Secrets-05

1565 Words
Ini bukan diri Zeehan. Ya, ini bukan dirinya!! Baru pertama kalinya Zeehan terus memikirkan anak perempuan tadi. Apa yang membuat Zeehan memikirkan hal itu? Bola matanya? Warna kulitnya? Atau mungkin warna rambutnya? Tidak!! Bukan itu!! Ya, dia yakin jika apa yang dia pikirkan bukanlah tentang hal itu semua. Cilla yang merasa aneh dengan Zeehan pun menatap pria itu kebingungan. Tangan wanita itu menyentuh sisi wajah Zeehan, hingga membuat pria itu tersentak kaget. "Kamu kenapa? Kayak banyak pikiran begitu, sayang." tanya Cilla. Zeehan menggeleng, "Nggak kok. Aku lagi nggak mikirin apapun." "Kok melamun?" Zeehan hanya diam, pandangannya mengarah pada buah strawberry yang ada di tangan Cilla. Zeehan mengambil buah itu dari tangan Cilla dan memasukkan ke dalam troli. "Sekarang mau beli apa lagi?" tanya Zeehan mengalihkan pembicaraan. Ini memang pertama kalinya, Cilla merasakan hal itu. Dia bahkan tidak pernah melihat Zeehan melamun. Tapi kali ini … Cilla menggelengkan kepalanya, mungkin hanya perasaan Cilla saja. Mungkin Zeehan juga pernah melamun, atau memikirkan banyak pekerjaannya. Makanya dia seperti itu, atau mungkin juga ada pekerjaan yang harus dia selesaikan dengan cepat, sehingga membuat Zeehan berpikir keras. Merasa tidak ada lagi yang dibeli, akhirnya Cilla pun memutuskan untuk mengajak Zeehan pulang. Dia sudah membeli banyak barang yang Cilla butuhkan. Dari buah, sayur hingga kebutuhan body care Cilla, semuanya sudah terpenuhi. Zeehan sendiri masih ingin berkeliling. Dia masih belum bisa melupakan wajah anak perempuan itu. Masalahnya kenapa fisik anak itu nyaris sama dengan Zeehan? Dan sejak kapan Xena menikah hingga Zeehan tidak tahu? Bukankah wanita itu berjanji akan mengatakan apapun pada Zeehan, apapun yang terjadi pada dirinya ketika Zeehan jauh dari dirinya. Lalu kenapa hal itu kembali terjadi? Helaan nafas keluar dari bibir Zeehan. Pria itu nampak frustasi dengan semua ini. "Kita pulang saja. Aku ngerasa pusing." kata Zeehan. Cilla menoleh kaget. "Astaga sayang kamu pusing?" "Sepertinya iya, mendadak lagi." Cilla memahami hal itu, dia pun langsung mengambil alih troli itu dan menggandeng tangan Zeehan. Dia akan pulang cepat kali ini, karena memang tidak ada yang di butuhkan kembali. Zeehan yang masih ingin keliling tiba-tiba merasakan pusing. Cilla hanya takut jika Zeehan jatuh sakit, karena kelelahan bekerja. Setelah membayar semua jumlah harga barang. Cilla pun meminta salah satu pegawai ini untuk membawakan barang belanjaan ke mobil mereka. Sedangkan Cilla lebih fokus untuk menuntun Zeehan. "Astaga sayang, aku cuma pusing. Kamu berlebihan banget, serius." kata Zeehan. Cilla tertawa kecil. "Kamu lagi sakit sayang. Aku nggak kamu kayak dulu lagi ya, kamu itu terlalu menggampangkan semuanya." Zeehan hanya diam saja sambil mencubit hidung Cilla dengan gemas. Waktu itu memang salah Zeehan, yang malam tidak teratur, dan juga Zeehan lebih banyak bekerja. Itu sebabnya ketika Zeehan sakit kepala, dia terus mengabaikan rasa sakitnya sampai akhirnya masuk rumah sakit. Tentu saja yang harus mengurus dan merawat Zeehan tetap Cilla. Belum lagi perusahaan pria itu yang terbengkalai ketika Zeehan sakit. Membutuhkan waktu empat puluh lima menit, akhirnya Cilla dan Zeehan pun sampai di rumah. Cilla langsung membantu Zeehan turun dari mobil dengan hati-hati, lalu menuntun pria itu hingga ke kamarnya di lantai dua. Magdalena yang melihat hal itu langsung menghampiri Cilla ke kamar Zeehan. Belum lagi, sikap lembut Cilla yang seketika itu juga membuat Magdalena menyukainya. "Cilla kenapa?" tanya Magdalena heran. "Ini Tante … Zeehan kepalanya pusing." jelas Cilla. Magdalena terkejut, dia langsung meminta Xena untuk menelpon dokter. Zeehan sedang sakit kepala, jangan sampai di hari pertunangannya dengan Cilla, Zeehan jatuh sakit beneran dan pertunangan mereka gagal. Meskipun Zeehan menolak, karena merasa ini hanya pusing biasa. Tapi tetap saja Magdalena keras kepala memanggil dokter untuk memeriksa Zeehan. Sambil menunggu dokter itu datang, Zeehan meminta Cilla untuk membuatkan teh hangat. Dia membutuhkan minuman hangat kali ini, dengan harapan rasa pusing yang Zeehan rasakan hilang. "Iya, aku bikin teh dulu ya." kata Cilla dan pergi. Melihat kepergian Cilla, Zeehan langsung menatap Magdalena penuh arti. Tangan Zeehan menyentuh tangan Magdalena, dan meminta ibunya itu untuk duduk di sampingnya. "Kenapa? Ada yang sakit?" kata Magdalena khawatir. Zeehan menggeleng. "Nggak ada yang sakit, Mi. Tapi … aku boleh tanya sesuatu nggak sama Mami. Tolong, Mami jawab jujur." Magdalena mengangguk, dia pun menatap serius pada Zeehan. Meskipun jantungnya berdetak kencang tak seperti biasanya. Entah kebiasaan buruk apa ini, ketika Magdalena mendengar kata seperti aku ingin bertanya sesuatu, tapi tolong jawab jujur. Adalah kata-kata yang cukup mengerikan bagi Magdalena. "Jangan bikin Mami penasaran, Zeehan. Kamu mau tanya apa sih, bikin Mami jantungan tau." Zeehan tertawa kecil. "Mami … apa Xena punya anak perempuan?" "Iya. Dia punya anak perempuan, namanya Kimora. Kenapa?" Zeehan menggeleng. "Apa dia sudah menikah?" Alis Magdalena mengerut, "Kamu kenapa tanya begitu!! Kalau orang punya anak, udah pasti pernah menikah lah." Suara Zeehan tertahan ketika Cilla kembali dengan membawa secangkir teh hangat yang masih mengepul. Zeehan tersenyum, dia pun meraih secangkir teh hangat dan menikmatinya. "Terima kasih, sayang." "Iya. Jangan lupa di habisin ya, biar badan kamu enakan." Zeehan mengangguk, dia pun meneguk teh hangat itu dengan santai. Sesekali melirik Magdalena yang langsung diam di hadapannya. Ibunya itu menatap Zeehan dengan penuh curiga, sedangkan Zeehan sendiri hanya menunjukkan wajah tengilnya di hadapan Magdalena. Hingga tak lama, dokter pun datang bersama dengan Xena. Dokter itu langsung memeriksa Zeehan, ketika melihat Cilla dan juga Magdalena yang menyingkirkan dari samping kiri Zeehan. "Jadi … hasilnya bagaimana Dok?" tanya Cilla penuh harap. **** Xena menyibukkan dirinya di dapur untuk memasak makan malam. Disini juga ada Cilla yang sibuk membuat bubur untuk Zeehan. Setahun Xena, sejak dulu Zeehan itu tidak menyukai bubur. Lalu kenapa juga Culla membuatkan bubur begitu untuk Zeehan? Rasa ingin menegur wanita itu, Xena juga sadar diri jika kehidupan bisa berubah kapan pun. Dulu, mungkin Zeehan tidak menyukai bubur karena dia merasa eneg ketika makan bubur. Dan mungkin kali ini bubur adalah hal yang paling disukai kekhawatiran Zeehan. Lagian tahun juga sudah berganti, kesukaan orang juga bisa berubah seorang berjalannya waktu. Selama masak, Xena dan juga Cilla tak mengatakan apapun. Mereka hanya diam saja dan sibuk dengan masakan mereka masing-masing. Lagian, Xena juga bingung harus berbicara apa dengan Cilla. Dia merasa jika dirinya banyak tanya atau berbicara, Cilla akan menganggap dirinya arrogant. Tidak saling mengenal satu sama lain tapi sudah banyak bicara. Karena Xena tahu, sifat orang itu berbeda. Belum lagi, Xena juga bukan orang yang gampang akrab dengan orang lain. Ada banyak orang yang menyapa dirinya, dibanding Xena yang menyapa atau berbicara duluan. "Xena tolong cicipi bubur buatanku, dan kasih komentarmu." kata Cilla akhirnya. Dia tidak suka kesunyian, meskipun sejak tadi Cilla ingin sekali mengajak Xena berbicara. Dan nyatanya Cilla juga tidak tahu harus berbicara apa. Karena dia merasa buburnya sudah matang, dia pun meminta Xena untuk mencicipi nya lebih dulu. Mengambil sendok di sampingnya, Xena pun mulai mencicipi bubur ini tanpa menjawab ucapan Cilla. "Enak. Bubur buatan Nona enak, apalagi kalau di kasih abon." Cilla memiringkan kepalanya, abon? Bahkan hal itu saja tak pernah terpikirkan oleh Cilla. Dia hanya akan menambah suwiran ayam, kacang dan juga daun bawang. Dan kali ini Xena malah memberikan ide berlian untuk bubur buatannya yang baru. Wanita itu meminta Xena untuk menyebutkan dimana dia menyimpan abon. Doa akan menambahkan abon dan juga suwiran ayam seperti biasanya. Lalu membuat satu teh hangat untuk Zeehan. Malam ini, Cilla ingin Zeehan makan malam dengan masakannya. Semenukan abon yang dia maksud, Cilla pun menaburkan lumayan banyak.abok di atas buburnya. Barulah dia pergi ke arah kamar Zeehan untuk mengantar makan malam. Disisi lain, Xena yang mendengar hal itu cukup sesak. Tapi disini Xena mencoba untuk tersenyum, seberat apapun masalah yang dia hadapi dia Xena pasti bisa melewatinya dengan baik. Bahkan Xena yakin rasa sesak yang dia rasakan, hanya sementara jika Zeehan capek doa akan berhenti dengan sendirinya. Yang terpenting bagi Xena hanya satu, tidak mempedulikan Zeehan dan juga Cilla ketika mereka bersama. Menyelesaikan masakannya, Xena pun menata rapi menu makan malamnya dengan rapi. Ada banyak menu kali ini, udang goreng tepung, tumis cumi, capcay dan juga kentang kering pedas. Sambil menuangkan air minum pada gelas yang kosong dan sudah disediakan oleh mbok Yem. Satu persatu penghuni rumah ini pun turun, begitu juga dengan Zeehan yang ikutan turun bersama dengan Cilla. "Hati-hati sayang." kata Cilla. "Iya. Iya. Ini juga pelan. Lagian pusingnya juga sudah hilang kan, tadi juga habis minum obat." Cilla tertawa kecil, dia pun langsung menuntun Zeehan hingga ke kursi makan. Cilla juga duduk di samping Zeehan dan mulai melayani pria itu. Xena memilih pergi, mengambilkan makan malam untuk dirinya, Kimora dan juga mbok Yem. Pembantu yang usianya lebih tua darinya itu, suka sekali bermain ke paviliun Xena dan bermain dengan Kimora. Apalagi jika Xena sibuk mengurus rumah, dan Kimora tidak ada yang menjaga. Tentu, Xena meminta bantuan mbok Yem untuk menjaga Kimora dan mengajaknya bermain. "Hmm, kalian lagi main apa sih kok seru banget." kata Xena yang baru saja datang dengan nampan yang penuh. Kimora dan mbok Yem menoleh. Apalagi Kimora yang langsung berlari ke arah Xena dan menunjukkan tulisan angka dan juga gambaran abstrak. "Bun … Kim lagi gambar ikan." kata Kimora. Xena tersenyum, dia pun menaruh makanan mereka dan menatap gambaran Kimora. Ada banyak ikan dan juga hitungan angka dari satu hingga sepuluh. "Wow hebat!! Anak Bunda hebat banget ya." kekeh Xena menarik kertas gambarnya dan menyimpannya di atas meja kecil. "Sekarang, ayo kita makan malam dulu. Bunda udah bawain makanan kesukaan kamu loh." Kimora bertepuk tangan, dia pun meminta Mbok Yem mendekat dan ikut makan malam bersama dengan mereka. Tanpa mereka sadari, jika ada sepasang mata yang tengah memperhatikan mereka bertiga sejak tadi. To Be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD