Sore hari menunggu senja, adalah waktu yang tepat untuk bermain bersama Abbas, anak ku satu-satunya yang kini sudah mulai menginjak usia 5 tahun.
Kami berada di alun-alun kidul di Yogyakarta, aku sering kali menghabiskan waktu ku bersama Abbas disini, mungkin hanya sekedar untuk menemani Abbas berlarian, melihat para wisatawan yang sedang menikmati liburannya, atau hanya sekedar menikmati wedang ronde yang berada di sudut alun-alun. Aku sangat menyukai wedang ronde..
Angin sore ini sedikit lebih kencang dari biasanya, beberapa kali hijab yang menutupi rambutku terurai sehingga aku harus sedikit membenahi letaknya agar rapi kembali.
“Mbak Billa ga mau cilok?” Hana, sahabatku beberapa bulan belakangan ini sekaligus calon keluargaku.
Hana adalah calon istri dari saudara sepupuku dari pihak ayah, bernama lengkap Hana Bagaskara seorang anak perempuan dari pengusaha kaya di Jakarta. Kami beberapa kali bertemu saat aku mengunjungi rumah bule rukayah di Solo atau saat David mengajak Hana untuk berkunjung ke rumah mbah di jogja.
Aku juga pernah menginap di rumahnya di Jakarta, ketika acara lamaranya dengan david, atau ketika mencari kerja ketika sahabatku dulu yang sama-sama kuliah Gizi saat ini mengajakku untuk join dengan bisnis catering sehat miliknya.
Dan akhir-akhir ini wanita itu rajin sekali berkunjung ke Jogja dengan alasan liburan atau hanya sekedar kangen dengan Abbas.
Aku menggeleng “Enggak, udah kenyang Han”
“Yaudah aku habisin” Ucapnya dengan memasukkan cilok ke mulutnya, sambil mengarahkan pandangannya ke Abbas yang kini mendekat.
“Tante ! Abbas mau cilok”
“Pedess deek”
“Dikit ajaa”
“Pedeess ih, mau tante emut dulu ini biar ga pedes ?”
“Boleeh”
Aku hanya tersenyum memperhatikan interaksi Hana dan Abbas, Hana terlihat sangat menyayangi Abbas, bahkan Hana hampir selalu menuruti setiap keinginan Abbas, membuat ku harus mengingatkan berkali-kali agar Abbas tidak menjadi anak yang manja dan boros.
Wanita itu sangat berbeda dengan saat pertama kali bertemu dengan ku, dulu Hana cenderung menjadi wanita yang menarik diri, tidak mudah percaya dengan orang lain bahkan Hana seperti seseorang yang hilang kewarasan.
Informasi dari david, -calon suaminya, Hana sempat mengandung dan menggugurkan kandungannya karena tidak tau siapa ayah anak yang dikandungnya, bahkan wanita itu sempat berencana bunuh diri namun gagal karena david datang, entah seberapa pelik kehidupannya sebelumnya tetapi kini wanita itu menjelma menjadi wanita yang baik dengan sosok keibuan di hadapan Abbas.
Itulah sebabnya Hana sangat menyayangi Abbas, dia berniat berusaha menebus kesalahannya dulu dengan menyayangi Abbas dengan tulus.
“Udah hampir maghrib, kita pulang yuk”
“Ayuk” Jawab mereka serentak.
Kami memutuskan untuk pulang ketika hari sudah hampir gelap, berjalan bersama menuju parkiran motor yang letaknya agak jauh dari tempat kami saat ini.
“Gimana mbak kemarin rencana kerja di tempat temennya?”
“Mmm.. lumayan menyenangkan sepertinya Han, karena aku memang suka masak”
“Udah ikut aja Hana ke Jakarta, jadi Hana bisa ketemu Abbas tiap hari deh”
Aku hanya tersenyum simpul.
Disepanjang perjalanan Abbas tidak henti-hentinya menanyakan kepada Hana apapun yang dilihatnya, membuat beberapa kali Hana mencubit pipi Abbas karena gemas. Tepat pukul 17.30 kami sudah sampai di rumah, Hana lebih dulu turun kemudian membuka gerbang rumah dan aku menyusul memasukkan sepeda motorku ke dalam garasi.
“Assalamualaikum”
“Wala...”
Salamku terpaksa terhenti ketika aku terkejut melihat sosok yang saat ini ada dihadapanku. Helm yang kupegang jatuh ke lantai menimbulkan bunyi yang cukup keras membuat Abbas dan Hana terpekik.
Aku memandang laki-laki dihadapanku, yang jelas sangat berbeda dengan saat kita terakhir bertemu 6 tahun yang lalu.
Mas Fakhri
“Mbak”
Aku mendengar hana memanggil namaku, namun aku tidak bergeming. Aku masih sibuk dengan pemikiranku sendiri, memandangi laki-laki yang selalu mendapatkan porsi terbesar dalam pikiranku.
Sudah sekian lama, kenapa mas fakhri baru nemuin Billa sekarang ?
Mas Fakhri sehat ?
Mas Fakhri..
Selama 6 tahun masa pelarianku, aku sangat mengharapkan moment ini, Mas Fakhri menemuiku, menjemputku kembali, kita akan membangun rumah tangga kecil yang bahagia, bersama Abbas.
Walaupun sebenarnya sebagian besar dari diriku menolak, bukankah kemungkinan mas fakhri datang kembali hanya untuk sekedar bertanggung jawab terhadap Abbas ? Belum tentu ia kembali karena ku bukan ?
Laki-laki itu terlihat berwibara, dan dewasa. Aku bersyukur mas Fakhri hidup dengan baik, aku yakin mas Fakhri sekarang sudah menjadi orang yang sukses terlihat dari pakaian dan barang-barang yang melekat ditubuhnya.
“Mbak” Kini hana menyentak ku, mencoba menyadarkan ku dengan tindakan.
“Maaf, walaikumsalam wr wb” Jawabku setelah sekuat tenaga memberikan energi di tubuhku yang menguap karena kedatangan mas fakhri.
Aku melihat mas fakhri mendekat, menatapku dengan lekat. Ekspresi tubuhnya mengisyaratkan hal yang sama denganku, kecanggungan, keraguan, keputus asaan, kami sama-sama lemah dihadapkan dengan takdir.
“Apa kabar?” Tanyanya ketika kita sudah berada dalam jarak dekat, aku bisa mencium aroma parfum pinus mas Fakhri yang sangat wangi maskulin, memperhatikan wajah laki-laki itu yang ditumbuhi cambang tipis di area dagunya.
“Baik Alhamdulillah” Aku tersenyum, tapi tiba-tiba air mata ku takdapat lagi ku bendung.
Aku mencoba menahan isakan yang ingin keluar, aku ingin sekali menelan isakan-isakan yang keluar tetapi sulit.
“Aish” Aku berdecak.
Hanya tuhan yang tahu bagaimana perasaanku kepada laki-laki yang saat ini berdiri dengan gagah di hadapanku. Aku rela pergi dari kehidupannya, jika keberadaanku dengan Abbas bisa merusak segala mimpi yang dirajutnya.
Kali ini mas Fakhri mencoba meraih ku, tapi terhenti ketika suara seseorang menarikku kembali ke dalam kenyataan.
“Siapa nduk ?”
Bapak, aku melupakan keberadaan bapakku.
Aku mengusap air mata yang mengalir di pipiku, mencoba menenangkan hatiku yang mulai kacau “ Dia..”
“Saya Fakhri pak, ayahnya Abbas” Mas Fakhri mendekat ke arah bapak yang berdiri di hadapan pintu rumah kami.
Aku bisa melihat Hana menutup mulutnya karena terkejut, dan Abbas hanya memandangi ku dan Hana bingung dengan apa yang terjadi.
Sedangkan bapakku ? Laki-laki itu hanya terdiam untuk beberapa saat.
“Bawa Abbas masuk kedalam” Titahnya kepada Hana yang kini membawa Abbas memasuki rumah.
“Pergi dari hadapanku, jangan pernah ganggu keluarga kami lagi” ucap bapak ketika hana dan abbas sudah memasuki rumah dan menutup pintunya dari dalam.
“Saya kesini ingin mempertanggung jawabkan ....”
“TIDAK PERLU !! Anakku sudah bahagia, dia sudah melalui masa-masa tersulitnya tanpa dirimu”
“Pak..”
“PERGI SAYA BILANG !!!”
Aku melihat amarah yang sangat luar biasa dari wajah bapak, suara gemeretak giginya seakan menegaskan bahwa bapak sangat membenci mas Fakhri.
“Kamu sudah menghancurkan masa depan anakku, menghancurkan hidupnya, dan sekarang kamu kembali ? Lebih baik aku mati daripada harus menikahkan anakku denganmu !!”
“Saya mohon beri saya kesempatan untuk membahagiakan Billa dan anak saya” Mas Fakhri berlutut dihadapan bapak dengan wajah tertunduk. Dari belakang tubuhnya, aku bisa melihat punggung mas fakhri yang bergetar menahan tangis.
“Semua kesempatan untuk mu sudah tertutup !! Tidak semenjak saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana perjuangan anak saya mengandung Abbas 9 bulan tanpa didampingi seorang suami, melahirkan tanpa dukungan suami, membesarkan Abbas dengan penuh gunjingan dari orang sekitar” ada jeda sejenak dalam kalimat bapak “Kamu paham bagaimana rasanya saya sebagai bapak melihat semua itu ??”
“Sayaa..”
“KAMU TIDAK AKAN PERNAH PAHAM !!!”
“Saya akan berusaha...”
Buugghhhh...
“Bapaaaakkk” Aku memeluk kaki bapak yang digunakannya untuk menendang d**a mas Fakhri hingga tersungkur.
Bapak tidak pernah memberikan mas fakhri kesempatan untuk berbicara sedikitpun.
“Bapaak sudah, Billa mohon sudah cukup pak” Aku tak kuasa lagi untuk menahan tangisku yang semakin menggerung.
“Pergi Kamu” Bapak mendesis pelan penuh ancaman
“Saya akan pergi, tapi saya tidak akan pantang menyerah, saya akan kembali lagi kesini”
Mas Fakhri mencoba untuk berdiri, kemudian pandangan mata kami bertemu sesaat. Ada penyesalan yang mendominasi di raut wajahnya.
“Assalamualaikum”
“Walaikumsalam” Jawabku.
“Kamu boleh kembali kepadanya, tetapi kamu harus langkahi dulu mayat bapakmu ini” Ucap bapak setelah tubuh mas Fakhri menghilang dari pandangan.