bc

Di Luar Ekspektasi

book_age18+
778
FOLLOW
5.7K
READ
dare to love and hate
mistress
drama
bisexual
city
betrayal
like
intro-logo
Blurb

Marriage life...

Ngeceng Sandy. Pacaran sama Wisnu. Menikah sama Andes. Cowo kayak banci, dulunya. Ansos. Penakut. Tapi ternyata, semua di luar ekspektasi ku.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang di luar dugaan ku.

chap-preview
Free preview
DLE-1
° ° (Guys, yang tulisannya miring, itu flashback ya?) "TURBULENCE! Turbulence!" Pesawat yang tengah mengudara diatas ketinggian 40000 kaki itu mengalami turbulence karena mendadak ada gumpalan awan hitam yang seolah akan menelan pesawat itu bulat-bulat. Para penumpang sudah membungkukkan badan mereka sembari berdoa, berharap mereka tidak mati. Pesawat berguncang. Semua berdoa agar badai diatas awan ini segera berlalu dan semoga pilot mereka bisa membawa mereka mendarat dengan selamat. Termasuk aku.  Wajar kan aku takut mati. Gimana kalau pesawatnya jatuh? Atau, menabrak gunung? Hiyy! Baru membayangkan saja aku sudah merinding. Kututupi wajahku dengan majalah yang kudapat saat di hotel. Selain berdoa, lebih baik aku membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Erotis, mungkin? Eh? Kulirik lelaki yang disebut suami, yang kini asik memejamkan mata tanpa terganggu turbulence tadi. Ah, benar-benar. "Ndes, aku takut." gumamku sambil menarik-narik jasnya. "Hm? Berdoa aja," sahutnya santai, masih terpejam. Ya Alloh! Ini suami kenapa begini amat ya? Tak ada pekanya sama sekali sama istri. Aku menyandarkan kembali punggungku. Dia Andes, suamiku selama dua tahun ini. Selama ini dia ya begitu. Nggak peka! Pokoknya dia di luar ekspektasi ku selama aku mengenalnya kurang lebih empat tahun. Bukan, kita bukan sahabat yang ujungnya nikah. Kebalikannya. Kita ini seperti Tom & Jerry. Seperti Tweety & Sylvester. Andes Mulya Arkananta adalah musuh besarku. Kami saling membenci. Aku juga bingung, kenapa kami bisa menikah dan bertahan selama dua tahun? Why? Mungkin faktor saling membutuhkan saja. Tapi ... Andes juga sosok yang kukagumi. Wajahnya yang bukan tampan melainkan cantik, bersebrangan dengan namanya, Andes. Kalian tahu pegunungan Andes? Yang namanya gunung itu harus kokoh, tinggi menjulang, mencerminkan sosok lelaki tangguh. Benar 'tak? Andes ini, lebih ke kemayu. Itulah yang membuat aku dan dia, dulu, tak pernah bisa akur. Aku yang selalu mendominasi. Aku yang selalu mengintimidasi seorang Andes. Aku yang selalu menolaknya, menghindarinya. Cih! Aku benar-benar tak suka padanya. Tapi kenapa sekarang... ° Flashback "Sandy ganteng ya?" pujiku sambil menyenggol Elsa. "Hm," "Tiap hari makin diliat, makin ganteng!" seruku lebay. Elsa berdecak, lalu melekatkan telapak tangannya dikeningku. Dia mengangguk. "Nggak demam juga. Tapi kenapa kamu makin-makin aja ya ngebet sama tuh anak? Di pelet lo!" "Aish! Sekate-kate lo, Sa. Dia calon pacar gue. Imam masa depan. Inget itu." sergahku. "Kalo suka ya tembak dong! Mau sampe Malin Kundang bangun dari sujudnya pun dia nggak bakalan pernah nembak lo. Ngarti kagak?!" Aku cemberut. Kesal. Selalu saja Elsa mengingatkanku soal itu. Sandy tak bakalan pernah nembak seorang Shylo. "Iya, ngarti gue Sa! Lo bikin gue sedih aja, ah." "Walaupun nih, seandainya, si Sandy suka sama lo, dia bakal bunuh perasaan itu. Tau nggak?" Aku menarik nafas, menatap langit yang tiba-tiba tak bersahabat. Tiba-tiba mendung. Ayah. Semua karena Ayah. Ayahku yang pangkatnya lebih tinggi dari pangkat ayah Sandy. Ayahku yang seorang jendral! Udah kebayang kan? "Didiri Sandy ada jiwa prajurit, Shy. Lo kudu ngarti soal itu. Lo nggak bakal macem-macem kan sama Sandy? Kasian tuh anak. Udah, jangan nyeret dia dalam ruang lingkup hidup lo yang amazing itu." Elsa mengaduk-aduk mangkuk baksonya. "Bahasa lo, Sa. Malah gue nggak bersyukur hidup ditengah-tengah keluarga kayak gini," "Dasar nggak tau diri, lo." Aku cuma hehe saja. Sudah biasa dikata-katain kasar sama Elsa. Dia bestie aku banget. Sejak itu, aku mulai melepas Sandy perlahan. Ini pengorbanan pertamaku buat seorang cowok. Aku tak mau terjadi hal yang diluar dugaanku. Aku tak mau Ayah ikut campur dan memperburuk keadaan. Aku tak mau Sandy jadi korban Ayah. Dan akhirnya aku benar-benar bisa menghindarinya. Tepatnya melindungi Sandy dari sesuatu. Kekuasaan Ayahku. Aku tak akan memaafkan diriku bila terjadi hal buruk menimpa Sandy. Hal itu membuatku terlihat kejam. Aku menolak setiap laki-laki yang datang dan mendambaku jadi kekasihnya. Apalagi bila secara tingkat, harkat dan martabat tak selevel denganku, dengan keluargaku, pasti kutolak mentah-mentah. Stigma negatif melekat erat pada diriku. Kalau aku itu 'cewek matre', 'cewek arogan, egois dan nggak tau diri'. Ini berdampak pada diriku yang akhirnya membuatku semakin menjadi sosok yang 'dingin', pemarah dan kejam. Sungguh, cuma Elsa yang paham aku. Dan, cuma Elsa yang diterima Ayah sebagai temanku yang berasal dari kalangan minor. Mungkin karena anak itu pintar dan pandai mengambil hati ayahku. Kalau aku setakut dan sesegan itu pada Ayah, aku malah begitu dekat dengan sosok ibu sambung. Ya, Ibuku meninggal saat melahirkanku. Aku tak mau memanggil ibu sambung dengan sebutan yang sama, ibu. Maka kupanggil dia Mama. Mama sosok wanita yang bersahaja. Baik hati. Sayang padaku dan Vello, kakak laki-lakiku satu-satunya. Tentu saja, dari pernikahan Ayah dan Mama Alikha, lahir si kembar, Juno dan Vano. Untung mereka bukan kembar identik, jadi aku bisa membedakannya. Kedua adik kembarku itu masih imut, baru kelas empat SD. Seperti hari ini, Mama sudah menyiapkan makan malam untuk kami semua. Mama jago masak. Tapi aku tak pernah tergelitik untuk belajar dari beliau. Padahal Mama sudah menyuruhku tapi dasarnya aku yang mau enaknya sendiri. "Mmm.. yummy! Pasti enak nih. Wangi sedepnya aja sampe ke teras," seruku. "Anak gadis kok pulang jam segini? Abis les kamu? Untung Ayah lagi dinas ke luar. Kalo nggak, kamu kena hukum." racau Mama. Aku nyengir menanggapinya. "Ganti seragammu sana. Nanti adek-adekmu ikutan, cah ayu. Mandi biar seger, nggak bau matahari." Masih saja Mama bersungut-sungut. Tapi aku suka. Berkat kecerewetan beliau, rumah jadi tak sepi. Selalu ramai. Aku suka keramaian! "Nggak bau Ma, wangi kok." sahutku. "Udah mandi sana." "Iya Mam... Kak Vello udah pulang?" "Udah. Dari tadi malah." "Eits! Masuk kamar, mandi, ganti baju. Shylooo..." "Iya Mam..." Aku terbirit masuk ke kamarku. Asik kalau udah gangguin Mama. Beliau tak akan marah. Aku sayang? Pastinya. Setelah beres mandi, ganti baju dan wangi, aku berhambur kembali. Eh tapi saat lewat kamar Kak Vello, ternyata dia tidak sendiri. Ada dua temannya disana. Owh! Kak Wisnu. Aku tersenyum. Eh, kenapa aku jadi senyum-senyum? Aku mikir keras, gimana caranya biar bisa mengajak Kak Wisnu ke acara ultah Damar, teman sekelasku? Ya, agar cowok itu, Damar, berhenti mengejarku. Berasa jadi punya utang yang dikejar debt kolektor. Aha! "Kak... Kata Mama makan dulu." kataku sambil mendorong pintu kamar Kak Vello. "Eh, ada Kak Wisnu sama Kak Abdi..." Aku memasang senyum semanis mungkin. "Hai, Say..." balas Kak Abdi. Shy-nya Kak Abdi itu Say, singkatan dari kata Sayang. Dia itu playboy kelas berat. Mantannya bejibun. Tapi modus malu-malu Kak Abdi selalu terendus Kak Vello. Kakakku itu paling anti aku diganggu Kak Abdi. Entah, mungkin karena ke-playboy-annya? "Kak Shylo, kata Mama cepetan." Juno menarik tanganku. "Iyaaa..." Dan disana Kak Wisnu tersenyum. Duh, ademnya senyummu Kak, seadem ubin mesjid! °° Hi, readers! Cuma nyapa ... Masihkah aku diharapkan? So Gomaweo & Saranghae tbc

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marriage Agreement

read
590.8K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.9K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.4K
bc

THE DISTANCE ( Indonesia )

read
580.1K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook