MEN—THREE

1077 Words
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, seluruh siswa kini sudah berlalu lalang keluar dari area sekolah. Lain halnya dengan 5 saudara kembar ini, ia akan menunggu semua siswa pulang baru dia akan pulang. Mereka tidak sengaja melihat Zea dan Selly yang melintas di depannya, membuat mereka timbul niat jailnya. "Woy Zea!" panggil Dafa membuat Zea dan Selly menghentikan langkahnya. "Lo manggil gw?" tanya Zea sambil melihat ke lain arah, siapa tau ada siswa lain yang bernama Zea. Dafa berdecak. "Ya elo lah t***l! Disekolah ini namanya Zea cuman lo!" teriak Dafa. Zea menarik Selly agar mendekati mereka, ia menatap mereka satu persatu dengan tatapan tajamnya. "Apa?" tanya nya sinis. "Eh cewe kerdil, lo kenapa marah-marah mulu perasaan udah kayak valak aja!" bukan Dafa yang menjawab melainkan Zaidan. Hahha Gibran, Rehan, Dafa, Devan dan Zaidan tertawa melihat raut wajah Zea yang berubah. "mau lo apa sih?" tanya Zea dengan nada sinisnya. Dafa menghentikan tawanya dan menatap Zea dengan serius. "Lo gak tau? Ojek lagi berantem!" ucap Dafa membuat Zea mengerutkan keningnya. "Yaudah gw cari angkot aja" jawab Zea dan Selly menganguk setuju.  "Nah justru itu! Tukang ojek lagi berantem sama supir angkot! II ngeri gw" ucap Devan sambil mengeluh kulitnya pura-pura merinding.  Zea nampak berfikir, begitu pula dengan gadis di sampingnya.  Selly membisikan sesuatu di telinga Zea. "Emang bener, Ze?" bisik Selly.  Zea menatap Devan tajam. "L-lo yang serius dong Van, masak iya tukang ojek berantem sama supir angkot" ucap Zea dengan raut wajah masamnya.  Melihat raut wajah Zea yang berubah, membuat Zaidan dan kembaran ya smakin gencar mengerjai Zea.  "Mending lo pulang bareng gw, mumpung gw lagi berbaik hati dan tidak sombong" ucap Zaidan sambil memakai helm fulface nya yang di ikuti oleh para kembaran ya.  "Mau gak?" tanya Zaidan ketika melihat Zea dan Selly masih diam tak berkutik.  "Yaudah kalau—"  "Ok! Gw ikut!"  *** "ZAIDAN KALAU LO MAU MATI JANGAN AJAK-AJAK GW!"  "ZAIDAN PELANIN DIKIT!"  "ZAIDAN PLIS DOSA GW MASIH NUMPUK!!!"  HAHAHA Itulah kira-kira teriakan Zea ketika Zaidan memboncengnya dengan kecepatan diatas rata-rata, dan menyalip kendaraan dengan kecepatan tinggi.  Zaidan tertawa terbahak-bahak mihat raut wajah Zea, ia pun sedikit melakukan atraksi yang dimana stang motornya di angkat membuat ban depan pun terangkat.  "TURUNIN GW! MENDING GW NAIK DELMAN KETIMBANG SAMA LO!" Teriak Zea sambil memegang pundak Zaidan erat-erat.  Sementara keempat saudara yang berada di belakang mereka, menggeleng kan kepala melihat kelakuan mereka berdua.  Selly? Dia sudah di antar oleh Rehan sampai kerumah dengan selamat.  Cittt...  Zaidan mengerem ketika ia sudah sampai didepan rumah Zea, Zea segera turun dari motor, ia memegang dadanya yang merasa jantung ya berdecak lebih cepat. Bukan karena jatuh cinta, tapi karena ketakutan yang hampir membuat jantung Zea meloncat.  "Gimana seru gak boncengan sama orang ganteng kayak gw?" tanya Zaidan yang helem masih melekat di kepalanya.  Zea masih memegang dadanya, ia kemudian menatap Zaidan sinis. "Lo hampir bikin gw mati" ucap Zea ketus.  Zaidan terkekeh. "Hampir mati kan? Bukan mati beneran?" jawab Zaidan membuat Zea geram.  Zea menghentakkan kakinya, dan berjalan menuju gerbang rumahnya. Ia menutup gerbang nya rapat-rapat, ia sangat malas meladeni sikap Zaidan.  Sementara Zaidan, ia terkekeh dan pergi dari hadapan rumah Zea.  *** Zea merebahkan tubuhnya di kasur empuk yang lumayan besar, ia membayangkan tadi bagaimana di jalan teriak-teriak.  Ia menggulingkan badannya ke samping dan kakinya di lipat ke atas sementara badannya di Tekuk. "Kalau ada orang bilang gw gila, ah masa bodo" ucap Zea kemudian menenggelamkan wajahnya pada bantal.  Ting!  Ting!  Ting!  Ting!  "Arghh! Apasih spam-spam segala" ucap Zea sambil meraba di kantong bajunya, ia menghidupkan handphone dan banyak sekali pesan masuk dari Selly.  Selly guk-guk: Lo udah sampai rumah?  Selly guk-guk: Sehat walfiat kan?  Selly guk-guk: Gak ada lecet kan?  Zea: ALHAMDULILLAH MASIH BISA HIDUP!  Zea melemparkan handphonenya, ia beranjak berdiri dari kasur tujuannya untuk mengganti pakaian kamudian makan dan tidur.  *** Sementara di tempat Zaidan, Zaidan dan keempat saudaranya sedang bermain ps. Disana ada 3 ps jadi masing-masing main berdua, terkecuali Dafa yang sering Menjomblo. Tak!  "Winer!" ucap Gibran sambip melemparkan stik ps ke arah Zaidan, Zaidan menatap dengan raut wajah malasnya.  "Masih pemanasan" jawab Zaidan santai.  Gibran memutar bola matanya malas. "Dari tadi pemanasan mulu, 3 kali gw mgalahin lo, emang dasarnya aja G. O. B. L. O. K" ejek Gibran sambil menekankan kata g****k. Zaidan berdiri dan melemparkan stik ps ke Gibran. "Masa bodo gw laper!" bentak Zaidan.  Gibran tertawa terbahal-bahak. "HAHAHAH, ngambek lo Dan? Eh Daf abang lo ngambek tuh!" ucap Gibran sambil mencolek lengan Dafa.  "Masa bodo dia ngambek" jawab Dafa ketus.  "WINERRRR! Mana duitnya?" tanya Devan sambil mengadakan tangan ke arah Rehan.  Rehan hanya memutar bola matanya malas, ia mengambil dompet pada saku celananya dan memberikan 2 lembar uang merah kepada Devan.  Devan tersenyum gentir ketika ia menerima uang dari Rehan, ia menaruh stick ps dan berjalan mendekati Zaidan yang duduk di meja makan.  "Makan apa, Dan?" tanya Devan sambil duduk di depan Zaidan.  Zaidan sedikit melirik ke arah Devan. "Bibi lagi masak, entah apa gak tau" jawabnya cuek.  Devan hanya mangut-mangut, ia melihat pembantu membawakan mereka makanan. Devan dengan mata berbinar mengambil alih makanan dari tangan Bibi.  "Makanan gw taik!" ucap ketus Zaidan sambil mengambil alih piring dari hadapan Devan.  "Den, Nyonya sama Tuan nanti pulang katanya" ucap Bibi membuat seluruh ruangan hening seketika. Begitu juga dengan Zaidan yang hendak makan namun terhenti.  Prank!  Zaidan memukul piring dengan sendok, dan menatap pembantu dengan tatapan tajamnya. "Bibi bisa gak usah ngomongin mama sama papa sekarang? Gw mau makan aja susah!" bentak Zaidan sembari pergi meninggalkan mereka.  Bibi dan lainnya diam, tak ada yang membantah.  "Segitu bencinya lo sama Bokap Nyokap lo sendiri?" batin Devan.  "Lo harus bisa nerima mereka lagi" batin Gibran.  "Ngapain pakai acara pulang segala lagi, Abang gw ngambek kan, mana bisa minta uang" batin Dafa.  Gibran berdekatan memecahkan keheningan, ia menatap ke arah pembantu yang diam tak bergerak disana. "Bi, mending bibi kebelakang lagi jangan di pikirin ucapan Zaidan" ucap Gibran dengan nada lembutnya.  "Baik den"  Setelah pembantu itu pergi, Devan, Dafa, Rehan, mendekat ke arah Gibran.  "Gimana bang?" tanya Dafa sambil duduk di samping Gibran.  "Ya, kita harus bersikap biasa aja, dan jangan niru Zaidan tapi kalau kalian masih— yaudah terserah si" ucap Gibran dengan nada santai ya.  "Gw sebenarnya masih agak kecewa sama papa mama, tapi bagaimanapun juga mereka orang tua kita" sambung Rehan dan di balas anggukan oleh Devan.  "Betul tuh! Tapi kalau boleh bilang ya, gw juga kangen sama mama papa" jawab Devan.  "Gw juga!" ucap Gibran dan Dafa serentak.  "Tapi gw gak!" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD