------****------
Zhi Pov
Aku hanya bisa meringis kala setiap pergerakanku menyebabkan rasa perih luar biasa menjalar disekujur tubuhku, setelah bisa berdiri, akupun langsung keluar dari kamar seperti biasanya kedapur, saat aku terbangun, ternyata hari sudah pagi, mataharipun sudah menampilkan senyum terindahnya dengan menyinari bumi ciptaan Tuhan dengan sinar yang sangat indah. Sakit yang berlebihan disetiap sendi membuatku terlelap lebih dari biasanya. Subuh lewah aissh
Tak menemukan siapa-siapa dikamar membuatku yakin sikecil tengah bersama Ayahnya, aku memutuskan kedapur, yang jelas sudah mencuci muka, untuk membuat makanan sikecil dan juga ayahnya yang pasti.
Aku bukan istri sholehah, jauh dari kata itu, aku masih sering membantahnya, atau melalukan hal-hal yang mungkin bertentangan dengan ajaran agama, contoh saja semalam, aku malah membuang obatnya. Aah sikapku semalam benar-benar, tapi mau bagaimana lagi, aku juga manusia, dia punya emosi akupun sama, aku juga emosi melihatnya menuduhku sembarangan.
Walau masih jauh dari kata istri sholehah, tapi aku selalu ingin melalukan yang terbaik, melaksanakan apa tugasku sebagai istri dan ibu, apalagi wanita cuma aku dirumah ini, jadi mau tak mau semua urusan rumah tergantung padaku, jika aku bermanjaan dengan sakit ini, mau makan apa dua laki-lakiku itu, terutama laki-laki kecilku itu, dia masih dalam masa pertumbuhan, tubuh kecilnya butuh asupan bergizi, walau banyak makan siap saji untuk bayi yang mengatakan memenuhi gizi anak, namun aku lebih percaya dengan hasil tanganku sendiri. Karna itulah, dari pertama sikecil diperbolehkan mendapatkan asupan tambahan dalam arti makanan selain s**u, aku selalu memasak sendiri makanan untuknya, entah itu bubur, sup dan lainnya.
"Zhi, ternyata disini"ucapan itu membuatku menoleh, dan disana ia menatapku khawatir, kadang aku berpikir ia, suamiku itu menyukaiku, tapi aku tak mau berharap terlalu tinggi
"Terus dimana lagi"jawabku datar, aku masih kesal dengannya, aku katakan sekali lagi aku bukanlah istri sholehah, jauh dari kata itu, istri yang baik tak berlaku sepertiku, ia dengan akan bersikap lemah lembut, jauh dariku, tapi percayalah, tak semua manusia itu sama.
"Kamu masih sakit"ucapnya lembut, nah kan, ucapnya sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia ucapkan semalam
"Aku masih cukup kuat untuk menjalankan tugasku"jawabku menyeret kakiku mendekat kearah gulkas, setelah mengambil ayam, wortel dan lainnya aku kembali kemeja didapur untuk menyiapkan sup sikecil, sungguh, perih menjalar disemua bagian tubuhku, tapi aku juga tak tega melihat sikecil tidak makan, apalagi dia lagi kurang enak badan.
"Zhi, kakak antar sikecil dulu"ucapnya dan berlalu, aku melihat sikecil memang tengah terlelap, kenapa dengan putraku, tak biasanya dia tidur pagi-pagi begini
Merasa ada yang aneh, akupun mengikuti kak Atth dari belakang, sampai dikamarnya, akupun langsung mengambil posisi disamping sikecil yang baru saja ia baringkan
"Obatnya udah dikasih"tanyaku melihat kak Atth, ia hanya mengangguk sebagai jawaban Merasakan badan sikecil sedikit dingin, akupun mengambil bedongan sikecil diboxnya, setelahnya sesegera mungkin aku melilitkan pada tubuh kecilnya.
Setelah urusan dengan bocahku selesai, aku ingin menyelesaikan pekerjaanku didapur, namun langkahku terhenti saat kak Atth memegan tanganku
"Jangan kemana-mana"ucapnya pelan, namun ada nada aneh ditekanan suaranya, aku berusaha melepaskan cekalan tangannya, namun bukannya lepas, ia makin mengencangkan cekalannya membuatku meringis
"Baring"kali ini aku melihat ada kemarahan dimatanya, apa ini, bukannya aku yang seharusnya marah, ahhh untung suami betinku jengkel, kalau ngak ajak duel juga ini orang sambung batinku mengikuti keinginanya, aku bukan istri sholehah, tapi perintah suami pantang untukku bantah, kecuali perintah menyesatkan.
------****------
Atth Pov
"Duduk"aku sengaja meninggikan sedikit volume suaraku membuatnya mengikuti keinginanku, walau terlihat enggan, namun ia mengikuti apa yang selalu aku katakan, apapun itu kecuali itu menyesatkan barangkali, tapi untuk apa juga aku menyesatkan istriku sendiri.
Tadi aku membawa sikecil berjemur, entah karna kurang enak badan atau bagaimana, saat dijemur mata mungilnya kembali tertutup, aku kembali kekamar Zhi bermaksud meneruh sikecil disana dan mengecek keadaan Zhi, namun yang aku temui hanya kamar kosong, makanya tanpa menaruh sikecil aku kembali kedapur, karna sudah pasti wanita itu berada disana.
Benar saja, sampainya didapur aku melihatnya tengah memotong bawang "Zhi, ternyata disini"tanyaku mendapati benar perasaanku bahwa ia tengah didapur
"Terus dimana lagi"jawabnya datar, ya!!! Aku sudah prediksi bahwa hubungan kami akan kembali kaku seperti sebelumnya, salah otakku juga terlalu kotor berpikir sembarangan pada isrtri sendiri, jika aku berada diposisinya, pasti aku akab melakukan hal yang sama
"Kamu masih sakit" ucapku lembut, hatiku seolah tengah mentertawakanku, semalam aku mencomoohnya, sekarang malah berlagak seperti orang yang tengah mengkhawatirkan istrinya, walau benar aku tengah mengkhawatirkannya
"Aku masih cukup kuat untuk menjalankan tugasku"jawabnya menyeret kakinya mendekat kearah gulkas, ia tampak mengambil ayam, wortel dan lainnya, aku yakin ia akan memasak untuk sikecil, karna itulah aku memutar badanku seraya berkata "Zhi, kakak antar sikecil dulu"ucapku, bukan untuk meninggalkannya bekerja sendiri, tapi aku ingin meletakkan sikecil dan membantunya kembali kekamar, aku yakin ia butuh tenaga extra untuk berjalan kekamar, berjalan antara kursi dan gulkas saja ia menyeret kakinya, apalagi kekamar.
"Obatnya udah dikasih"tanyanya terlihat cemas aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban, aku baru menyadari ia mengikutiku, dan tanpa menunggu iapun langsung mengambil alih sikecil, ia mengambil bedongan dan melilitnya ketubuh kecil itu, dan aku baru menyadari tangannya bergetar disetiap gerakannya, aku tau apa yang ia rasakan karna itulah saat ia ingin beranjak aku menahan tangannya, aku tau ia masih marah akan kejadian semalam, tapi aku tau, tak Ada perintahku yang berani ia bantah, itulah juga salah satu point yang membuatku kagum akan dirinya, dengan wajah kurang bersahabatnya ia kembali keranjang, merenahkan diri disisi sikecil, ia kembali mengkerutkan keningnya kala mungkin merasakan perih kala lukanya tergeser.
Setelah memastikannya keduanya berada ditempat, akupun menyelimuti keduanya sebelum akhirnya keluar mengambil alih tugas ibu rumah tangga.
Aku pernah hidup dirantau dalam kurun waktu yang tidaklah sebentar, makanya masak, mencuci dan lainnya aku bisa melakukan sendiri, tapi hal itu sudah jarang aku lalukan semenjak statusku berubah menjadi seorang suami. Apalagi suami Zhi, aku boleh dikatakan tidak lagi melakukan hal rumah tangga yang sudah dikerjakannya dengan baik.
Bunda sikecil!!! Saat bersamanya aku masih sering membantunya, dalam arti turut serta dalam urusan rumah tangga, mengingat kami sama-sama bekerja, tapi dengan ibu sikecil, ia sering selalu melarangku kala ingin membantu, katanya urusan rumah adalah tanggungannya, karna itulah hanya sesekali aku bisa membantunya.
Aku tidak mengatakan aku adalah suami yang baik, tapi aku juga tau menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal mudah ditambah lagi ada bayi diantaranya, makanya disela waktu aku selalu menyempatkan untuk membantu Zhi dalam urusan rumah, diingatkan lagi walau lebih sering dilarang, harusnya ia bersukurkan, suami mau mengerti akan kerepotannya, dia selalu menolak saat suaminya hendak membantu, inilah yang aku katakan, dia berbeda.