BAB 8 - Lusia Maharani aka Lucy

1105 Words
“Menikah?” “Heem” Aku melihat bara dengan santai menjawab pertanyaanku, padahal aku yang dibelakangnya sudah menahan amarah dan letupan emosi yang menggebu. Kami sedang berada di ranjang apartmenku, tentu saja setelah bara menghubungiku akan mampir untuk meminta jatahnya. Dan dengan santai nya laki-laki itu memberikan kabar yang membuatku seperti jatuh dari lantai ke 10 gedung apartmen ini ! Ia akan menikahi wanita pilihan mamanya, Kalimatnya seringan kapas tetapi mampu menjadi belati di hatiku. “Bukankah kamu tidak mau menikah dengan wanita itu ?” Sekuat tenaga aku menetralkan suaraku, menarik nafas dalam menghembuskan dengan perlahan, setidaknya hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini. “Tidak ada lagi yang kuinginkan menjadi istri, setidaknya dengan menikahinya aku bisa membuat mamaku bahagia” Sialan Apa laki-laki itu sama sekali tidak menganggapku sebagai seorang wanita yang pantas dinikahi olehnya ? “Dan aku ?” Aku mengucapkan dengan menahan nafas, bersiap untuk mendengar jawaban bara yang mungkin akan semakin membuat nya tersakiti. “Kita masih bisa bertahan dengan hubungan saling menguntungkan ini lucy, kamu akan selalu menjadi simpananku, setidaknya sampai aku merasa bosan, atau sampai kamu mendapatkan penggantiku yang bersedia mencukupi kebutuhanmu” Lama berada di samping bara bisa membuatku hilang akal, aku memilih berdiri dengan selimut menutupi tubuh telanjangku, berjalan mendekati lemari pendingin kecil yang berada di sudut kamar kemudian mengambil sebotol bir dengan kadar alkohol ringan. Setidaknya minuman ini bisa membuatku sedikit waras dan bisa bertahan dari ucapan-ucapan bara yang menipiskan kesabaranku. “Kamu belum tentu bisa puas dengan permainan istrimu, bukannya kamu pernah bilang dia bukan tipemu sama sekali ?” “Menikah bukan berarti harus melakukan itu lucy, aku juga punya standart yang tidak bisa wanita itu penuhi” Senyum kecil menghiasi bibirku, nyaris tidak terlihat dalam lampu kamar yang cukup terang malam ini. Aku sedikit merasa bangga tubuhku yang indah bisa menjadi senjata kuat untuk menaklukkan hati bara, setidaknya dia bisa mengikat laki-laki itu dengan tubuhnya. “Apa kamu akan membuat perjanjian pra nikah seperti di novel-novel ? Menentukan berapa lama kalian akan menikah ? Atau apapun itu yang memastikan bahwa hubungan suami istri yang kalian miliki hanyalah status ?” “I don’t know” Tidak tahu, bisa saja akan tumbuh cinta diantara keduanya bukan ? “Bagaimana jika aku menolak untuk menemani mu ketika kamu sudah menikah ?” Entah karena apa, tiba-tiba aku ingin mengetahui bagaimana ekspresi bara jika aku pergi meninggalkannya. Bara terlihat diam, mengatupkan kedua bibirnya, mungkin enggan menjawab pertanyaanku, atau bingung ? Laki-laki itu kemudian membalikkan badannya yang sebelumnya tidur menyamping menghadapku, menjadi telentang. “Pergilah jika kamu ingin pergi, aku tak akan pernah memaksamu untuk tinggal di dalam hidupku” Aku seakan dapat melihat akhir hubunganku dengan Bara ketika laki-laki itu menyelesaikan kalimatnya. Bagaimana pun, aku tidak akan pernah terlihat di hadapan laki-laki itu. Aku yakin suatu saat akan menyerah, tetapi untuk saat ini kenapa itu terasa sulit ? *** Aku mengendari mobilku melaju ke ujung Jawa Barat, dengan kecepatan maksimal membelah jalanan aspal yang didominasi dengan kendaraan yang melaju kencang. Beberapa kali aku harus mengecek handphone ku, berharap mendapatkan kabar dari abangku yang beberapa waktu lalu menghubungiku sedang dalam bahaya. Aku memberanikan diri menyalip mobil yang melaju kencang, memaksimalkan kemampuan mengendaraiku untuk segera sampai ke tempat tujuan, karena saat ini nyawa bang alex menjadi taruhannya. Hampir setengah jam akhirnya aku sampai di rumah sederhana berwarna putih dengan beberapa bagian bangunan yang terlihat rusak, atap yang rapuh dan beberapa jendela yang terlihat tidak tertutup rapat. Aku sudah sampai di rumah masa kecilku, dimana rumah ini adalah saksi bisu bagaimana takdir sangat tidak berpihak pada kami, aku dan bang alex. Aku dulunya adalah seorang anak perempuan dari keluarga yang lengkap, ayah ibu dan bang alex sampai akhirnya kecelakaan mobil merenggut nyawa kedua orangtuaku, membuatku menjadi seorang yatim piatu di usiaku yang menginjak 5 tahun. Sempat hidup bersama tante dari ibuku, namun kami sama sekali tidak mendapatkan kasih sayang, justru tenagaku dan bang alex di manfaatkan untuk membantunya berjualan di pasar membuat aku dan bang alex akhirnya memutuskan untuk pergi kembali ke rumah kami. “Bang” Aku mencoba memanggil nama abangku sesaat setelah membuka pintu. Beberapa barang terlihat berserakan, meja dan kursi yang sudah tidak pada tempatnya, bahkan aku melihat lemari bufet kecil yang dulu tempat tivi keluarga sudah rusak. “Aaarrrggghhh, ampuuun bang” Aku langsung berlari ketika mendengar suara bang alex berteriak kesakitan, mencoba mencari sumber suara kemudian melangkahkan kaki ku ke arah kamar bang alex. “Raniiii...” Bang alex terlihat merintih kesakitan, dengan tangannya sedang berada di bawah kaki seorang preman besar yang kini menyeringai culas kepadaku. “Lepaskan abang ku” “Ooo ini adikmu yang kamu bilang mau bayar utangmu?” Suara yang bersumber dari ujung ruangan kamar, seorang laki-laki tua dengan tubuh yang tidak kalah besar duduk bersila di kursi yang berada di ujung kamar, dekat dengan jendela. Hutang ? Oh Tuhan,, bang alex kembali lagi berulah, setelah tahun lalu aku melunasi hutang-hutangnya, kali ini dia kembali terlilit hutang ? “Rani to..lo.. Aaarrrggghhh” Laki-laki bertubuh besar itu kembali menginjak tangan abangku yang sudah terlihat remuk, membuatnya kembali merintih kesakitan. “Berapa hutang abang saya ?” Bagaimanapun dia adalah abangku, satu-satunya keluargaku yang masih hidup, aku tidak ingin kehilangan bang alex. “Dua ratus juta” “Apaa? Du..dua ratus?” Aku mengalihkan pandanganku ke bang alex, berharap penjelasan masuk akal darinya. “Hutang..nyaa cum..ma seratus tapi bang kar..no minta dendaa ju..ga karena telat ba..yar !” “Saya tidak bisa mendapatkan uang itu sekarang juga, itu bukan jumlah uang yang sedikit” “Oke berarti alex gw bawa sebagai jaminan” “Jangan-jangan aku mohon lepaskan abang saya, saya janji akan bayar hutangnya” Aku berlutut di hadapan laki-laki itu, berharap belas kasih darinya, beberapa adegan kekerasan mewarnai pikiranku jika bang alex dijadikan jaminan, membuatku ngeri. Laki-laki itu terlihat berfikir “Ada cara lain sebagai pengganti jaminan abangmu” ucapnya kemudian “Apa ?” “Tubuhmu” “Nggaak...” kini bang alex terlihat berontak dengan sisa-sisa tenaganya “Jangan pernah sentuh adek gw tua bangka sialan” Buuughh Satu tendangan kembali mengenai d**a bang alex membuatnya terpental. “Bang..” Aku berlari mendekati bang alex, duduk di sampingnya, memeluknya “Bawa mobil saya, itu sudah lebih dari 200 juta, dan jangan pernah ganggu abang saya lagi” Aku mengambil tasku yang sempat terjatuh, mengeluarkan kunci mobil dan juga surat-surat mobil “Aku akan mengirimkan kekurangannya, yang jelas itu semua atas namaku dan kamu bisa melihat alamatku disitu!!” “Deal” Aku kembali mendekat ke arah abangku membawanya ke dalam dekapanku “Rani sayang sama abang” ucapku dalam tangis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD