Chapter 2 : Syafakallah Abi

694 Words
    Tepat sehari sebelum Sheila diwisuda, Abi mengalami kecelakan sepulang dari kantor sehingga mengalami pendarahan dan beberapa cedera serius.      Dan dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia karena orang tuanya dapat menyaksikan keberhasilannya, namun Allah telah  mengubahnya dalam sekejap.      Sheila tak marah kepada Allah, ia hanya mengkhawatirkan dan berharap operasi Abinya sukses dan kembali sehat seperti semula.     Selesai wisuda Sheila pulang bersama Denis yang saat itu menjadi walinya saat wisuda. Denis juga mengantar Sheila ke rumah sakit tempat abinya akan dioperasi.     "Assalamu'alaikum," ucap salam Sheila dan Denis.     "Wa'alaikumsalam,' jawab seorang wanita paruh baya yang sedang terduduk lesu di luar ruangan operasi.     "Umi," Sheila langsung berhambur ke pelukan Umi.     "Gimana? Lancar wisudanya?" tanya Umi.     "Alhamdulillah, lancar Umi," jawab Sheila.     "Maaf ya, Umi nggak bisa nemenin kamu," sesal Umi.     "Nggak papa Umi, disini Abi yang lebih butuh Umi disisinya,"     "Iya, Shei kita berdoa yang terbaik ya  huat Abi,"      Umi dan Sheila melepas pelukan kala seorng wanita paruh baya datang.     "Assalamu'alaikum,"     "Wa'alaikumsalam,"     "Bu Diana?" sapa Umi pada Mama Denis.     Umi langsung bangkit dari duduknya, Tante Diana langsung berhambur memeluk umi. Mengusap punggungnya, seperti sedang menyalurkan kekuatan.     "Kita berdoa yang terbaik ya?" bisik Tante Diana pada Umi. Lalu Umi membalasnya sambil mengangguk. Kedua Ibu itu saling melepas pelukan.     "Sheila, maafin tante nggak bisa datang," ucap Tante Diana pada Sheila.     "Nggak papa tante," ucap Sheila canggung.     "Denis tadi dateng, kan?" tanya Tante Diana sambil melirik Denis yang mash berdiri sejak tadi. Sedangkan yang dilirik hanya diam tak membuka mulut sedikitpun. Bahkan aura dinginnya mengalahkan seratus AC di rumah sakit.     "Iya tante," jawab Sheila. ***     Sudah sekitar lima jam Sheila berada di rumah sakit sejak pulang wisuda. Kini ia menunggu Abi-nya sendiri karena Umi sakit sehingga ia menyuruh Umi untuk istirahat di rumah.     Tiba-tiba dokter keluar dari ruang operasi. Sheila yang sedang terkantuk-kantuk langsung berdiri spontan. Ia sangat menanti operasinya cepat selesai.     "Anda keluarganya?" tanya dokter.     "Iya dok, saya anaknya," jawab Sheila tak sabar menunggu kabar.     "Begini, alhamdulillah operasinya lancar. Tapi untuk saat ini, pasien belum bisa dijenguk. Baru nanti setelah kami pindahkan ke ruang biasa pasien bisa dijenguk," jelas dokter.     Mendengar kabar tersebut Sheila merasa sangat lega. Seperti ia telah melepaskan beban berat di dadanya yang sejak kemarin ditanggung.     "Alahmdulillah, terimakasih dokter," ucap Sheila.     "Sama-sama, kalau begitu saya permisi," pamit dokter.     Sheila langsung melakukan sujud sukur atas keberhasilan operasi Abi-nya.     Setelah menunggu beberapa lama akhirnya Abi sudah bisa dipindahkan ke ruangan biasa. Sheila pun kini sudah bisa menjenguk Abi-nya.     Mata Abi-nya belum terbuka, Sheila tak bisa mengajknya bicara. Namun Sheila tetap cerita kepada Abi-nya tentang wisudanya tadi.     Sambil menunggu Abi-nya membuka mata, Sheila mengambil air wudhu lalu ia membaca Al-qur'an. Ia melantunkan dengan suara lirih dan namun merdu.     Hingga tanpa disadar, seorang pria berperawakan tinggi begitu terkesima dengan bacaan Sheila yang menurutnya begitu indah dan sangat menyejukkan hati.  قُلْ  اَرَءَيْتُمْ اِنْ اَصْبَحَ مَآ ؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَّأْتِيْكُمْ بِمَآء مَّعِيْنٍ qul aro'aitum in ashbaha maaa'ukum ghouron fa may ya'tiikum bimaaa'im ma'iin "Katakanlah (Muhammad), Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir?" Sodakallahul'adzim.      Sheila lalu menutup Al-qur'annya dan meletakkan kembali ketempat semula. Lalu saat berbalik badan ia dikejutkan dengan Denis yang berdiri di belakangnya sambil membawa sekantong keresek.     "Kak-Kak Denis? Se-sejak kapan ada disitu?" tanya Sheila.     "Baru saja," bohongnya sambil memasang mode dingin. Denis lalu memberikan kantong keresek itu pada Sheila.     "A-apa ini kak?" tanya Sheila.     "Makanan," jawab Denis singkat.     "Untuk saya?" tanya Sheila ragu.     "Untuk hantu," jawabnya lalu langsung duduk di sofa.     Sheila merasa kesal pada Denis, apa sulitnya menjawab? Namun diam-diam ia juga merasa senang dengan sikap perhatian Denis hingga kadang ia salah mengartikannya. Ia sadar, dirinya bukanlah pelabuhan yang tepat untuk Denis berlabuh.     Sheila menerima makanan dari Denis lalu ia memindahkan dua porsi makanan tersebut ke dalam dua piring. Ia lalu memberikan satu piring untuk Denis.     "Taruh saja, nanti aku makan," ujar Denis karena ia sedang fokus dengan ponselnya.     Sheia lalu duduk agak berjauhan dengan Denis dan memakan makanan yang Denis berikan tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD