Chapter 6 - Should I ?

1320 Words
Seharian Astri bekerja keras membersihkan istana tuannya itu sendirian. Huh !, sepertinya ia benar-benar berniat untuk menyiksaku. Rumah segini besar, hanya ada aku sendirian ? keterlaluan Zayn pret !!Astri begitu kesal. Beruntung ia menemukan vacuum cleaner. Ia bisa menggunakannya untuk menyedot karpet dan lantai sebelum kemudian ia mengepel. Sedikit meringankan pekerjaannya untuk mengurangi debu-debu yang ada. Astri benar-benar sungguh capek. tapi tidak terpikir olehnya untuk makan. Ia takut rumah itu tidak bersih seperti yang tuannya inginkan. Dan tampaknya rumah ini sudah cukup lama ditinggalkan penghuninya, sehingga kotoran dan debunya lumayan tebal.  Astri hanya beristirahat untuk sholat zuhur, kemudian minum sebanyak-banyaknya habis itu ia kembali bekerja. Rumah ini begitu besar, belum lagi beberapa kamar mandi yang harus ia bersihkan ditambah  perabotan yang harus dia lap agar tidak terlihat berdebu.  Di luar akal sehat tampaknya ia bisa mengerjakan semua itu. Terdengar azan ashar. Astri berhenti sejenak, duduk selonjoran di lantai ruang tengah yang berpermadani indah . Meluruskan kakinya yang penat. Kemudian berdiri dan  kembali ke kamarnya untuk menunaikan sholat ashar.  Setelah sholat ashar, baru perutnya terasa lapar. Perutnya  mulai berbunyi-bunyi.  “Ahh.. perut ini tak mau diajak kompromi..mungkin sebaiknya aku memasak nasi dan kemudian menggoreng telur ceplok, cukuplah” ujarnya sendiri. Uhh.. tapi masak nasi lama juga, paling tidak setengah jam aku harus menunggu. Tapi baiklah kukerjakan sekarang, supaya tidak lebih lama lagi aku kelaparan.  Tetapi, ketika sampai di dapur, Astri menemukan tuannya telah ada di situ, dengan segala macam belanjaan.  Melihat Astri, tuannya itu berkata, “Bereskan bahan-bahan makanan yang kubawa, simpan dengan rapi, yang harus masuk ke kulkas, masukkan ke kulkas, jangan salah tempat. Astri terpana dengan belanjaan sang pangeran, di situ ada daging, segala macam bumbu-bumbu, bawang, saos, kecap dan lain-lain. “Banyak sekali tuan..?”  Sebelumnya Zayn telah memerintahkan salah seorang pengawalnya untuk berbelanja. Tapi Zayn sendiri yang memasukkan barang-barang belanjaan itu ke dalam rumah.  Tak seorangpun dari pegawainya yang diperbolehkannya memasuki rumah itu. “Astri, aku lapar!. Di bungkusan itu ada nasi kabsah dan ayam,” Zayn menunjuk ke salah satu bungkusan yang ia bawa. “kamu siapkan di meja.!” Perintahnya.” Setelah menyiapkan nasi kabsah dan ayam di meja, Astri mencari tuannya itu. Ia tak menemukan tuannya. Ia sedikit bingung karena di rumah ini terdapat banyak kamar.    ketika membersihkan rumah ini, ia telah menemukan satu kamar kerja di lantai yang sama dengan dapur, lantai dasar. Astri berjalan kesana. Mengetok pintunya, tapi tidak ada jawaban, Ia kemudian membukanya. Kosong.  Astri beralih ke lantai atas, lantai di mana kamar nya berada. Tadi Astri menemukan tepat di sebelah kamarnya ada kamar tidur yang besar dan mewah, agaknya itu kamar utama yang dipakai Tuan Zayn. Ia menuju ke sana.  “Tok tok tok.” “Ya , masuk !”  Astri membuka pintu itu, dan ia terpana melihat sang Pangeran hanya mengenakan handuk putih yang menutupi tubuh bagian bawah tubuhnya. Perut datar dan kotak-kotak sang Pangeran terlihat sebagian. Astri menelan ludahnya dan cepat menutup pintu kembali. Napasnya terengah-engah... Oh my God..astaghfirullah..sambil kemudian menutup mulutnya dengan tangan. Ia hampir tak percaya melihat ciptaan Allah yang sedemikian indah. “Ce Klek.”sejurus kemudian pintu itu kembali terbuka, dan kini Pangeran Zayn telah berdiri di depannya dengan  masih memakai handuk itu. Astri menundukkan wajahnya. “Kenapa kau Astri ?”  Brengsek. Sial... tampaknya pangeran ini sengaja menggoda ku. “Makanannya sudah siap tuan.” Muka Astri terlihat merona merah. Dengan santai Zayn menjawab, “Baik, tunggu aku di meja makan.” Ia senang sekali melihat wajah Astri yang tiba-tiba merona bak bunga rose.  Astri turun ke bawah,  kembali ke dapur. Ia tak mau duduk di meja makan bersama tuannya. Ia takut akan pesona tuannya itu. Tadi saja Astri sudah menahan napas melihat kondisi tuannya yang setengah telanjang. Wajah Astri kembali memerah mengingat itu. Tuan Zayn memang sangat ganteng, Astri yakin semua perempuan pasti akan berpendapat begitu. Dengan wajah yang sangat memukau untuk seorang pria arab dengan badan yang tinggi dan atletis, banyak gadis pasti mendambanya untuk menjadi pasangannya.  Aku akan disini saja, di dapur. Aku tak harus menemaninya di meja makan. Aku hanya seorang pelayannya. Astri meyakinkan dirinya sendiri. “Astriiiii…..” terdengar teriakan tuannya memanggilnya. “Kemana kamu ?” Di sini tuan, Astri menjawab dalam hati. Saya disini saja tuan. Astri diam. “Astriii….. , kemari..!” Huh.. sial. “Baik tuan..”Astri akhirnya berjalan dengan setengah hati ke ruang makan. “Duduk ! “ perintah majikannya itu. Astri duduk, mengikuti perintah tuannya  kali ini dengan patuh. “Hmmm.. piring mu mana Astri ?” tanya majikannya itu dengan lembut. Ohh God, dia lembut sekali.. “Buat apa tuan ?” “Halah, halah halah.. buat kamu makan ! buat apa lagi.”  “Tidak tuan, saya akan makan di belakang saja nanti setelah tuan”.  Padahal perut Astri benar-benar lapar. Dan tiba-tiba terdengar suara yang tidak mau kompromi dari perut Astri.   Menggerung-gerung tanda kelaparan. Pangeran itu tersenyum dengan sinis.. “heh bukankah kamu lapar Astri ?” “Nggg.. tidak tuan.” “Tapi perutmu tidak bisa berbohong”. “Mana piring mu..? atau kau mau mengambil piring ku? Tuannya berkata dengan sinis. “Tidak tuan..” Astri ketakutan, segera ia bergegas mengambil satu lagi piring untuknya. “Nah, duduk di depan ku, dan makanlah”. Dengan ragu-ragu Astri mengambil nasi kabsah yang ada di depannya. “Apa perlu aku ambilkan ?” tanya Zayn. “Ti.. ti.. tidak tuan. Saya bisa sendiri”. Jawab Astri tergagap. Selama makan ini keduanya diam. Tapi tuannya terus memandanginya dengan intens. Sekali-sekali ia memperhatikan makanannya, tapi kemudian kembali melihat Astri. Astri sungguh risih dipandangi seperti itu. Astri terus menunduk sambil mengunyah makanan yang sepertinya  tak akan sanggup ia menelannya. Sekali ia mencoba melihat ke arah tuannya, ia melihat mata yang tajam bagai elang itu seperti menusuk hingga ke jantungnya. Tak sanggup, ia kembali menundukkan pandangannya. Ia budakku tentu tak ada halangan bagiku berbuat apapun padanya. Bukankah kepemilikan b***k itu melebihi dari kepemilikan terhadap istri? Kata Zayn di hatinya  sambil memandang Astri. Begitu yang Zayn ketahui.  Pandangan Zayn berubah sendu, pikirannya berputar-putar.  ia memikirkan tentang hal ini. Memang saat ini bukan zaman p********n lagi. Tapi, sejak lebih 14 abad yang lalu Rasulullah SAW, telah mengajarkan umatnya untuk membebaskan b***k-budaknya. p********n yang memang benar adanya dan tetap akan ada hingga akhir zaman. Seharusnya Zayn mengikuti petunjuk NabiAllah untuk membebaskannya. Ya Rabb, aku harus membebaskannya, tapi aku tak ingin dia bebas. Aku ingin terus memilikinya.. Tapi, pikiran jahatnya kembali muncul.. enak saja kubebaskan begitu saja tanpa kunikmati, aku sudah menebusnya dengan harga yang sangat mahal.  Hmmm.. baiklah,  aku akan membebaskannya, tapi akan  kunikmati terlebih dahulu.. huzz syeitan! Zayn menggelengkan kepalanya matanya kembali  menatap Astri dengan sendu.  Pemikiran itu terus berperang di batin Zayn, antar harus membebaskan, telah membayar mahal, dan ingin terus memilikinya. “huuffppp.. “ , Astri melihat majikannya itu menghembuskan nafas panjang.. Seperti ada sesuatu yang rumit sekali. Terdengar azan magrib, Zayn bangkit dari duduknya Makanan di piringnya telah habis.  “Bereskan ini semua, kau boleh sholat maghrib, dan setelah Isya, kau boleh beristirahat di kamarmu. “Aku tak ingin melihatmu berkeliaran malam hari di rumahku”. Zayn berkata dengan tajam. Astri membereskan bekas mereka makan. Piring-piring dan sendok ia  taruh di dapur terlebih dahulu. Setelah itu ia bergegas ke kamarnya untuk menunaikan sholat magrib.   Di dalam kamarnya Zayn memantau gadis itu lewat layar monitor laptopnya. Ia melihat gadis itu menunaikan sholat maghrib. Hmm… ternyata ia tak meninggalkan sholatnya. Gadis yang baik. Gumam Zayn.  Setelah selesai sholat maghrib, gadis itu keluar kamarnya. Kemana dia ? Zayn menutup laptopnya. Ia berjalan mendekati pintu kamarnya. Menunggu sebentar, dan kemudian keluar kamarnya. Ia mencari ke arah mana Astri berjalan. Astri terlihat memasuki dapur. Zayn mengikutinya. Lewat  pintu dapur yang tidak tertutup Zayn melihat  Astri sedang mencuci piring, bekas mereka makan tadi. Good girl.. gumamnya. Rapih dan rajin. Zayn tersenyum dan pergi kembali ke kamarnya. Ia kembali membuka laptopnya, dan menunggu Astri kembali ke kamarnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD