Maheswati 3

1322 Words
Satu pemberitahuan baru muncul di layar ponsel Hesa, nama Salma tertera di sana. Mak, lo jadi pinjemin gue baju kan? Tak menunggu waktu lama, Hesa pun membalas. Iye, ga percayaan amat elah ? Kalo gitu gue ke rumah lo sekarang gimana?? Terserah lo. Oke, gue otw! "Ya, Babe!" Hesa mengeluarkan suaranya setelah menggeser ikon hijau fasilitas panggil ponsel yang digenggamnya. "Sayang, nanti jadinya dijemput abis magrib atau sebelumnya?" "Partynya mulai malem, Babe. Mending abis magrib aja kali." Dengusan dari seberang tertangkap di pendengaran. "Padahal kalo berangkat sebelum magrib bisa berduaan lebih lama loh, Yang." "Susah mau izinnya ke om aku." Kali ini cowok itu berdecak. "Ntar aku izinin ke om kamu deh. Gimana?" "Kamu emang harus izin dulu ke om aku, Babe. Karena kalau nggak, om aku bakal keluar taringnya ntar." "Iya, tapi aku jemput sebelum magrib. Ya ... ya ... please!" Lawan bicaranya tampak tak menyerah. Kini, giliran Hesa yang mendesah pasrah. "Okelah. Kalo gitu aku siap-siap sekarang." Dan obrolan mereka berakhir. "Abis telfonan sama siapa lo?" "Si anjing, ngagetin aja sih lo!" Hesa mengusap-usap dadanya. "Masuk kamar orang itu ketuk pintuk kek. Nggak sopan banget!" "Lo keasikan sih sampai nggak denger gue ketok-ketok dari tadi." Hening. Hesa berjalan menuju walk in closet, mengambil gaun yang akan dipinjam Salma untuk pesta kelulusan nanti malam. Sementara Salma mengekor di belakangnya. "Rumah lo sepi amat. Om lo belum balik gitu udah sore gini?" "Om gue emang sering pulang malem. Sibuk gilak dia." "Gitu ya ...." Salma mengangguk paham. "Anaknya kemana, kok nggak kelihatan juga." Hesa menyodorkan paper bag pada Salma. "Jinan sama Jihan lagi bimbel kalo jam segini," jawabnya sambil menghempaskan badan ke sofa kamar. Salma pun ikut duduk di sebelahnya. "Lah, lo nggak langsung pulang?" "Gue baru nyampe juga." "Gue mau siap-siap!" Hesa kembali berdiri. "Dijemput Edzard sebelum magrib." "Gini banget ya nasib jomlo, dikacangin!" Ungkapan Salma mengundang gelak Hesa. "Makanya buruan cari cowok! Atau ... lo emang nggak laku." "a***y! Gue nyari laki yang mapan. Bukan yang kayak Edzard duit aja masih nodong bokapnya." Salma diam sejenak. "Mmm ... jodoh impian gue tuh yang mirip-mirip Om Hakim gitu." Huk! Hesa sontak tersedak mendengar kejujuran Salma. "Apa lo bilang? Lo suka gitu sama om om?" "Lah kenapa? Selain mapan, dese juga lebih berpengalaman. Laki yang berpengalaman pasti lebih ngerti gimana cara nyenengin pasangan." Hesa bergidik. "Jorok banget sih otak lo!" "Elo tuh yang ngeres. Gue kan nggak ada ngomong jorok, pikiran lo aja ke sono sendiri. Maksud gue tuh kalo punya pacar orang yang udah lebih dewasa pastinya kita bakal di emong, makanya enak. Gitu!" Hesa melengos. "Balik sono. Gue mau mandi. Nggak pa-pa sih kalo lo mau nunggu. Tapi ya gitu, gue kacangin." "Ya lo pikir gue mau." Salma menenteng barang pinjamannya dan melangkah keluar kamar Hesa. "Gue balik dulu, sampai ketemu di TKP." . . . Hesa sudah rapi dengan gaun ala sabrina rancangannya sendiri. Warnanya merah hati sangat bertolak belakang dengan kulit putihnya. Potongan kerah yang rendah menampilkan leher jenjang dan pundaknya yang mulus. Gaun bertabur swarovski itu menjuntai indah di atas mata kaki Hesa yang berbalut stiletto. Rambutnya digelung ke atas, dan tak lupa make up tipis menyempurnakan penampilannya malam ini. Meraih clutch di atas nakas, Hesa bergegas mengayun langkah anggun menemui sang kekasih yang sudah menunggunya sejak 15 menit yang lalu. "So gorgeous, Sayang!" Tatapan Edzard yang dalam membuat pipi Hesa langsung dipenuhi rona merah. "Thankyou, Babe. Biasa aja dong ah lihatnya!" "Mau kemana?" Seseorang tiba-tiba muncul. Edzard buru-buru turun dari titiannya menghampiri pria yang berstatus paman dari kekasihnya itu, bermaksud ingin meminta izin sesuai yang telah direncanakan sebelumnya. "Selamat malam om, apakabar? Saya mau mengajak Hesa ke acara kelulusan ...." Bagi Edzard ini tak mudah, setelah tak mendapat respon berarti, ia pun menurunkan sebelah tangannya pelan dan menatapi Hesa dengan ekspresi tak berdaya. Edzard sadar bahwa yang dihadapinya bukanlah seorang yang mudah diambil hatinya. Tak ingin berlarut dengan situasi tersebut, Hesa pun turun tangan. "Aku jalan dulu ya Om, keburu telat." Hesa melangkah mendekati pamannya. "Ganti bajumu. Itu terlalu terbuka." "Hah?!" Hesa kaget dengan perintah pamannya, sebelum kepalanya bergerak menunduk dan menilai penampilannya sendiri. Nggak ada yang salah! menurutnya. "Nggaklah om! Ini gaun pesta emang kayak gini. Dipakainya tertentu doang. Pasnya ya memang buat dipakai di pesta." "Ganti atau nggak kemana-mana!" pungkas pamannya seolah tak mau dibantah. "Nggak ah! Apaan sih om, udah cantik gini. Dandannya juga perjuangan banget tahu nggak!" "Nggak ada alasan, cepat ganti!" "Om ...." "Ganti Hesa!" Hesa menghentakkan kakinya penuh kekesalan, lalu ia berlari masuk ke dalam dan mengganti pakaiannya. Demi apapun ini nggak lucu! umpatnya tak berhenti menggerutu. Sudah dari dua bulan yang lalu ia mempersiapkan gaun untuk pesta kelulusan. Didesain dengan tangannya sendiri. Tapi sekarang pria yang telah berstatus suaminya itu malah melarang untuk memakainya. Apa coba alasannya? Hesa mengerang mendapati penampilannya di muka cermin yang bisa dikatakan salah kostum untuk acara resmi. Pasti tak sedikit temannya nanti akan terang-terangan menilai kekurangannya yang biasa tampil modis. Ah peduli amat, kalau sudah cantik mau pakai apa aja ya tetap cantik! hiburnya berulang kali. "Dandananku aneh ya?" tanya Hesa setelah ia kembali berhadapan dengan sang kekasih. Edzard menggeleng dan tersenyum hangat. "Nggak kok, tetep cantik." Hesa beralih memandang pamannya yang masih tak bergerak dari posisi sebelumnya. Wajah ganteng pamannya cukup sangar malam ini. Membuat Hesa tak punya keberanian banyak protes. "Om, aku pergi dulu." "Jam 8 sudah harus sampai rumah," kata pamannya sambil berlalu. "Ish ngeselin. Yuk Babe!" "Gilak, Yang. Jantung aku mau copot," desah Edzard. "Yaelah gitu doang copot. Gimana ntar kamu ngelamar aku." Hesa segera menaiki bangku motor belakang. "Bener kata om kamu. Enak pakai celana. Kalo pake yang tadi kamu bakalan kesusahan sendiri." Hesa tak menanggapi, ia memeluk Edzard erat supaya tak terjatuh. . . . "Lah, lo ngapa jadi salah kostum gini?" cecar Salma langsung. "Tau ah, kesel. Semua ini gegara om Hakim!" jawab Hesa mengambil duduk di samping Salma dengan menekuk paras. "Maksudnya gimana sih? Ngelarang lo make dress gitu?" Hesa mengangguk masih mempertahankan wajah masamnya. "Kok bisa? Over protektif amat duren ganteng itu!" "Ih, apaan sih lo! Jijik tahu Mon, lo muji om om gitu!" "Eh! Coba lo tanya pendapat semua cewek, yang matanya sehat kaya gue. Pasti mereka ngomong om Hakim emang ganteng. Nggak ada hubungan sama umur. Dan kenapa kalo gue muji om om? Kenyataannya om om yang gue puji itu emang om om yang pantes dipuji." Hesa memilih diam tak menggubris celotehan gadis di sampingnya. Akan lebih baik mengarahkan fokus mata dan telinganya untuk acara pesta. Serangkaian pentas seni, dan beberapa permainan ringan. Seru sekali! pujinya. Saking serunya sampai-sampai Hesa melupakan janji untuk tak terlalu larut. Diambilnya ponsel dalam clutch, ia mendapati sepuluh panggilan tak terjawab semua dari pamannya. Hesa bergumam kesal, kenapa pamannya begini amat ya sekarang? Baru juga jam sepuluh malam. "Kenapa, Sayang?" tanya Edzard yang sejak tadi berada di sampingnya. "Kita pulang, yuk! Om aku udah nerorin muluk Babe." Edzard langsung setuju. Dia sadar tanggung jawabnya sangat besar melindungi Hesa, mengingat sambutan pamannya yang tidak sesuai harapan. "Tidur yang nyenyak ya, mimpiin aku," kata Edzard sambil mematikan mesin motornya. Cowok itu lalu meraih kedua telapak tangan Hesa dan mengecupnya bergantian. Suasana sepi dan dinginnya angin malam yang semilir membuat lebih syahdu. Keduanya menutup jarak, dan pertemuan kedua bibir yang cukup menggelora itu menyita waktu mereka memadu kasih. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang menatapnya penuh bara dengan hati yang bergemuruh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD