Sahabat

1017 Words
"Main dulu, yuk! Di rumah siapa gitu," imbuh Naomi saat bel pulang berbunyi sebelum waktunya. Ini karena guru-guru akan mengadakan rapat terkait ujian kelas dua belas mendatang. "Yang pasti jangan di rumah aku!" jawab Shofia. Ia berjalan mundur ke belakang di depan teman-temannya, salah satu kebiasaan saat ia mendapati kebahagiaan. Berjingkrak-jingkrak dan menari-nari karena ia lolos dari pelajaran bahasa inggris yang mengharuskan setor hafalan 100 kata tiap pertemuan. "Di rumah aku aja! Kebetulan mama lagi ada acara arisan ke rumah temennya, pulangnya pasti sorean," ajak Rena. "Bisa gak sih kamu jalan biasa!" protes Naomi merasa pusing melihat Shofia yang berjalan mundur. "Gak bisa aku terlampau senang!" jawab Shofia mengacuhkan teman di depannya. "Orang cantik mah bebas! Biarinlah paling nanti jatuh lagi kayak waktu itu," ucap Rena mengingat seminggu yang lalu karena ulahnya itu Shofia terpeleset. "Aku bakal ngakak kenceng kalo kamu jatuh lagi," tambah Naomi. "Jahat bangaet sih kalian doain aku jatuh! Tahu gak sih betapa senengnya aku, bel pulang ini bener-bener penyelamat hidup. Kalo gak gini, aku pasti dapet hukuman lagi karena harus setor 150 kata, minggu lalu aku punya hutang 50 kata," jelas Shofia. "Makanya di rumah itu belajar bukan make up-an mulu!" cerca Naomi. "Iya Naomi yang rajin, pandai dan pintar. Bawel banget sih, ibu aku aja gak sebawel ini!" Shofia masih berjalan mundur di koridor dan teman-temannya berjalan seperti biasa di depannya. Brugh. Saat di tikungan Shofia menabrak seseorang, kakinya menginjak kaki orang tersebut. Sedangkan teman-temannya membulatkan mata melihat siapa gerangan yang Shofia tabrak. "Tuh kan, apa kubilang!" batin Naomi. Shofia membalikkan badan, ia terkejut saat mengetahui siapa yang ia tabrak dan injak kakinya. Sedangkan orang itu hanya bergeming tanpa reaksi. "Ah, maaf, Pak ... maaf," ucap Shofia. Ia segera berjongkok untuk membersihkan jejak sepatunya yang membekas di atas sepatu Rico. Shofia membersihkan dengan tangannya. Namun Rico berlalu begitu saja. Naomi dan Rena membungkukkan badan menghormati gurunya itu. "Aku bilang juga apa! Jalannya yang bener!" cerca Naomi mengulurkan tangannya membantu Shofia untuk kembali berdiri. "Dasar guru nyebelin! Mau aku bersihin malah pergi gitu aja!" omel Shofia. "Udahlah, cepet bangun! Mumpung gak ada yang lihat," ucap Rena ikut mengulurkan tangan membantu Shofia. "Salah kamu, jalan mundur-mundur! Untung dia gak bentak kamu kayak di kelas tadi!" omel Naomi. Sesampainya di gerbang sekolah banyak siswa yang menawarkan tumpangan untuk Shofia, bahkan di antaranya ada adik kelas. Ini karena kepopuleran Shofia di semua angkatan. Shofia menolak satu persatu dengan lembut tak lupa senyuman termanisnya ia sunggingkan, membuat mereka semakin terpesona alih-alih kecewa. Hingga datang Danish dengan motor kerennya menawari tumpangan seperti yang lainnya. Shofia melirik ke arah teman-temannya minta bantuan. Sedangkan Naomi memutar bola matanya merasa sebal karena sebentar lagi drama akan segera dimulai. "Ayo, Shofia, rumah kita kan searah!" ucap Danish setelah ia menawarkan diri. "Maaf, Danish, aku mau main ke rumah Rena dulu," jawab Shofia tenang. "Biar aku antar sampai ke rumahnya!" Danish terus memaksa. "Ya kali lo nganter Shofia! Lah yang punya rumahnya aja masih di mari!" bentak Naomi sudah hilang kesabarannya. "Biasa aja kali, ga usah ngegas! Gue kan nanya sama Shofia!" jawab Danish masih diam di depan mereka. "Jadi gimana Shofia?" lanjutnya bertanya pada Shofia. "Maaf Danish, aku mau bareng mereka aja!" Lagi, Shofia menolak dengan halus. "Kalo gitu, mainnya sama aku aja gimana?" tawar Danish, ia tak pantang menyerah saat ditolak Shofia. "Oke, Danish yang ganteng cukup! Lo gak ngerti ya, maksud Shofia? Mending sekarang lo segera cabut sebelum gue bertanduk beneran!" gertak Naomi. "Dasar lu rese!" umpat Danish. Lalu ia beranjak pergi dari hadapan mereka. "Gila tu ya, orang! Ganteng-ganteng kelakuan kayak gitu! Bikin kesel gue aja!" gerutu Naomi. Tiba-tiba seseorang datang dari arah belakang menyenggol bahu Shofia dan berlalu begitu saja. "Maaf, gue gak sengaja!" ucapnya tanpa menoleh ke belakang. Disusul oleh dua temannya yang tersenyum kecut ke arah Shofia. Shofia menarik napas panjang lalu membuangnya, sedangkan Naomi semakin kesal setelah Danish sekarang tiga orang cewek sebayanya berbuat ulah tanpa ada masalah. Rena yang merasakan atmosfer kemarahan di kedua temannya segera menarik tangan mereka. "Ya udah, yuk ah cabut!" ajak Rena. Shofia dan Naomi mengikuti tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. *** Rena datang dari arah dapur dengan nampan yang berisi 3 gelas jeruk peras dingin. Naomi dan Shofia menyambarnya lalu meminumnya sebelum dipersilahkan tuan rumah, bahkan Naomi meminumnya hingga tak bersisa. "Ahhh segarnya," ucap Shofia, ia sandarkan punggungnya ke sofa dan merentangkan tangannya, mengambil posisi ternyaman untuk menghilangkan penat. "Tadi kamu tau gak yang nyenggol bahu kamu siapa?" tanya Naomi pada Shofia. Shofia mengangkat bahunya tanda tak tahu dan tak mau tahu. "Itu kan yang tadi ngeliatin kamu di kantin," imbuh Rena yang baru datang dengan sepiring puding coklat. "Kamu udah gak bisa diem aja, Shofia!" ujar Naomi fokus terhadap sahabatnya mengacuhkan puding yang dibawa Rena. Sedangkan Shofia dengan semangat menyambut suguhan dari Rena. Ia memasukan satu potong puding alih-alih menjawab ucapan Naomi. "Shofia!" panggil Naomi dengan suara ditinggikan. "Iya apa?!" jawab Shofia yang tak kalah tinggi dari suara Naomi. "Kamu gak bisa santai gini aja. Kamu harus ambil tindakan!" protes Naomi. "Iya aku tau! Tapi bisa gak sih jangan dulu ngomongin kek gituan! Bukannya aku gak mikirin, dari tadi juga kepikiran tapi aku bingung harus apa?!" keluh Shofia, sudah tak ada lagi keceriaan di raut wajahnya. Naomi bergeming, bukan ia ingin mengusik ketenangan Shofia hanya saja ia khawatir dengan sahabatnya itu. Sedangkan Rena bergegas menengahi kedua temannya itu, ia tak ingin terjadi keributan di antara keduanya. "Ke kamar aku, yuk! Aku punya film drakor terbaru," ajak Rena. Mereka bersama-sama menuju kamar Rena. Naomi melirik Shofia, wajah sahabatnya itu masih muram. Ia mendekat setelah tiba di kamar Rena. "Maaf ya, Shofia. Aku gak maksud ganggu ketenangan kamu," ujar Naomi, ia mendekat memeluk Shofia. "Iya, maafin aku juga, Naomi, aku malah sensi nanggapinya padahal niat kamu baik," jawab Shofia membalas pelukan sahabatnya, kini ia mulai bisa tersenyum. Rena segera menyalakan laptopnya lalu menyimpannya di posisi yang tepat. "Sekarang ambil posisi ternyaman kalian, film akan segera dimulai," ujar Rena. "Ha ha udah kayak di bioskop aja!" seloroh Shofia. Naomi tersenyum merasa tenang karena mood Shofia sudah kembali membaik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD