Part 19

1221 Words
---------***-------- "Buka hatimu Zhi" "Aku tak pernah menutupnya" "Tapi kenapa suami kamu masih belum bisa masuk" "Entahlah, aku tak mengerti" "Dilihat dari cerita kamu semua pasti mengira kamu tersakiti, pada dasarnya kamu yang amat berpotensi menyakiti suami kamu dengan hati kamu yang beku" "Dia tidak mencintaiku, dimana posisiku hingga bisa kamu sebut akan menyakitnya" "Kita tidak tau hati manusia Zhi" "Dan tak ada yang tau juga bagaimana hatiku kedepannya" "Jika hatimu tetap sama" "Aku akan mundur teratur" "Jika suamimu mengizinkanmu kemana pun" "Tak ada yang bisa melarangku. Apalagi kepergianku untuk kebaikannya" "Apa kau tak memikirkan bayi kecil yang selama ini kamu besarkan dengan kasih sayang dan cinta. Aku yakin kamu bisa melepaskan diri dari suami kamu, tapi aku tak yakin kamu bisa melepaskan diri dari mahluk mungil itu" Zhi mendesah sembari memperhatikan sikecilnya yang tengah terlelap, namun sepertinya mahluk kecil itu belum begitu terlelap, karna tangan kecilnya masih setiap dimimiknya, Zhi kadang geli sendiri akan tingkah putranya itu, namun ia juga tak tega untuk menghentikan aktivitas mahluk kecil itu. Anak kecil itu sudah banyak kehilangan hal dimasa kecilnya, termasuk Bunda wanita yang melahirkannya, Zhi tak mau ia benar-benar kehilangan semuanya, meski tak bisa menyusuinya karna memang bukan wanita yang melahirkannya, setidaknya Zhi ingin membuat bayinya itu merasakan apa yang biasa bayi lakukan. Hal lumrah yang dilakukan putranya itu, dimana seorang anak akan memainkan mimik ibunya kala hendak terlelap. Ucapan Amara tadi siang selalu mengiang ditelinganya. Tadi ia menghabiskan waktu dengan keempat sahabatnya, Angga, Amara, Rara dan Zidan. Keempat sahabatnya lima dengan Zhi, sudah bersahabat dari bangku menengah pertama, mereka berpisah dibangku kuliah karna ingin mengambil jurusan sesuai cita-cita masing-masing, walau begitu, semuanya selalu menyempatkan bertemu, dan kala bertemu akan dipastikan kelimanya lupa waktu. Mengenai ucapan Amara, wanita itu menyampaikan pemikirannya, dan Zhi membenarkannya, mungkin Zhi bisa melepaskan diri dari Atth satu hari nanti, tapi tidak dengan mahluk mungilnya dihadapannya saat ini, ia teramat menyayangi dan mencintai anaknya itu, walau ia tak tau sakit mengeluarkan putranya itu, namun ia tau bagaimana mahluk kecil itu tumbuh hingga saat ini. Tangisnya saja bagaikan nyanyian ditelinga Zhi apalagi kekehan lucunya. Zhi menoleh kearah suaminya yang baru saja beranjak dari meja kerjanya, bukan berjalan kearahnya, laki-laki itu malah berjalan kearah pintu kamar mereka. Walau memiliki ruang kerja sendiri, namun akhir-akhir ini Atth lebih memilih mengerjakan tugasnya didalam kamar walau harus berebutan laptop dengan mahluk kecilnya, karna sering kali saat Atth tengah fokus, sikecilnya memanjat tubuh Atth dan mengambil alih laptop Ayahnya itu, bahkan beberapa hari lalu, Atth merelakan dirinya begadang selama dua malam, karna entah apa yang sikecilnya pencet sehingga semua datanya hilang, Zhi sudah memperingatinya agar bekerja diruangan kerjanya saja, namun Atth pasti memiliki alasan tersendiri kenapa ia lebih memilih bekerja dikamarnya ketimbang diruang kerjanya, salah satunya mendengar ocehan anaknya atau interaksi keduanya orang yang kini mengisi harinya. Lama Atth tak kembali, Zhipun membenarkan posisinya, melepaskan pelan tangan kecil putranya dari mimiknya, dan membenarkan posisi mahluk kecilnya itu, setelahnya iapun menyusul sang suami. "Kenapa disini malam-malam begini kak"Zhi berucap setelah mendapati sang suami duduk dibangku taman mereka hanya diterangi sinar rembulan "Dan kenapa lampunya dimatikan"sambung Zhi karna biasanya ia tak pernah mematikan lampu yang ada ditaman tersebut. Att menepuk bangku disebelahnya "duduk" gumannya pelan, walau boleh dikatakan didalam kegelapan, Zhi masih bisa melihat, ada sesuatu yang tengah Atth pikirkan. Zhi duduk tepat disamping suaminya. Atth memutar posisinya, hingga kini posisi keduanya berhadapan, Atth mengulurkan tangannya kearah d**a Zhi membuat wanita itu salah tingkah. "Kau benar-benar seperti Ibu yang tengah menyusui Zhi. Perhatikan lagi pakaianmu bila hendak keluar"guman Atth membenarkan dua kancing piyama Zhi yang terbuka, dikegelapan malam, putih kulit Zhi tampak menyilaukan dimata Atth apalagi wanita itu