"Amam Mbu"sikecil merengek sembari memeluk kaki ibunya yang kini tampak mengambil makanan
"Yang sabar sayang. Ini Ibu ambil sayurnya"jawab Zhi lembut mengusap kepala sang anak kilat
"Tak uuk ayul"sikecil itu menggelengkan kepalanya diantara kedua lutut sang ibu
"Pokoknya hari ini Azril harus mamam sayur, ngak ada ngak mau, Ibu kasian liat kamu kesakitan kalau mau eek" guman Zhi tak terbantah
"Emang dia ngerti Zhi"Amara menampilkan wajah tak mengertinya akan Ibu dan anak dihadapannya
"Insya Allah Ra' "jawab Zhi membawa sang anak kedalam gendongannya
"Dan kamu ngerti apa yang tadi dia katakan"kali ini Raralah yang mengeluarkan suaranya
"Ngerti"guman Zhi pelan dan ikut duduk disamping dua sahabatnya.
"Luar biasa"kagum Rara sembari bertepuk tangan
"Saat jadi seorang Ibu kamu akan menjadi segala hal. Menjadi penyanyi, menjadi orang bodoh, menjadi orang nyenyes, menjadi anak kecil halnya dia, termasuk menjadi penterjemah bahasa planetnya dia. Seakan fitrahnya, kita akan mengerti sendiri apa yang ia katakan ataupun apa yang ia inginkan" jawab Zhi kini tampak menyendokkan makanannya
"Oo"Rara bergumam sembari menatap gemas mahluk kecil diatas pangkuan Ibunya itu
"Sama ounty ya"pintanya mengulurkan keduanya tangannya, namun dengan cepat ditepis tangan kecil itu membuat Zhi dan Amara terkekeh
"Tak auk ayul Mbu"sikecil mengunci mulutnya setelah mengucapkan keinginannya, Zhi menghela nafasnya berat dan menyingkirkan semua sayur yang sudah ia ambil dari piringnya. Setelahnya barulah putranya itu mau menyantap makanannya. Bukan maksa sang anak harus makan sayuran, tapi ia kasian melihat putranya itu selalu mengalami sulit buang air, makan pepaya ia jug enggan, buahan lainnya juga ia kurang mau memakannya.
"Ayahnya mana"tanya Rara menoel-noel pipi bakpau sikecil yang tengah asik mengunyah
"Mau ketemu Ayahnya ya. Ayahnya pasti ganteng. Liat anaknya"canda Amara, Zhi hanya tersenyum mendengar hal itu
"Ganteng emang. Mang lu kagak liat poto besar didepan"jawab Rara spontan
"Lagian Zhi nikah mendadak. Jadi ngak bisa liat dia dihari pernikahannya. Tadi niatnya kesini juga mau liat wajah lakinya. Ee tau-taunya pergi tu orang"oceh Rara terdengar kesal. Menang sampai saat ini, kedua sahabat didepan Zhi tak pernah melihat langsung wajah laki-laki yang kini sudah menjadi suaminya itu. Bukan Zhi menyembunyikannya, tapi memang tak ada kesempatan untuk suaminya itu bertemu langsung dengan sahabat-sahabatnya. Contohnya saat ini, keduanya datang kerumah, tapi suaminya malah diluar kota selama tiga hari.
"Kalaupun aku kasih jauh-jauh hari. Aku yakin kalian juga ngak bakalan hadir. Jarak kita ngak deka dan juga waktu itu kalian lagi sibuk-sibuknya tesis. Mana mungkin bakalan menghadiri pernikahan aku. Aku juga ngak mau kalian ninggalin tugas kalian hanya demi pernikahanku"jawab Zhi pelan, namun matanya tetap fokus pada mahluk mungil yang kini sudah duduk dihadapannya
"Minum"sambungnya lembut dan membantu mahluk kecil itu dengan memegangkan cangkirnya.
"Iya juga sih"
"Terus apa kegiatan kalian sekarang"Zhi mengambil sisa makanan yang menempel dipinggir bibir anaknya
"Masih cari kerjaan yang cocok. Papa suruh ngajar. Tapi tau sendiri, paling sabar diantara kita ya kamu sama Zidan"sela Amara disambut kekehan oleh Rara, sementara sikecil tampak tak peduli akan obrolan wanita dewasa dihadapannya. Ia masih asik dengan piring yang sudah ia ambil alih. Zhi memang lebih sering menyuapi anaknya itu makan, namun tak jarang pula ia membiarkan sang anak makan sendiri, namun masih dalam pengawasannya tentunya.
-------------****-------------
"Sikecil mana Zhi"tanya Rara saat melihat Zhi keluar kamar dengan tangan kosong, tadi Zhi pamit meninggalkan keduanya untuk membersikan badan sang anak yang sudah dikerubuni nasi.
"Tidur. Memang sudah jamnya"jawab Zhi kembali ikut gabung dengan kedua sahabatnya
"Hmpzz enak kali kamu dapat anak yang ngak rewel, kakak aku, kalau ngak ngamuk dulu anaknya, pasti ngak bakal tidur"kekeh Amara
"Alhamdulillah sikecil ngak gitu Ra' "jawab Zhi bangga, setelahnya ketiga sahabat itu tampak berbincang hangat.
"Maaf ya Zhi, kamu taukan aku keponya akut"ucap Rara pelan dijawab gumaman oleh Zhi
"Kok poto didepan ngak ada poto kamu, malah poto didepan semuanya isinya poto suami kamu dengan Bundanya sikecil. Maaf ya Zhi" tanya Rara mendapat sikutan dari Amara
"Ngak papa. Kayak dengan siapa aja Ra' "jawab Zhi sudah maklum akan kekepoan yang dimiliki sahabatnya itu
"Aku memang meminta kak Atth tak mengubah apapun dari rumah ini. Aku ingin rumah ini nantinya tetap sama saat sikecil beranjak dewasa. Rumah ini memang milik keduanya. Aku tak merasa punya hak untuk merubahnya"jawan Zhi tersenyum penuh arti
"Apa kamu masih belum membuka hati Zhi"kali ini Amaralah yang berucap
"Kamu buka hati mulu yang ditanya"kekeh Zhi
"Karna normalnya, seseorang pasti risih kalau melihat dirumahnya, bukan poto dirinya yang ia lihat setiap hari, melainkan poto orang lain. Orang dimasalalu suaminya"guman Amara pelan, dan ketiganya tampak serius dengan pembahasan mereka kali ini
"Aku rasa kamu jauh lebih paham apa yang aku ucapkan"sambung Amara disambut senyum lembut Zhi
"Tentang perasaanku, aku masih belum bisa bicara banyak Ra'. Tapi apa aku risih, ngak sama sekali. Aku yang orang baru, jadi sadar diri sangat aku butuhkan diposisiku saat ini"jawab Zhi pelan
"Berteman udah puluhan Zhi, tapi aku tak pernah mengerti akan apapun jalan yang kamu pilih untuk hidupmu" cecar Amara, bukan marah, Zhi malah terkekeh
"Aku sendiri juga tak mengerti Ra'. Tapi aku yakin akan apapun keputusan yang sudah aku ambil untuk hidupku adalah jalan terbaik untukku dari Tuhan"jawab Zhi dengan penuh keyakinan
"O ya Zhi, waktu itu status di wa itu kenapa. Kok ngomong hak-hak. Selama ini kamukan paling jarang buat-buat status"Rara menyela omongan kedua sahabat didepannya
"Vio, adiknya Alm. Aku udah pernah ceritakan, bahwa tu anak pengen banget gantiin posisi kakaknya"
"Nah beberapa waktu lalu dia kesini dan mintak tinggal disini. Katanya mau jadi dosen juga sama ditempat kerja kak Atth. Dan sebelum punya tempat mu tinggal disini dulu"cerita zhi dari awal sampai akhir kejadianpun mengalir begitu saja
"Hati-hati loh Zhi, 2017 kan dikenal dengan penomena palakor, bisa jadi dia mau jadi dosen ditempat Atth salah satu caranya untuk mendekati suami kamu itu" Rara memperingati dengan wajah seriusnya namun tampak lucu dimata Zhi
"Cinta itu tidak murahan, sehingga akan bisa diraih dengan cara murahan. Kalau ia mendapatkannya, akan ada hal murahan lainnya yang akan datang dan mengambilnya kembali dengan cara murahan pula. Karma itu ada"komentar Zhi. Kalau sudah begitu Rara pasti diam akan kalimat sahabatnya itu yang kadang sulit untuk ia terjemahkan
"Mengenai penomena palakor saat ini. Aku cukup paham akan penomena ini, apalagi aku wanita bersuami, pasti harus lebih paham dari yang sendiri"Zhi menggerling nakal membuat keduanya mendengus.
"Ada-ada aja penomena kok perebut suami orang. Zaman-zaman"celoteh Rara disambut bahakan dari kedua sahabatnya
"Ngak habis pikir jadi manusia yang mau jadi palakor kata orang itu, kok mau jadi penghancur. Penghancur ikatan yang diucapkan dihadapan Tuhan, Malaikat dan manusia, Penghancur hubungan antara suami dan istri, lebih parahnya penghancur hubungan anak dan orang tua"guman Zhi menyenderkan kepalanya dikaki sofa
"Bagi mereka mungkin tantangan jadi orang ketiga Zhi. Bisa jadikan!!"timpal Amara
"Kok fikirannya rendahan kali non, masa dijadikan tantangan menjadi penghancur kebahagiaan orang lain. Itu otak masih ditempatnya apa gimana"guman Zhi menghela nafas
"Makanya wanita sudah bersuami. Waspadalah-waspadalah. Palakor sudah berkeliaran disekitaran anda"Rara terbahak atas guyonannya sendiri
"Kecilkan suaramu, anakku baru aja tidur, ngamuk entar"tegur Zhi
"Uppz. Kelepasan Zhi"kekeh Rara
"Waspada Zhi" kali ini Amara ikut mengoda sahabatnya itu
"Selama kak Atth otaknya masih belum ada yang putus urat sarafnya, Insya Allah ngak ada hal yang harus aku waspadai, walau tetap menantau"jawab Zhi enteng
"Bukan karna memikirkan akunya, tapi memikirkan anak orang tuanya"sambung Zhi mendapat pelototan dari kedua sahabatnya
"Anaknya akan tersakiti jika ia berulah, dan orang tuanya akan kecewa. Itu yang tidak aku inginkan"
"Kalau kamu"
"Aku"tunjuk pada dirinya sendiri lalu tersenyum yang sulit diartikan.
"Aku akan membiarkannya bersama orang yang ia pilih, jika aku merasa orang itu pantas untuknya, baik untuk sikecil"sambung Zhi penuh Arti
"Buset ni manusia, ingat dah hampir dua tahun loh ini, masak kamu masih ngak ada sedikitpun rasa pada suami kamu. Tu hati kudu gue rukiyah tu"Rara berucap dengan gaya prustasinya
"Ngak ada rasa. Siapa bilang"sela Zhi
"Auk ah gelap"timpal Rara malas
"Tadi lu ngomong bakal ngelepasin opo neng. Kalau ada rasa pasti ngak bakal ngomong gitu"sambung Rara ingin menjitak kepala Zhi, namun ia masih sehat untuk melakukan hal itu pada Zhi, jika pada Amara sudah ia lakukan sejak tadi, bahkan pada ia berani menjitak kepala Angga dan Zidan kala bercanda, tapi tidak pada Zhi, bukan karna Zhi lebih tua, tidak, bahkan Zhi yang paling kecil diantara mereka berlima. Namun sikap dan pembawaan Zhi selalu membuat orang sekitarnya segan, dalam arti walau bersahabat lama, seolah ada batasan antara ia dan Zhi, bukan Zhi yang membuat batasan itu, tapi Rara sendiri, mungkin begitu pula yang dirasa sahabatnya yang lain.
"Ya walau ada rasa, tapi kita ngak bisa maksa orang untuk tetap tinggal sementara ia ingin pergi kan"
"Serah lu dah Zhi, serah, sebahagia-bahagianya lu aja dach, susah ngomong ame lu, kita ngak akan ada kata menang"ucap Rara sementara Amara hanya terkekeh melihat perdebatan kecil keduannya, hal lumrah melihat kata menyerah dari Rara kala berdebat dengan Zhi, namun hal itulah yang ia rindukan kala mereka terpisah jarak beberapa waktu lalu.
"O ya, katanya si Zidan lagi dekat sama maru"ucap Rara kali ini kembali membuka topik gosipan baru, inilah yang Zhi kurang paham saat berkumpul, akan banyak hal yang mereka bahas, namun bersukur jika dengan sahabatnya ini, mereka tidak bergosip dalam konteks yang akan menimbulkan dosa fikir Zhi.
"Siapa yang bilang"sahut Amara cepat
"Angga"
"Lu percaya"kembali Amara menimpali
"Ngak tau. Kan mu cuma kasih info duang"ucap Rara mengendik bahunya
"Manusia pemalu itu ngak akan tertarik sama maru secantik apapun"ucap Amara penuh keyakinan
"Pemalu apaan!!"kali ini Zhi lah yang menyela omongan sahabatnya itu
"Pemain masalalu"sambung Rara kembali terbahak
"Anak gue tidur Ra' " Zhi kembali menengur
"Maaf mamud. Suka kelepasan"Rara berucap sembari menutup mulutnya
"Memang masih"ucap Zhi pelan
"Luh paling perasa antara kita berdua"jawab Amara seolah tau apa arti pertanyaan Zhi
"Semoga udah ngak"guman Zhi terdengar ambigu bagi yang tidak paham, tapi maklum bagi kedua sahabat disampingnya
"Aamiin"timpal keduanya berbarengan.