MEN—FOUR

1046 Words
Minggu adalah hari spesial anak-anak para sekolah, begitu juga dengan Zea. Ia menikmati hari minggunya dengan bersantai-santai di depan laptopnya. "Bosen ah! Mager banget" ucap Zea sambil menutup laptopnya, ia duduk di kasur dan melirik jam yang menunjukkan pukul 12:00. "Udah siang, mandi belum" ucapnya lagi. Zea pun beranjak bangun dari kasur, ia dari pagi belum keluar kamar. Ia tahu jika Bundanya akan mengomel sekarang. Ceklek! "Baru bangun kamu! Ku kira gak bangun-bangun" "Astagfirullah" ucap Zea sambil memegang dadanya kaget. Pasalnya baru saja ia membuka pintu sudah di kagetkan dengan bentakan dari Bundanya. Zea menatap bunda yang berkacak pinggang di depannya. "Bunda, jangan ngagetin Zea, siapa suruh gak bangunin" ucap Zea malas. "Makannya jangan malas!" ucap Bunda sembari pergi dari hadapan Zwa Baru beberapa langkah, Bunda kembali menghetikan langkahnya. Ia berbalik badan menatap Zea. "Mami Nanda udah pulang noh, gak ada niat an kesitu?" tanya Bunda membuat mata Zea berbinar. "OTWW!" Teriak Zea dan langsung masuk ke dalam kamar membuat Bundanya tersenyum. *** Disisi lain, keluarga Dirgantara tengah makan siang bersama. Hening, tidak ada suara hanya suara detingan sendok. Gibran terus melirik ke arah Zaidan yang terus menunjukkan wajah datarnya, sejak kemarin ia enggan untuk berbicara dengan adiknya. Mengingat suasana hati adiknya sedang tidak baik. "Zaidan" panggil papinya—Satria. Ia tak mendengar satu kata ucapan dari anaknya sejak kemarin. Zaidan sedikit menoleh ke arah Sattia, dan menaikkan alis ya satu. "Gimana sekolahnya?" tanya Satria dengan suara selembut mungkin. Zaidan menganguk. "Baik" jawabnya datar. "Zaidan udah selesai" ucap Zaidan dan berlenggang pergi dari meja makan. Keempat saudaranya dan kedua orang tua memandang sendu, kepergian Zaidan. Mereka ingin Zaidan kembali menerima orang tuanya, namun susah sekali rasanya membujuk Zaidan. "Mi, Gibran susul Zaidan dulu" Izin Gibran dan di balas anggukan oleh Maminya. Gibran bangun dan pergi menyusul Zaidan ke dalam kamar. Kini orang tuanya tertuju kepada Rehan, yang tak bersuara sedikitpun. Devan merasa situasi canggung, ia menyenggol lengan Rehan. "Apaan si lo!" bentak Rehan. "Rehann, jangan kasar dong sama adik kamu" ucap Mami —Nanda. Dengan lembut. Rehan berdiri dan sedikit melirik ke arah Nanda. "Peduli anda?" tanya nya dan langsung pergi meninggalkan meja makan, dan sekarang hanya tersisa Dafa dan Devan. "Pi, sampai kapan anak-anakku benci pada kita?" tanya Nanda dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Satria dengan lembut mengusap lengan istrinya. "Sabar Mi, suatu hari nanti ada saatnya mereka kembali kepada kita" jawab Satria di iringi kecupan kecil di keningnya. Dafa dan Devan hanya memandang interaksi mereka. "Jangan uwuwan di depan anak Pi, Mi, gak baik. Apalagi anaknya jomblo" ucap Dafa membuat orang tuanya terkekeh. "Dafa, makannya kamu cari pacar gih" ucap Nanda sambil mengusap wajah nya yang basah akibat air mata. "Kalau perlu di sebelah ada 1 cewek cantik" goda Satria membuat Dafa melotot tajam. "Ogah! Gak deh mending jomblo akut" ucap Dava sambil berjalan pergi menuju depan Tv. Jaraknya lumayan dekat membuat mereka gampang. "Abang kamu ada - ada aja" ucap Satria sambil menggelengkan kepalanya. "Ya lah, Pi aku juga ogah kali sama tetangga sebelah" sargas Devan sembari mengambil air putih. "Emang kenapa? Kan cantik yang di sebelah" goda Nanda membuaat Devan tersedak air. Uhuk! Uhuk! Devan menatap Nanda tajam. "Cantik? Oh tidak ya!" jawab Devan malas dan menyusul Dafa di depan tv. Tok! Tok! Tok "ASSALAMUALAIKUM! MAMI ZEA DATANG" Nanda berdiri dari kursi dan langsung berjalan menuju pintu depan. Cekelk! "Hai mami" sapa Zea sambil melambaikan tangannya. Nanda tersenyum dan langsung menarik tangan Zea, agar masuk ke dalam rumah. Zea berjalan menghampiri Dafa dan Devan yang sedang menonton. Zea duduk di samping Dafa dan mengambil snack di tangan Dafa, membuat empunya melotot tajam. "Lo asal ambil aja! Beli sono!" bentak Dafa tajam dan kembali merebut snack nya. Zea mendengus kesal, ia menatap ke arah Nanda. "Mi Zea—hmftt" Dafa langsung menyumpal mulut Zea dengan jajan, Dafa tau bahwa Zea akan mengadu kepada Maminya. Zea menelan jajannya susah, ia memukul kepala Dafa dengan majalah di depannya. Buk! "Jahad bener" ucap Zea ketus sambil berpindah tempat ke dekat Devan. Dafa mengelus kepalanya yang di timpuk Zea. "Emang sejak kapan gw baik sama lo?" tanya Dafa sinis. "Bodo!" jawab Zea tanpa menatap ke arah Dafa.  Kini Zea menatap Devan yang sibuk bermain handphone. "Devan main apa tuh?" tanya Zea sambil melirik ke arah handphone Devan. Devan langsung mendorong wajah Zea dengan telunjuknya. "Jangan ganggu!" bentak Devan. Mereka bakal tau jika sekarang Zea bakal gangguin mereka, karena ada Mami yang selalu membela dirinya. "Sombong amat!" ucap Zea dan langsung berdiri dari sofa. "Mi, Cebong mana?" tanya Zea. Nanda mengerutkan keningnya. "Cebong siapa, Zea?" tanya Nanda sambil duduk di depan Zea. Zea menghembuskan nafasnya kasar, memang Mami tidak tau bahwa Zea merubah nama Zaidan menjadi cebong. "Zaidan mi, biasanya ya dia paling—" "Apa-apa ngadu lo bocah kerdil!" ucap Zaidan yang baru saja turun dari tangga. Zea berkacak pinggang sambil menatap ke arah Zaidan."Eh cebong! Gw punya nama ya, dan rasanya gw gak kerdil" jawab Zea dengan nada ketusnya. "Hahah gak kerdil?" Zaidan berjalan mendekati Zea, ia mengukur tubuh Zea dengan tubuhnya. Ia meletakkan tangannya di kepala Zea, dan mulai mengukurnya, "Cuman sampe dagu" ejek Zaidan. Zea memukul lengan Zaidan. "Ihhh! Lo ya, suka aja bikin hari gw buruk!" "Udah tau Zaidan hoby gangguin lo, kenapa tadi di tanya?" tanya Dafa membuat Zea bungkam. Zaidan menatap wajah Zea, sambil menunjuk dengan jari telunjuknya. "cieee, nanyain gw. Kangen ya?" goda Zaidan membuat Zea mendengus kesal. "Siapa juga yang nanyain dia, ogah kali" elak Zea. "Udah Ze, ngaku aja kali. Gak usah gengsian" Ucap Devan ikut-ikutan mempojokkan Zea. Zea yang merasa di pojokkan menatap Nanda dengan wajah pupy eyes nya. "Udah-udah kasian Zea" ucap Nanda sambil menarik Zea agar duduk di sampingnya. "Wle!" Zea menjulurkan lidah ke arah Zaidan. Sementara Zaidan ia menatap dengan wajah datarnya. Zaidan langsung pergi dari hadapan mereka, membuat Nanda sedikit kecewa. "Padahal baru aja Mami denger suara kamu, ketawa kamu. Kamu kembali lagi gitu, maafin mami" batin Nanda. "Kemana tu cebong?" tanya Zea heran sambil memeluk Nanda. Nanda mengelus pelan lengan Zea. "Kamu sering berantem sama Zaidan?" tanya Nanda. Zea menganguk. "Bukan sama Zaidan doang tapi sama tuh mereka berdua, Gibran juga!" ucap Zea sambil menunjuk Dafa dan Devan dengan dagunya. "Sering ketawa dia?" tanya Nanda. "Sering banget! Dia sering ketawain aku!" ucap Zea. "Bikin dia terus begitu Zea" "Maksudnya?" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD