--------------******--------------
Aku memang bukan belatar belakang pendidikan agama, namun mengapa aku memilih mengajarkan iqro?? Mungkin itu yang ada dipikiran Kakak saat ini. Bukan, bukan hanya Kakak yang merasa aneh akan hal yang aku pilih, tapi banyak orang yang merasakan hal yang sama dengan Kakak.
Bukan jurusan kok sok-sokan mau ngajari iqro!!! Pemikiran seperti itu pasti terlintas dipikiran orang atas apa yang aku ajarkan berbanding terbalik dengan gelarku. Kakak bisa jadi salah satu orang yang memiliki pemikiran ini.
Aku tak menyalahkan apapun pemikiran orang akan diriku. Jurusan lain, yang diajar lain. Tapi satu yang mereka harus ingat, ingat jika Aku Islam, dan kitabku Al-Quran. Jurusan apa bukan, kita punya kewajiban mempelajari dan menyampaikanya pada orang lain.
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya."
Aku masih belum merasa menjadi orang baik, sesuai hadist tersebut, namun aku selalu berdo'a, semoga apa yang aku ajarkan mendapatkan balasan dihari kemudian.
Aku hanya mengajar iqro, memperkenalkan huruf hijaiyah, mengajarkan tata cara sholat dan bacaannya, mengajarkan surah pendek semampu yang aku bisa. Kenapa aku memilih mengajarkan hal yang dianggap sebelah mata oleh orang zaman sekarang!!!
Jawabnya
Huruf hijaiyah, sampai akhir zaman akan tetap sama, begitupun tata cara dan bacaan sholat, pun surah-surah pendek yang aku ajarkan. Satu anak yang aku ajarkan dan ia mengenal huruf hijaiyah itu, jika kelak ia kembali mengajarkannya kepada anak keturunannya, maka amalan huruf hijaiyah yang aku ajarkan akan kembali mengalir kepadaku. Begitupun hal lainnya. Walau semua ilmu akan mendatangkan amal bagi yang mengajarkannya, namun ada beberapa teori yang akan berubah, sehingga ilmu yang disampaikan akan terputus berganti teori baru, teori saat ini belum tentu akan sama dengan teori yang diajarkan dua puluh tahun kelak, namun huruf hijaiyah akan tetap sama sampai akhir zaman. Alif akan tetap berbentuk lurus, Ba' akan tetap memiliki titik satu dibawah, Ta' akan tetap memiliki titik dua diatas, begitupun Ya' yang memiliki titik dua dibawah.
Sama halnya dengan Kakak, Kakak bisa meng'imami orang-orang yang bahkan diantaranya, umur mereka jauh lebih tua dari Kakak. Apakah Kakak memiliki latar belakang pendidikan Agama, sehingga Kakak sendiri bisa menjadi imam bahkan kadang Kakak mengisi kultum. Jawabnya hanya Kakak yang bisa menjawabnya. Yang aku tau tidak, Kakak juga tidak memiliki latar belakang pendidikan agama.
Aku adalah madrasah pertama untuk anakku, dan ilmu pertama yang ingin ajarkan pada anakku adalah ilmu agama yang ia anut. Zaman semakin maju, banyak orang tua yang lebih menginginkan anaknya mengenal kemajuan Zaman, ketimbang keyakinan yang ia anut, seperti mengalkan bahasa asing dari dini dan lain sebagainya, tidak denganku, bagiku ilmu agama untuk anakku adalah bekal terbaik yang ingin aku berikan, akhirat itu pasti, dunia ini sementara. Anggap saja aku aneh, karna pada dasarnya aku memang aneh, pemikiranku jauh berbeda dari kebanyakan orang, karna itulah mungkin orang melihatku dengan pandangan anehnya.
Bagiku mengajar itu adalah belajar. Kembali belajar apa yang sudah aku lupakan, belajar apa yang belum aku ketahui, dan mendalami apa yang sudah aku ketahui. Dan aku memilih mengajar anak-anak belajar membaca iqro, karna disana aku juga menemukan ketenangan jiwa.
Atth tersenyum sembari menatap lembut wajah istrinya yang kini tampak damai dalam tidurnya. Perkataan Zhi tadi siang menggiang ditelinganya.
Tadi, wanitanya itu tampak sibuk dengan berkas dihadapannya, saat Atth bertanya apa yang tengah ia lakukan, wanitanya menjawab mencari absen saat kuliah. Ada-ada saja pikir Atth. Sembari melihat sang istri mencari yang ia cari, Atthpun tergelitik untuk membaca apa saja yang ada diberkas yang ada dihadapan istrinya itu, ternyata tumpukan map dihadapan istrinya itu berisi riwayat pendidikan wanitanya itu, mulai dari Tk, sampai dengan sarjana, dan masih banyak hal lainnya. Atth sebelumnya tau istrinya itu memang mengajar sebagai guru iqro, atau yang lebih mudah dipahami, istrinya itu guru mengaji, namun diijazahnya ternyata wanitanya itu tidak bergelar pendidikan islam atau agama. Jujur Atth tak mempermasalahkannya, tapi sepertinya Zhi salah dalam menilainya. Jika boleh jujur, Atth boleh bangga, ditengah kemajuan zaman, sangat sedikit orang yang peduli akan agama. Banyak mengaku islam, tapi sampai tua buta akan agamanya, mengaku Al-quran sebagai kitabnya, namun perbedaan Ba' dan Nun, Sin dan Syin pun tak mengerti. Istrinya yang mengaku ilmunya sedikit ingin mengabdikan dirinya dijalan Tuhan, rasanya ada kebanggaan tersendiri dalam diri Atth. Dan selama menikah, Atth juga melihat, walau tak begitu kentara, namun Atth bisa melihat istrinya itu seorang yang fanatik akan agama mereka. Mengaji tampak sebagai rutinitasnya diselanya kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, walau tak setiap waktu, namun dalam sehari atau paling lama dua hari sekali, istrinya itu sering ia lihat membaca kitab suci itu. Namun begitu sampai hari ini, Atth sendiri tak pernah mendengar suara istrinya saat mengaji. Tapi sering mendengarkannya melantunkan bacaan surah pendek kala mengajarkan sikecil mereka. Qori sepertinya bukan, tapi suaranya cukup menyejukkan hati siapa yang mendengarnya. Begitulah penilaian Atth kala mendengar istrinya membacakan surah-surah pendek pada putra mereka. Seperti kata wanitanya tadi siang, dirinya madrasah pertama bagi anaknya, dan semenjak bayi, anaknya itu sudah sering mendengarkan lantunan surah-surah pendek dari ibunya itu, seiring bertambahnya usia, kini putra kecil mereka kadang sudah bisa mengikuti apa yang ibunya baca meski dengan bahasa antah berantahnya.
"Apalagi hal yang mengejutkan lainnya Bu. Ayah tunggu kejutannya. Semoga tidak ada yang akan membuat Ayah kecewa" Atth mencium lembut kening istrinya sebelum akhirnya ikut terlelap, menyusul anak dan istrinya kealam mimpi.
-------------****-----------
"Mbu Mbu memen memen"
"Ngak ada permen sayang. Dah habis"Zhi mengambil beberapa barang yang ingin ia beli dan memasukkannya ke'keranjang kecil ditangannya
"Tututuuuu memen"sikecil tampak geram akan kebohongan Ibunya. Jelas-jelas mata kecilnya menangkap setumpukan permen diujung sana, Ibunya malah mengatakan tidak ada permen.
"Itu udah ngak boleh dimamam nak, atit piyut"ucap Zhi berusaha mengendalikan sikecilnya yang tengah bergerak tak beraturan digendongannya, bahkan jilbabnya pun sudah tak berbentuk karna ulah putranya itu. Memang benar yang dilihat sikecilnya adalah permen, tapi sikecilnya tidak dalam keadaan diperbolehkan memakan manis tersebut.
"Aukk emen Ambuuuuu"sikecil mulai menjerit karna keinginannya tak kunjung diiyakan oleh Ibunya itu
"Iya sayang, jangan teriak-teriak hmpz"Zhi meletakkan barangnya lalu fokus mendiamkan jagoan kecilnya itu.
"Ajil auk ememen Mbu"sikecil menangis pilu membuat Zhi tak enak hati, namun dokter tak membolehkan anaknya itu makan permen setelah pernah anaknya itu terkena batuk selama hampir dua minggu setelah memakan permen tersebut. Aneh pikir Zhi, tapi apa boleh buat, ia menang tak mengerti tentang dunia medis.
Zhi
Panggilan itu mengalihkan perhatian Zhi yang tengah sibuk dengan sikecilnya, Zhi mencari tempat yang sekiranya aktivitas sang anak tak terlalu mengundang perhatian orang banyak. Bukan hanya Zhi, sikecilpun menoleh kearah sumber suara.
"Zidan" guman Zhi pelan menyambut uluran tangan laki-laki yang ia panggil Zidan tersebut
Iiiiii
Sikecil menjerit sembari menjauhkan tangan Ibunya yang tengah berjabat tangan dengan sahabatnya itu.
"Sayang, ngak boleh gitu nak. Salim sama Oom dulu"ucap Zhi lambut, sementara sang anak malah menyumputkan kedua tangannya
"Maaf Zi"ucap Zhi pelan sementara laki-laki yang ia panggil Zi hanya tersenyum maklum
"Berapa bulan Zhi" ucap laki-laki yang panggilannya sama dengan Zhi tersebut
"Setahun lebih Zi. Tumben kemall sendirian"
"Kebetulan dekat dari kampus, ada keperluan yang mau dicari, kamu yang ngapain sendirian disini. Mana bawak bayi lagi. Suami kamu mana"tanya Zidan yang tak lain adalah salah satu sahabat Zhi
"Suami dalam perjalanan Zi. Tadi udah bilang bakalan nyusul"jawab Zhi kini menimang anak yang ada dalam gendongannya. Sementara sikecil tampak menampakkan wajah tak bersahabatnya pada Zidan
"Kayaknya dia ngak suka sama aku Zhi"ucap Zidan mengelus pelan kepala kecil yang ada digendongan Zhi. Seakan benar adanya sikecil itu tak menyukainya, hanya beberapa kali elusan dikepala kecil itu, kini tangan Zidan dikibas tak suka oleh tangan kecil tersebut.
"Maaf Zi"ucap Zhi tak enak akan perlakuan anaknya tersebut
"Dia memang gitu pada orang yang baru dikenal"sambung Zhi mengusuk pelan kepala putranya
"Kamu benar-benar seperti Ibunya Zhi. Beruntung sekali dia punya Ibu seperti kamu" ucap Zidan memandang lembut pada wanita yang tengah memenangkan anak dalam gendongannya tersebut.
"Dia memang Ibunya bukan"jawaban atas ucapan Zidan terdengar begitu penuh tekanan, namun jawaban itu bukan keluar dari mulut Zhi, melainkan laki-laki yang entah kapan berada tak jauh dari ketiganya
"Ayaaa"sikecil itu berucap tanpa mengubah posisi nemenpelnya di d**a sang Ibu
"Kakak"guman Zhi pelan menyalam sang suami
"Zidan ini Ayahnya sikecil" sambung Zhi mengenalkan Zidan pada suaminya tersebut. Dan keduanya pun tampak berjabat tangan
"Zidan"ucap Zidan memperkenalkan nama, begitupun Atth. Setelah acara perkenalan keduanya, kini Zidanpun pamit meninggalkan pasangan yang serasi pikirnya, namun ditolak oleh hatinya.
"Kenapa telpon Ayah ngak diangkat"jawab Atth kini tampak menenteng belanjaan istrinya masuk kedalam mobilnya
"Maaf Kak. Tadi sikecil rewel. Telpon juga mode diam"jawab Zhi pelan, membenarkan posisi sikecil yang kini mulai terlelap digendongannya
"Ngak keasikan ngobrolkan. Sampai lupa angkat telpon Ayah"ucap Atth membukakan pintu mobil untuk wanitanya itu
"Maksud Kakak"ucap Zhi saat keduanya sudah berada didalam mobil
"Lupakan"ucap Atth melaju mobilnya, setelahnya sampai dirumah keduanya hanya diselimuti keheningan. Zhi tau suaminya sedang dalam mood yang buruk, makanya ia hanya diam membuat Atth semakin kesal akan wanitanya itu.