tengah memakai piyama berwarna hitam. "Maaf" guman Zhi tak enak "Tidak perlu minta maaf selagi aku yang melihatnya. Aku suami kamu, apapun atas dirimu adalah halal bagiku untuk melihat bahkan lebih dari melihatnya"guman Atth mengubah posisinya seperti semula, ia menatap bulan diatas langit yang tengah tersenyum dengan cahaya indahnya. "Tadi ketemu siapa aja" Atth berucap sembari menatap lurus kearah langit "Sahabat dari smp kak"jawab Zhi tampak kaku, sepertinya aktivitas dan kata Atth mempengaruhinya "Hmpz"Atth bergumam, dan setelahnya hanya keheningan yang menyelimuti keduanya "Sebenarnya penikahan semacam apa ini Zhi"itulah yang Atth ucapkan, memecahkan keheningan yang menyelimuti keduanya "Kita tak ubahnya dua orang asing yang terjebak dalam satu atap. Suami istri diatas kertas. Suami istri dimata manusia. Tapi nyatanya, apa yang kita lakukan dengan status kita" "Disadari atau tidak, apa yang kita lalukan sangat jauh dari arti pernikahan yang sesungguhnya. Pernikahan, berumah tangga adalah ibadah paling lama anak manusia, tapi setahun ini, bukan ibadah yang kita lakukan, dan bukan amal yang kita dapat melainkan kebalikannya" "Baru sadar"guman Zhi pelan membuat Atth menatap cepat wanitanya itu "Maksudmu" Zhi terkekeh akan pertanyaan suaminya. "Ya, yang kakak katakan semuanya benar. Lalu apa yang harus kita lakukan. Memulai dari awal, awal kita akhiri"Zhi tampak santai dengan ucapannya berbeda dengan Atth, mimik mukanya berubah mendengar penyataan blak-blakan istrinya "Apa ada laki-laki diluar sana yang tengah menunggumu"tanya Atth penuh selidik "Kok nyambungnya kesana. Ingat yang kita obrolkan saat ini adalah tentang penikahan kita, bukan tentang cinta lain yang ada didalam pernikahan kita"jawab Zhi malas "Bisa jadi" "Bisa jadi apa"tantang Zhi "Karna selama ini kamu terlihat biasa saja, dalam arti saat aku bercerita tentang Bunda Azril, saat aku bercerita bagaimana dia, ngak ada tanggapan berarti dari kamu" "Maaf bukan kakak kegeeran, tapi kakak bisa merasakan perhatian kamu pada kakak, entah itu perhatian apa, tapi biasanya jika ada perempuan yang berprilaku sama seperti kamu terhadap kakak, ia pasti akan menunjukkan reaksi saat kakak, yang notabene suaminya masih mengingat masalalunya. Tapi kamu enggak" "Karna aku mengerti kak. Aku mengerti tidak mudah mengihlaskan sesuatu, apalagi sesuatu itu nyawa yang kita cintai. Aku juga mengerti bagaimana hancurnya seseorang, jika apa yang tengah mereka bangun harus roboh sebelum jadi. Aku mengerti tak mudah menerima takdir yang ada, entah itu mengikhlaskan ia yang pergi atau menerima ia yang datang. Dan aku mengerti, semua orang berbeda dalam mengenang masalalu, ada yang berupaya melupakan, ada pula yang ingin hidup dengan kenangannya, semua tergantung individu, dan aku mencoba memahami apapun yang ada disekitarku. Hanya itu" "Jika reaksiku kakak sangkut pautkan dengan hal lain, aku bisa apa, tapi hal yang menjadi pantanganku adalah menghianati janji yang sudah aku ucapkan. Aku berjanji setia padamu dihari pernikahan kita, itu bukan omong kosong semata, kalaupun aku memilih mundur akan pernihakan kita, mungkin itu jalan terbaik untuk kita, dan percayalah, jalan itu aku pilih bukan untuk bersama laki-laki lain"Atth terpana akan jawaban istrinya, namun ada yang aneh, Zhi mengatakannya sembari tersenyum kecut, seolah ia paham betul apa yang Atth rasakan dan ia pernah berada diposisi yang sama. Atth tak berucap lagi setelahnya, yang ia lakukan hanya diam ditempatnya dan kembali mengadahkan wajahnya kearah rembulan, untuk beberapa saat keheningan kembali menyelimuti keduanya "Aku tak ingin menikah lagi Zhi. Jadi bisakah kamu membantuku membuka jalan untuk rumah tangga kita" itulah kata yang keluar dari mulut Atth membuat Zhi membeku ditempatnya. Ia tak menyangka akan mendapat pertanyaan ini dari suaminya, suami yang ia pikir masih hidup dengan masalalunya. Namun entah dorongan dari mana, kata "iya"lah yang keluar dari mulutnya sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu, dan beberapa detik setelahnya, ia merasakan tangan Atth merengkuh tubuhnya, detik berikutnya iapun sudah berada dalam pelukan laki-laki yang sudah setahun ini berstatus suaminya. Deg Deg Mungkinkah hati itu tak pernah mati. Batin Zhi menghirup aroma khas suaminya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD