Mas Fakhri :
Aku tunggu di cafe jam 4 sore
terima kasih
Itu adalah pesan terakhir dari Fakhri untuk Billa, setelah satu bulan sejak pertemuan mengejutkan dengan drama yang luar biasa sore itu tiba-tiba Fakhri menghubungi Billa, mengajaknya untuk bertemu sore ini.
Entah dari mana laki-laki itu mendapatkan nomor nya, tetapi yang jelas Billa memang membutuhkan perbincangan dengan Fakhri terutama membahas tentang Abbas.
Billa memastikan kembali pesan yang diterimanya, membaca ulang tanggal dan jam yang tertera di pesan itu. Sekarang sudah pukul setengah lima sore tetapi laki-laki itu belum juga menampakkan batang hidungnya, membuat Nabilla cemas.
Lima menit lagi belum sampai aku pulang saja..batinnya
Cafe ini terlihat cantik, dengan pemandangan kota Jogja di sore hari yang begitu romantis. Billa memilih meja yang berada di atap gedung, sehingga membuatnya bisa melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di sekitar kawasan Tugu Yogyakarta. Sambil menunggu ingatan Billa terpaksa ditarik ke beberapa hari yang lalu, ketika bapaknya dengan nada tegas berusaha merampas kehidupan Nabilla dengan titahnya.
*Flashback
“Pokoknya bapak tidak mau tau, kamu harus menerima lamaran Tuan dan Nyonya Bagaskara..Mereka terlihat sangat menyukaimu”
“Pak, tapi Billa sama sekali tidak kenal dengan anak pak Bagaskara, bahkan.. ”
“Kamu bisa mengenalnya setelah menikah Nabilla, jaman dulu banyak juga yang nikah karena perjodohan dan mereka langgeng sampai tua!!”
Billa sedikit bingung bagaimana ibunya bisa begitu sabar menghadapi bapaknya yang keras kepala, tak terbantahkan ! Bahkan bapak sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada Billa untuk berbicara.
“Kamu tahu ? Dengan menikah dengan keluarga terhormat kaya raya, itu bisa menghapus semua pandangan negatif yang melekat pada dirimu saat ini, dan yang terpenting bapak bisa membungkam semua orang yang dulu pernah mencaci bapakmu ini !!” Bapak megucapkan dengan lantang, menggema di seluruh ruang tengah rumahnya dengan menunjukkan telunjuknya mengarah ke d**a berkali-kali. Ada emosi yang tersirat begitu dalam dari bapak. Membuat Nabilla enggan membantah setiap perkataan yang keluar dari mulut bapaknya.
Dan bagaimana dengan kebahagiaanku ?
Ingin sekali Billa berucap seperti itu, tetapi tertahan di tenggorokkannya. Bagaimanapun dia sudah menolehkan luka yang teramat dalam pada bapaknya, menghancurkan mimpi bapaknya untuk memiliki seorang anak perempuan dengan gelar sarjana. Bahkan justru menambah luka itu dengan memberi cucu tanpa seorang suami.
Billa memejamkan matanya, pasrah ! Bagaimanapun hidupnya kali ini memang hanya akan di curahkan untuk Abbas dan juga bapaknya. Jika memang ini yang bapak inginkan, Billa siap menyerahkan hidupnya untuk keluarga Bagaskara.
Melihat sikap anak laki-laki tuan bagaskara yang begitu dingin dan memandangnya jijik, Billa yakin hidupnya kedepan tidak akan mudah.
“Ya terserah bapak, Billa terima apapun keputusan yang bapak ambil”
flashback end
“Assalamualaikum”
Billa dikagetkan dengan kedatangan Fakhri. Laki-laki itu mengenakan kemeja berwarna abu-abu yang di gulung sampai ke siku, rambutnya terlihat berantakan dengan wajah lelah.
“Walaikumsalam wr wb” Jawab Billa setelah sedikit lama berdiam mengamati Fakhri.
“Maaf saya terlambat, ada beberapa urusan yang memang agak molor dari jadwal”
“Tidak apa-apa, silahkan duduk mas”
Fakhri dan Billa duduk saling berhadapan. Kecanggungan mendominasi keduanya, bagaimanapun ini adalah pertemuan mereka –dengan baik- pertama kali nya semenjak enam tahun yang lalu. Lama terdiam, bahkan tidak ada satupun dari mereka yang memulai pembicaraan. Billa menautkan kedua tangannya di atas pangkuan demi mengurangi gugup, tatapan matanya berlarian mencoba menghindar dari tatapan Fakhri, dan itu semua tidak luput dari pantauan Fakhri.
“Bagaimana kabarmu?” Akhirnya Fakhri memulai pembicaraan, dengan senyum tipis dan wajah yang terlihat kaku, berbeda dengan Fakhri saat masih muda, bebas dan energik.
“Alhamdulillah baik mas, mas Fakhri bagaimana kabarnya?”
“Alhamdulillah juga baik”
Alunan lagu dari payung teduh –Untuk perempuan yang sedang dalam pelukan- menjadi peneman hening diantara keduanya. Mau tak mau lirik tiap lirik lagu membawa perasaan yang sebelumnya ada kembali muncul ke permukaan.
“Aku minta maaf untuk semuanya” Fakhri mengucapkan kalimat yang sudah enam tahun ia simpan semenjak mengetahui Nabilla pergi, keluar dari kampus, menyisakan tanda tanya besar dan penyesalan dalam hidupnya.
“Tidak ada yang perlu dimaafkan mas, saya melahirkan dan merawat Abbas adalah keputusan yang saya buat sendiri, Billa minta maaf jika tidak melibatkan mas fakhri dalam mengambil keputusan ini”
“Aku...” Fakhri mengatakan kalimat itu tanpa ekspresi, datar, kaku, seakan semua beban sedang menumpu di kedua pundaknya.
“Billa berjanji kehadiran Abbas tidak akan pernah menjadi bayang-bayang mas fakhri dalam meraih mimpi”
“Aku tidak peduli dengan mimpiku saat ini” fakhri menyela kalimat Billa “ Kamu dan Abbas adalah prioritasku saat ini”
“...”
“Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu kembali kepadaku, dengan Abbas, dan aku akan mengganti setiap detik penderitaan yang kalian alami dengan kebahagiaan”
“Aku akan menikah”
Kalimat yang billa ucapkan mampu membuat syaraf-syaraf di tubuh Fakhri untuk sejenak berhenti bekerja sesuai fungsinya.
Satu detik
Dua detik
Fakhri hanya terdiam dalam keterkejutannya.
“Bapak sudah menjodohkan saya dengan seorang laki-laki pilihan bapak, dan tugas saya saat ini hanyalah membuat bapak bahagia mas”
“Kasih kesempatan buat saya Billa, saya mohon !”
“Hidup saya sepenuhnya milik bapak mas, semenjak saya melukai beliau dengan tetap mempertahankan Abbas”
“Saya akan kembali menemui bapakmu, bahkan jika harus mengemis, saya akan lakukan mengemis dan berlutut dihadapan bapakmu untuk bisa memilikimu kembali”
Fakhri memberanikan diri menggenggam kedua tangan billa yang kini berada di atas meja. Desiran aneh yang dulu Billa rasakan kembali menguat. Jujur saja Billa masih menikmati setiap sentuhan dari Fakhri, setiap detik bersama laki-laki itu.
“Katakan bahwa kamu masih cinta sama saya Billa, katakan kamu mau kembali kepada saya, dan saya akan berjuang bahkan jika harus seumur hidup saya habiskan untuk mengemis di hadapan bapakmu”
"Mas.. luka yang sudah saya torehkan kepada bapak sangatlah besar, jika memang ini adalah cara bagi saya untuk membalas semua sakit hati dan penghinaan yang bapak rasakan selama ini, saya ikhlas"
"Tetapi bagaimana dengan perasaanmu?"
"Kebahagiaan bagi seseorang seperti saya adalah semu, perasaan ku sudah lama mati bersamaan dengan keputusan untuk melahirkan Abbas! Bukan berarti aku menyesal sudah melahirkan dia kedunia, Abbas adalah anugrah terindah yang Tuhan berikan kepada saya"
"Jawabanmu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku Nabilla, bagaimana perasaanmu? Khususnya kepada saya?"