bc

Wingless Angel

book_age12+
537
FOLLOW
2.4K
READ
family
time-travel
independent
student
drama
bxg
like
intro-logo
Blurb

Raden Ajeng Diayu Djenar Maesa alias Djenar memang bukan gadis biasa. Lahir di tengah keluarga bangsawan tidak membuatnya tumbuh menjadi gadis kemayu yang manut-manut saja. Ayahnya yang merupakan anggota pemerintahan jelas keras, tak lantas menjadikan Djenar sebagai gadis penurut layaknya putri-putri pejabat lainnya. Ia menentang keras paham patriarki yang mengakar kuat di jamannya. Malapetaka muncul ketika masa perjodohannya tiba.

chap-preview
Free preview
1. Jodoh
Fajar meninggi begitu tenang. Semilir angin menambah kesejukan area pegunungan itu. Sejauh mata memandang, yang terlihat cuma warna hijau. Tapi gadis itu tak tertarik pada hijaunya pepohonan, ia malah termenung di pelataran rumahnya hingga tak menyadari bahwa sinar mentari menyinari rambut panjangnya yang digelung ke atas. "Heuhhh .... " berulang kali ia menarik napasnya kasar. Berulang kali pula ia meremas ujung kain batik nya yang berwarna cokelat gelap. Entah apa yang merasuki pikirannya, namun wajah cantiknya menunjukkan beban yang luar biasa. Tiba-tiba seorang perempuan dengan kemben yang menutupi tiga per empat tubuhnya datang menghampiri. "Ndoro ,apa panjenengan sudah dengar semuanya?" tanya perempuan itu. Gadis itu tersenyum miring lalu berdecak sebal. "Sudah tau, Mbok. Susah sekali hidup ini. Bahkan untuk bahagia pun harus ditentukan orang lain," jawabnya. Gadis yang dipanggil Ndoro itu jelas bukan gadis biasa. Kulitnya yang kuning bersih, rambutnya yang hitam berkilau, dan kebaya merahnya yang tebal nan mengkilat menunjukkan bahwa dia tak berasal dari kasta biasa. "Mau bagaimana lagi, Ndoro? Sudah jadi takdirnya seperti ini," jawab Mbok. "Takdir?" Gadis itu kemudian tertawa remeh. "Aku tak pernah percaya tentang takdir, Mbok. Semua yang kita dapatkan jelas merupakan buah dari perlakuan. Rasanya tidak pantas menyerahkan hidup begitu saja, sekalipun pada orang tua." "Ssstt, Ndoro! Jangan bicara begitu! Kalau ada yang dengar bisa bahaya!" Gadis itu menggeleng-geleng, "Aku tidak peduli, Mbok. Malah bagus. Kalau sampai ke Ayahanda, mungkin aku akan digantung di alun-alun. Mati dan tanpa perlu menuruti orang-orang yang masih hidup." "Ndoro, sebegitu tidak senangnya kah panjenengan dengan perjodohan?" tanya Mbok. Gadis itu merengut. Sudah jelas apa jawabnya. "Ya, Mbok! Aku sangat benci! Ora sudi! Sistem bodoh itu harus dihilangkan!" ujarnya. Mbok tersenyum tipis. Garis-garis halus di wajahnya jadi tampak makin jelas. "Tapi siapa tau kan pemuda yang dijodohkan dengan Ndoro bisa menciptakan kebahagiaan?" "Tidak mungkin, Mbok! Kebanyakan lelaki itu mau menang sendiri, seolah-olah perempuan ada di kakinya. Ora sudi aku menikah lelaki seperti itu!" Belum selesai gadis itu berceloteh, tiba-tiba datang perempuan lain dengan langkah yang tergesa-gesa. "Ndoro Djenar, Den Arto dan keluarganya sudah tiba." ... Raden Ajeng Diayu Djenar Maesa alias Djenar memang bukan gadis biasa. Lahir di tengah keluarga bangsawan tidak membuatnya tumbuh menjadi gadis kemayu yang manut-manut saja. Ayahnya yang merupakan anggota pemerintahan jelas keras, tak lantas menjadikan Djenar sebagai gadis penurut layaknya putri-putri pejabat lainnya. Ia cukup vokal menyuarakan buah pikirnya, meski skala penyampaiannya belum terlalu besar. Hanya di lingkungan sekitar kediamannya. Salah satu tradisi yang sangat ia tentang adalah perjodohan. Buatnya, perempuan berhak menentukan haknya sendiri. Berhak untuk hidup mandiri, tanpa lelaki sekalipun. Ia bahkan sempat mengutarakan pemikirannya itu pada beberapa putri pejabat lain melalui surat. Namun ia dipanggil gila setelahnya. Dibilang tidak waras karena pemikirannya. Dan hari ini ia harus terlibat dalam apa yang paling dibencinya. Ya, perjodohan tentunya. Ia harus duduk manis di hadapan seorang laki-laki tak dikenal yang datang dengan keluarganya. Membicarakan entah apa. "Jadi kapan sekiranya tanggal baik yang cocok untuk hari pernikahan mereka?" tanya ayah dari pemuda itu. Ayah Djenar menjawab, "Melihat weton anak-anak, sepertinya Jumat pahing bulan depan bagus untuk menikah." "Diatur saja, pokoknya makin cepat makin bagus, ya toh?" candanya. Semua orang di ruangan tertawa, kecuali Djenar yang masih memasang wajah datar sedari tadi. Ia muak. Sungguh muak. Menjelang petang, keluarga terkutuk--sebut Djenar--itu pulang. Djenar langsung mendatangi ayahnya. "Ayahanda, bukannya Hamba kurang ajar, tapi Hamba ingin menolak perjodohan ini." Ayah mengeraskan rahangnya. "Apa katamu? Menolak? Umurmu sudah 16 tahun! Sudah terlalu tua! Anak-anak yang seusiamu sudah punya anak 3! Dan dirimu masih mau menolak?" pekiknya. "Iya, Ayahanda. Hamba tidak mau menikah dengan seseorang yang tidak Hamba kenal. Menurut Hamba perempuan harusnya boleh menentukan nasibnya sendiri." Ayah tampak tersulut emosi. "Itu lagi yang kau bicarakan! Berhenti omong kosong dan masuk kamarmu sana!" Tapi bukannya menurut, Djenar malah berdiri kaku di depan Ayahnya. Seolah tak sedikitpun takut meski Ayah sudah tampak marah. "Tidak mau dengar lagi? Kupingmu sudah rusak ya?" Djenar tetap membeku di sana. Menunjukkan pemberontakannya. Hingga akhirnya plak! Tamparan keras mendarat di pipinya sampai tubuh mungilnya tersungkur di lantai. "Kurang ajar kau ya! Anak dari gundik sepertimu memang tidak bisa diharapkan! Tidak punya sopan santun!" Ayah lalu meninggalkan Djenar. Sepeninggalan Ayah, Mbok-mbok--pelayan--yang ada berhamburan menolong Djenar. "Ndoro, ndak papa?" Djenar tak menjawab, matanya berlinang tapi tak sampai menangis. Ia menatap ibunda nya yang berdiri tak jauh darinya. Ia mengirim sinyal permintaan tolong, tapi ibunya menolak mentah-mentah. Ibunya menatap penuh amarah pula. Ia kemudian ditinggalkan di sana. Tekadnya jadi makin keras bahwa ia harus menghentikan rantai perjodohan ini, bagaimanapun caranya. ... Djenar memasukkan beberapa makanan ke dalam kain berbentuk persegi. Setelah dirasa cukup, Djenar mengikat keempat ujung kain tersebut dengan erat. Ia kemudian melirik ke arah jendela. Langit sudah semakin gelap dan bulan purnama telah mengambang dengan sempurna. Ini waktu yang sempurna untuk memulai petualangannya sendiri dengan kata lain waktu yang tepat untuk melarikan diri dari tempat terkutuk ini. Djenar menggelung rambut kemudian memakai jubah hitam di tubuhnya. Ia lalu keluar lewat pintu belakang, mengendap-endap agar tak ada satupun yang sadar. Jantungnya berdebar keras saat dia sudah sampai di luar. Penjaga yang mengitari area rumah membuatnya was-was. Ia berjalan sembari dan bersembunyi di manapun yang menurutnya aman. Ketika tidak ada yang sadar, ia berlari sekuat tenaga melewati gerbang belakang dan menaiki gunung. Djenar berlari dan terus berlari, melintasi hutan tanpa penerangan. Ia memang harus menyesuaikan diri dengan gelap kalau tak mau ketahuan. Setelah dirasa cukup jauh, Djenar menghentikan langkahnya. Napasnya terengah. Ia duduk sejenak di bawah pohon untuk menetralkan pernapasannya. Namun tiba-tiba sebuah suara menggema, menusuk telinganya. Rawrrrrr! Djenar langsung mengambil ancang-ancang. Ia mengambil barang kayu yang ada di bawah kakinya dan memegangnya erat. Tak lama bunyi erangan itu terdengar lagi, semakin dekat. Djenar merinding. Orang bodoh pun tau kalau itu erangan binatang. Jantungnya seketika berdetak cepat. Makin cepat ketika matanya menangkap sekelebat bayangan yang melintas cepat. Djenar mulai takut. Dan benar saja,tak lama kemudian muncul seekor harimau di hadapannya. Matanya nyalang, kuku-kukunya tajam. Dengan sekuat tenaga Djenar berlari. Harimau itu terus saja mengejar. Daya Djenar hampir habis rasanya,bahkan makanan yang dibawanya dalam kain pum hampir terjatuh. Djenar berlari dan terus berlari. Hanya itu yang bisa dilakukan. Hingga akhirnya ia sampai di suatu tempat dimana kakinya tak bisa berlari lagi. Jurang. Harimau itu semakin mendekat dan Djenar pun semakin terpojok. Tak ada lagi tempat berlari atau sekadar tempat untuk bersembunyi. Djenar menatap jurang di belakangnya. Jurang yang sangat tinggi dan tampak gelap. Rawrrrrr! Lagi-lagi harimau itu mengerang dengan ganasnya. Jarak mereka semakin dekat. Djenar sudah tau apa hasil dari semua ini. Jelas mati. Yang ada tinggal pilihan bagaimana ia harus mati. Dimakan harimau kah? Atau jatuh dari jurang saja? Djenar tak punya pilihan lagi. Ketika harimau nyaris menerkamnya, ia otomatis melemparkan diri ke dalam jurang itu. Saat ada di udara, ia merasa tenang. Ada kebebasan yang menyeruak di dalam tubuhnya. Tapi beberapa detik setelahnya ia menabrak batu, kepalanya nyeri dan ia tak sadarkan diri.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
257.0K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.2K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.4K
bc

Destiny And Love

read
1.5M
bc

SHACKLES OF GERALD 21+

read
1.2M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook