Part 27

1393 Words
--------***-------- Atthar Pov Hampir sejam berlalu, Zhi masih setia dengan tangisnya, sesekali ia mengeratkan pelukannya pertanda betapa luka itu amat sangat menyakitkan untuknya, sehingga ia butuh pegangan untuk hal tersebut. Aku tau.. Aku sadar, tak seharusnya membuka luka lama itu, luka yang aku sendiri tau betapa sakitnya, namun aku juga manusia biasa, kadang kala perasaan yang ku rasa, mempengaruhi tindakan yang aku lakukan. Dulu ia mengatakan, Ia mengerti tidak mudah mengikhlaskan sesuatu, apalagi sesuatu itu nyawa yang dicintai. Ia mengerti bagaimana hancurnya seseorang, jika apa yang tengah mereka bangun harus roboh sebelum jadi. Ia mengerti tak mudah menerima takdir yang ada, entah itu mengikhlaskan mereka yang pergi atau menerima mereka yang datang. Dan ia mengerti, semua orang berbeda dalam mengenang masalalu, ada yang berupaya melupakan, ada pula yang ingin hidup dengan kenangannya, semua tergantung diri seseorang. Jika dulu aku terpana akan ucapannya, namun sekarang aku mengerti, mengerti jika ucapannya adalah kisah hidupnya sendiri yang hampir sama denganku, wajar jika ia amat sangat mengerti bagaimana posisiku, dan mungkin, lukanya jauh lebih dalam dari lukaku, walau yang pergi adalah wanita yang berstatus istriku. Pantas. . Wajar . .jika ia selalu terdiam dan mendengar segala keluh kesahku, dan selama ini aku tak menyadari, jika ia lebih terluka parah, mungkin posisi kami sama, bedanya ia wanita dan aku laki-laki. Walau begitu aku akui ia sangat pandai mengendalikan perasaannya, terbukti, ia tak pernah menampakkan perasaannya saat mendengar aku yang tengah menceritakan apa yang aku rasa. Merasakan nafas Zhi mulai teratur, akupun merenggangkan pelukan kami dan mendapati ia yang sudah terlelap. Aku mengamati wajahnya, bekas aliran air mata tampak jelas diwajah putihnya. Tenang. . Damai. . Itulah yang aku lihat saat ini, berbeda dengan beberapa jam yang lalu. Aku menghapus pelan jejak airmata dipipinya, lalu membenarkan posisi tidurnya tepat disamping sikecil yang terlebih dahulu bermain kealam mimpinya. Beberapa menit berlalu dari aku membenarkan posisi tidurnya, kini wanita itu kembali terisak sembari meringkuk kearahku, wanita yang berstatus sebagai istriku, namun entah apa aku dalam hidupnya, memikirkan dimana posisiku entah mengapa aku merasakan sakit dihatiku, siapapun pasti tau benar apa yang aku rasakan. Seseorang. . . Yang di alam bawah sadarnyapun masih mengingat jelas sosok yang dicintainya, pastilah cinta yang ia miliki amat sangat besar untuk orang tersebut. Halnya wanita dihadapanku. Aku yakin saat ini benar adanya jika ia tengah terlelap, namun aku juga yakin ia tengah bergelut dengan kejadian masalalunya. Sebegitu berartikah masalalunya??? Sedalam apa arti masalalunya???? Seberapa banyak pengaruh masalalunya dalam hidup wanita yang kini berstatus istriku ini!! Aku kehilangan istri, wanita yang sudah memberiku seorang anak. Kami bahkan hidup bersama lima tahun lebih, melakukan semuanya bersama, dan banyak kisah yang sudah kami ukir, namun belum pernah aku menangisi alm. sama seperti Zhi menangisi masalalunya. Apa aku tidak mencintai Bunda sikecil?. ? Omong kosong jika aku tidak mencintainya. Aku amat sangat mencintainya, Atau cintaku yang kumiliki belum apa-apanya dibanding cinta yang Zhi miliki untuk masalalunya??? Aku merinding membayangkan jawabannya. Banyak pertanyaan yang kini ada diotakku, yang ingin aku ajukan untuk wanita yang kini dipelukanku. Yaa Aku kembali memeluknya, karna tangisnya terdengar begitu menyiksa, makanya aku kembali memeluknya seperti sebelumnya. Selama menikah dengannya, inilah tangis memilukan yang pernah aku dengar dari wanita ini. Dan itu bukan untukku. Banyak pertanyaan namun pesan Mama mengian dikepalaku "Tidak semua orang mau membagi kisahnya atau terbuka akan jalan hidup yang ia jalani pada orang lain. Dan Kitapun tidak bisa memaksakan sesuatu, yang nantinya akan menyakiti dirinya atau diri kita sendiri" Itulah pesan Mama saat aku menceritakan apa yang tengah aku rasakan. Tapi aku belum menceritakan apa yang sudah aku ketahui, namun dari jawaban Mama, aku menyadari satu hal, sepertinya Mama tau apa yang baru aku ketahui. Jika Mama tau siapa Zhi, kenapa ia memilihnya untukku. Dan mengapa ia diam jika ia tau semuanya, bisa jadi gadis yang ia peruntukkan untuk anaknya tipe orang yang memilih hidup dengan masalalunya. Ada yang berupaya melupakan, ada pula yang ingin hidup dengan kenangannya sepenggal kata yang diucapkan Zhi kini mengiang ditelingaku. Apakah ia termasuk yang berupaya melupakan atau ia yang ingin hidup dengan masalalunya. Aku tidak tau istriku ada diposisi mana. Bertahun berhadapan dengan rumus, tidak pernah aku merasakan pusing yang teramat, dan sudah banyak buku yang aku baca, namun tak pernah isi buku tersebut menghantui pikiranku. My Sun satu-satunya buku yang aku baca, dimana isinya akan menjelma menjadi hantu dalam kehidupanku. Aku tak tau mengapa aku mengatakan hal ini. Namun bayangkan jika kalian berada diposisi dimana saat ini aku berada, mungkin semua akan setuju akan apa yang aku katakan. Aku mengeratkan pelukanku pada tubuh yang kini terlihat rapuh, aku berharap kehangatan tubuhku bisa menenangkannya. Banyak hal yang aku rasa saat ini, sehingga aku tidak bisa menjelaskan satu-satu. Namun apapun yang aku rasa, aku akan mengendalikan semuanya. Karna jika aku kehilangan pengendalian diri, aku takut akan menyakitinya, yang nantinya akan menyakitiku. -----------***---------- "Mbu amam" "Tunggu bentar nak"wanita itu dengan cekatan meracik makanan sang anak yang kini tengah asik memainkan wortel tak jauh dari pangkal kaki ibunya "Cayul" "Sup sayang"wanita yang tak lain Zhi berkata amat sangat lembut, ia tersenyum karna tau otak kecil sang anak kini tengah berpikir yang ia masak adalah sayur, makanan yang amat sangat ia benci. Jikapun makan sup, yang ia makan hanya daging, ikan ataupun hanya memakan bawang gorengnya. "Cup" "Hmpz. Pisaunya jangan mainkan eh"Zhi menjongkok sembari merebut pisau yang baru saja mendarat ditangan kecil putranya "Ambu ambu ambu"sikecil itu merengek sembari ikut berdiri, protes pisau ditangannya diambil, sementara Zhi hanya tersenyum sembari menggeleng kepalanya "Main wortel aja hmpz"Zhi membungkuk, merengkuh sang anak kedalam gendongannya. Sikecil yang tak mendapatkan keinginannya meliak liuk pertanda protesnya. "Zzz anak Ibu sejak kapan gini"ucap Zhi mengusap pelan kepala sang anak "Tu tu tu"sikecil itu menggoyang tubuhnya, mengarahkan telunjuk kecilnya kearah pisau yang tak jauh dari Zhi berdiri. "Iya. Supnya sudah matang, kita mamam lagi ya"ucap Zhi menyendok sup yang baru saja matang kedalam mangkok kecil yang ia letakkan disamping tunggu. Sikecil yang masih marah digendongannya kembali merontak, menepis tangan kecilnya ketangan sang Ibu yang kini memegang sendok gulai berisi sup beserta perangkatnya, tentu plus kuah yang masih panas. Zhi yang tak fokus kehilangan keseimbangan, langsung saja, sendok gulai berisi kuah panas itu jatuh, jatuh mengenai pahanya langsung. Zhi menutup matanya beberapa saat, merasakan perih teramat itu. Tampak air mata keluar dari matanya, namun tak tampak ia mengeluarkan makian pada sang anak. Zhi menyeret kakinya saat berjalan menuju meja makan tak berada jauh dari tempat ia memasak "Duduk dulu"Zhi bergumam pelan mendudukkan sang anak kekursi makannya, ia hendak pergi mengambil obat merah, namun tangis kencang sang anak mengurungkan niatnya "Kenapa nangis. Ibu ngak lagi marah sama Azril"ucap Zhi lembut. Sebagai seorang ibu, Zhi bisa membedakan, mana tangis amukan, mana tangis rasa bersalah dari sang anak. Dan yang saat ini ia lihat dan dengar, sikecilnya lagi menangis pilu, merasa bersalah akan apa yang terjadi pada ibunya karna ulah nakalnya. "Mbuuu"sikecil itu memanggil wanita dihadapannya dengan panggilan yang sama beberapa kali sembari tersedan "Ngak papa"ucap Zhi mencium pelan pucuk kepala sang anak. Namun Zhi terkejut karna tiba-tiba saja tubuhnya serasa melayang, dan pantatnya mendarat dikursi tepat disamping sang anak. "Kakak"guman Zhi pelan, ia melihat sang suami yang sudah berjongkok dihadapannya, dan disamping laki-laki itu ada kotak P3k. Atth laki-laki itu, tampak diam kembali berdiri mengambil teko berisi air diatas meja, ia kembali menjongkok, lalu menyiram langsung bagian paha Zhi yang Zhi tau saat ini terasa perih. Setelah itu, baru Attg membuka pakaian istrinya dengan hati-hati, setelahnya ia kembali menyiram bagian yang terluka itu dengan air dingin. Setelahnya berlari kecil meninggalkan anak istrinya, lalu kembali dengan handuk ditangannya, ia kembali membasahi handuk ditangannya, lalu mengkompres bagian paha sang istri yang terkena kuah sup tersebut. Sementara Zhi, ia hanya melihat semua yang suaminya lakukan dengan diam, pun suaminya, tak satu patah katapun ia lontarkan saat ini, entah apa yang terjadi dengan bibir keduanya, hanya mereka yang tau. Hal terakhir yang Atth lakukan adalah menutup/balut bagian tubuh yang terluka istrinya dengan kain kassa steril untuk menghindari kemungkinan terjadinyainfeksi. Sebelumnya, ia mengoleskan salepkhusus untuk lukabakar. Setelah selesai semuanya ia kembali berdiri, mengantar menurunkan sang anak dari kursinya. Lalu dengan cekatan membawa istrinya kegendonganya. "Ikuti Ayah"perintahnya, seolah mengerti, dengan langkah kecilnya bocah kecil itu mengekor dibelakang sang Ayah yang kini tengah menggendong Ibunya. Atth tidak berlebihan menggendong istrinya, karna luka dipaha istrinya pasti amat sangat perih, bahkan dagingnya ada yang mengelupas, jika dipaksakan istrinya berjalan, rasanya Atth tak tega, apalagi semua itu ulah bocah kecil kesayangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD