itu. BATTLE OF HEALER : CHAPTER II ( JACK THE RIPPER) // Gereja Saint Mikael, Distrik 9. Pergi dengan menggunakan mobil Daniel, pagi itu Daniel membawa Felix dan Jason ke sebuah gereja yang tak begitu jauh dari kediaman yang mereka huni. Dan alih-alih memarkirkan mobil di halaman depan, Daniel memarkirkan mobilnya di halaman belakang. Mereka turun dari mobil dan menghampiri Daniel. Karena sebelumnya Daniel tak mengatakan apapun, tentu saja mereka berdua cukup penasaran kenapa Daniel membawa mereka ke gereja. Jason kemudian menegur, "hey, Bung. Kenapa kau membawa kami kemari? Kau ingin kami melakukan pertaubatan lagi?" Daniel menatap jengah dan menyahut, "apapun itu, semua ini bukanlah untukmu." Jason tersenyum tak percaya mendengar respon yang diberikan oleh Daniel. Dia kemudian berkata dengan sinis. "Lihatlah bagaimana dia memperlakukan aku. Sebenarnya dia itu sekutu atau musuh?" Daniel tak peduli. Saat itu seorang pastor dan biarawati datang mendekat. Daniel hendak menghampiri mereka. Namun, kala itu Felix menahan tangan saudaranya itu. "Apa maksudnya ini?" tegur Felix dengan suara yang tak begitu keras. Jason yang memahami kekhawatiran Felix pun menyahut dengan malas. Namun, secara tak langsung ia justru memberikan pembelaan pada Daniel. "Biarkan saja. Membawa orang asing bertemu dengan kita, itu berarti adikmu sudah menceritakan semua tentang kita kepada orang itu." Tak ada yang menyahuti ucapan Jason. Namun, bukan berarti mereka mengabaikan perkataan Jason sebelumnya. Kedua bersaudara itu bertemu pandang hingga Daniel menarik pelan tangannya dan terlepas dari Felix. Saat itu pastor dan biarawati itu telah sampai di hadapan mereka. Daniel kemudian bertegur sapa dengan si pastor. "Senang bisa melihatmu kembali kemari, Daniel." "Aku membawa dua kenalanku dalam kunjunganku kali ini. Aku berharap Pastor tidak merasa terbebani." Si pastor yang tampak sudah berumur itu tersenyum ramah dan menyahut. "Tentu saja tidak. Tempat ini terbuka bagi siapapun yang ingin datang bersinggah." Pastor Peter, pria itu menjatuhkan pandangannya pada kedua tamunya yang terlihat tak begitu ramah dengan cara masing-masing. Pastor Peter kemudian menegur, "Peter adalah sebuah nama yang dianugrahkan kepadaku. Jika kalian tidak keberatan, bersediakah kalian memperkenalkan diri kalian, Tuan-Tuan?" "Jason Wildborgh," Jason menyahut tanpa beban. Namun, terkesan tak memiliki sopan santun. Dia kemudian berkata, "aku yakin Pastor sudah mengetahui siapa kami tanpa kami harus memperkenalkan diri sekalipun. Sebenarnya ... bahkan kami merasa kesulitan untuk menyebutkan nama kami sendiri." "Felix Alexander Lim," Felix tiba-tiba menyela dengan pembawaan yang tenang. Namun, pandangan pria itu tak lagi mengarah pada sang pastor, melainkan telah terjatuh pada si biarawati. Sejak mereka saling berhadapan, Felix menyadari bahwa si biarawati hanya memandangnya. Dan entah mengapa, meski Felix yakin bahwa itu adalah pertemuan pertama mereka. Felix merasa tidak asing ketika melihat wajah si biarawati cukup lama. Namun, Felix hanya perlu mengabaikan hal itu karena hal semacam itu memang kerap terjadi. Felix bahkan sempat berpikir bahwa mungkin dia mengalami delusi akibat terus melarikan diri. Felix kemudian mengalihkan pandangannya. Berpikir bahwa dia akan menjadi gila jika terus bertahan dengan kecurigaannya yang berlebihan. Dia harus tetap berpikiran waras agar tidak membuat Jason menjadi korban selama pelarian mereka. BATTLE OF HEALER : CHAPTER II ( JACK THE RIPPER) //
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD