-----***-----
Atthar Pov
Semenjak malam dimana aku meminta Zhi membantu membuka jalan untuk pernikahan kami, Zhi memang sudah mulai terbuka, dalam arti kami sudah tidak lagi tampak seperti orang asing yang tinggal dibawah atap yang sama, walau kadang aku masih merasa ada waktu-waktu tertentu, Zhi tampak tak ingin diganggu. Dan sampai saat ini apapun yang aku lakukan Zhi juga tak pernah protes, salah satunya mencium keningnya sebelum dan saat pulang bekerja, atau sesudah sholat berjamaah. Dan hanya itu kontak fisik yang kami lakukan, selebihnya kami masih sama seperti dulu walau tidur diranjang yang sama. Bukan. . . Bukan Zhi tidak mau memenuhi kebutuhan biologisku, tapi aku sendiri yang tak pernah memintanya melakukan itu. Entahlah!!! Walau aku tau, aku menginginkannya, namun masih ada yang mengganjal untuk melaju ketahap itu, karna aku masih belum begitu mengenal siapa istriku sendiri.
Walau sudah mengalami kemajuan dihubungan kami, namun bukan berarti aku leluasa mempertanyakan apa dan bagaimana dirinya, apalagi urusan cintanya, aku tak ingin ia ilfeel karna terlalu ingin tahu, padahal dirinya sendiri tak pernah menanyakan apapun tentangku.
Tentang sikecil kami, ia tumbuh dengan sehat, ditangan yang benar membuat anak itu tumbuh layaknya anak pada umumnya. Cekikikannya semakin sering aku dengar, dan teman setianya jangan ditanya. Pasti Ibu tercintanya.
"Halangan"ucapku melihat Zhi yang sedari tadi hanya bersandar dikaki sofa. Aku duduk tepat disamping kepalanya. Ia menganggukkan kepala sebagai jawabannya. Selama menikah ini kali keempat aku melihatnya kala datang bulan. Dan selalu seperti ini. Kasian!!! Pasti, tapi setiap kali diajak kedokter dia selalu menolak.
Aku meraih kepalanya dan meletakkannya dipangkuanku. Perlahan aku memijit pelan kepalanya, entah ada ngaruhnya atau tidak pada apa yang ia rasa, aku juga tak mengerti, ia tampak memejamkan matanya akan apa yang aku lakukan.
Melihat aku yang tengah menyentuh Ibunya, mahluk mungil yang tadi asik dengan mainannya kini berjalan kearah kami. Aku menggeleng bermaksud agar ia tak mendekat, namun yang namanya bocah, mana ia tau dengan kode yang aku berikan, kalau ia sudah mendekat, aku yakin Ibunya akan kembali terbangun, walau sebenarnya aku tak yakin ia kini tengah tidur.
"Mbu bobok"tanyanya menganggukkan kepala kecilnya, aku mengangguk dan memberi isyarat diam padanya.
"A. . . Ajil nak bobok tama Mbu" rengeknya membuatku mengucap dalam hati, karna setelah mengucapkan keinginannya, pantai kecilnya langsung menemplok dipangkuan Zhi yang duduk bersimpuh, dan benar saja, Zhi kembali membuka matanya, bukan marah ia malah tersenyum lembut, membenarkan posisi sikecil diatas tubuhnya. Setelahnya tampak anak itu menempel manja sembali melingkarkan tangan kecilnya ditubuh Ibunya tersebut. Jika ada potografer, aku pasti sudah memintanya mengabadikan moment kami saat ini. Dimana aku yang tengah memangku kepala Zhi, dan Zhi yang tengah mendekap anaknya dengan penuh kasih.
Tak mau melewatkan moment ini begitu saja, aku Merogoh saku celanaku, dan memotret pemandangan yang menurutku sangat menyejukkan. Aku meng'upload poto tersebut kemedia sosial intagramku yang bernama Atthar_Alfariq. Beberapa menit kemudian banyak yang berkomentar. Banyak yang mempertanyakan siapa perempuan itu, karna yang mereka tau istriku sudah meninggal, kebanyakan pengikutku adalah teman semasa sekolah dan juga mahasiswa/i ku. Aku memang belum pernah meng'upload poto pernikahanku dengam Zhi, makanya wajar mereka mempertanyakan siapa wanita yang kini menyandarkan kepalanya pangkuanku dan tengah mendekap sikecil kami.
Aku meng'upload dengan latar hitam putih, karna aku tak mau orang mengetahui aurat istriku, yang nampak hanya kakiku, wajahnya dan tangannya yang tengah memeluk putraku. Aku mengabaikan beberapa komentar mahasiswiku yang kepo, karna sebagian tau jika aku sudah menikah lagi, namun lebih banyak maru yang tidak tau sama sekali, karna perkenalan dengan maru aku tak pernah memperkenalkan statusku, aku hanya menyebutkan nama dan lulusan, terlalu lebay rasanya mengatakan saya sudah berkelurga dan memiliki satu anak walau tampang masih lumayan untuk membujang, tapi bagi yang jeli/teliti pasti sudah bisa menebak aku bukan bujangan lagi, dan yang berkomentar whaat Bapak ganteng udah punya babyy ingin rasanya membalas, scrolllll kebawah, ada beberapa poto anakku tapi urung ku lakukan malas.
Entah memang mahasiswi alay atau memang tak tau aku juga tak mengerti, karna itu aku memilih mengabaikan komentar mahasiswi dan membalas beberapa Komentar teman dekatku semasa kuliah atau saat sekolah.
Caption Ibu dan anak rasanya sudah menyampaikan apa arti poto itu. Namun ya namanya netijjjen jaman now, kepo akutnya berbahaya.
Beberapa pesan line dan whatshapp masuk, dan pertanyaannya sama. Akupun menjelaskan siapa Zhi, mereka tak percaya aku bisa menikah setelah dua minggu kematian wanita yang aku cintai. Namun apa daya, kenyataan berkata lain. Walau saat itu aku sendiri tak percaya akan apa yang aku lakukan. Tapi percayah aku tak pernah menyesali apa yang sudah Allah jalankan untukku. Setelah membalas pesan temanku, aku meletakkan ponselku ke meja dan perlahan memindahkan kepala Zhi dari pangkuanku. Pegal!! Ya. . Namun bukan itu yang membuatku memindahkan kepalanya, aku ingin memindahkan sikecil dari dekapannya, aku tau apa yang ia alami saat datang bulan, pasti posisi sikecil didekapannya membuat tubuhnya semakin tak nyaman.
Zhi membuka matanya saat aku mengambil sikecil dari dekapannya.
"Tidur disana Zhi, kakak hanya mindahkan sikecil"ucapku menunjuk kasur yang memang ada diruang keluarga, lebih tepatnya kasur santai, tempat biasa keduanya istirahat kala siang hari.
"Sini aja" ucapnya naik keatas sofa. Akupun tak melarangnya. Aku membawa tubuh kecil putraku kekasur dan meletakkannya pelan, setelahnya aku kembali kesofa dan kembali duduk seperti semula, aku kembali mengambil kepala Zhi, meletakkannya dipangkuanku. Dan ia kembali memejamkan matanya. Satu lagi yang aku tau tentang wanita ini, ia lebih Lebih banyak menutup mata kala tengah sakit. Entah tidur atau tidak yang jelas ia lebih sering melakukan hal itu.
Aku kembali meraih ponselku, lumayan banyak pemberitahuan masuk. Salah satunya yang membuatku merutuki kebodohanku. Adalah aku lupa, satu diantara 3k lebih pengikutku adalahnya adik alm.
@VioVii memberi komentar pada kiriman anda.
@Atthar_Alfariq jangan buat cuci otak anak itu sehingga kelak lupa siapa yang melahirkannya. Selamat, ternyata cinta yang selama ini kau beri untuk kakakku hanya cinta yang semu, karna belum genap dua tahun kepergian kakakku, kau sudah jatuh cinta pada wanita perebut suami orang itu. Mmp apa istilahnya Palakor. Itulah tulisan komentar Viona
Astaga, batinku. Tapi kometar Viona langsung dibalas oleh akun yang tidak memiliki profil, namanya juga tak jelas
@VioVii Anda tidak mengenal siapa wanita dipoto itu, jadi mohon kondisikan komentar tak bermoral Anda. Dia menikah setelah kematian kakak Anda. Dimana judulnya dia seorang palakor atau apalah sebutan bahasa anehmu itu . Kak @Atthar_Alfariq, Aku mengenal dengan baik wanita itu, aku tak menyalahkan kakak kalau baru saat ini mengunggah potonya, karna kak Zhi juga paham bagaimana keadaan kakak. Tapi tolong, hapus komentar manusia ini @VioVii. Aku tak mau orang berpikir buruk pada Kak Zhi hanya karna bacot tak jelasnya tq.
Aku membuka akun yang membalas komentar Viona, dan tak ada satu unggahan poto sama sekali diakunnya. Tapi saat aku membuka siapa yang ia ikuti. Akun Zhi adalah Tiga dari mana akun yang ia ikuti.
Aku mengirim pesan padanya setelah mematikan kolom komentar dipoto yang aku unggah. Dari pada bertambah panjang ceritanya, mending matikan kolom komentar. Dah kayak artis haha
Aku bertanya apa dia mengenal Zhi dan dengan cepat ia menjawab mengenal. Setelahnya aku bertanya dimana dan ia kembali menjawab. Tanpa sadar kami sudah berkirim pesan hampir tiga puluh menit. Namun saat aku mulai bertanya siapa Zhi dan bagaimana kehidupan Zhi. Ia menolak menjawab pertanyaanku. Katakanlah aku gila. Baru saja mengenal sudah bertanya macam-macam. Tapi tak masalah rasanya, yang aku tanya juga bukan tentangnya, tapi istriku. Namun apa daya, ia tampak seperti sudah diintruksikan agar tidak menjawab pertanyaanku. Katanya "kakak suaminya, kakak berhak tau apapun itu dari kak Zhi sendiri. Bukan dari saya, saya hanya penggemarnya. Wassalam"
Itulah kata terakhirnya. Dan eeets s kata sebelum wassalam ada kata penggemar. Aku kembali mengirim pesan apa maksud penggemar, namun ia menjawab dengan emot. Menyebalkan pikirku.
Meletakkan handphoneku, aku dan menatap wajah wanita yang kini tampak damai terlelap dipangkuanku. Aku mendesah pelan, kulit kami saja bersentuhan saat ini, bagaimana ceritanya jika aku tak tau apapun tentangnya. Aneh tapi nyata. Itulah aku dan wanita dipangkuanku.
Aku menyisipkan anak rambut yang menutupi pipi putihnya. Entah karna terganggu akan aktivitasku, iapun tampak bergerak dengan mata terpejamnya. Ia mengubah posisi kini membalik badannya, hingga wajahnya tepat dedepan perutku. Seolah belum menemukan kenyaman, ia kembali mencari posisi amannya, dan ternyata posisi amannya menenggelamkan wajahnya tepat dipusarku. Aku tak masalah, yang bermasalah kalau Kalau lama seperti ini adalah yang dibawah pusar. Jangan katakan aku m***m, aku hanya mengatakan ini reaksi normalku sebagai laki-laki tulen.