BAB 6 - Bara & Lucy

1060 Words
Beberapa kilatan cahaya kamera mengabadikan gambar Lucy yang kali ini mengenakan baju formal, celana khaki dengan kemeja warna putih yang dipadukan dengan jas berwarna senada dengan celana yang ia kenakan. Hari ini dia sedang menjalani pemotretan untuk sebuah brand fashion baju formal yang terkenal untuk produk terbarunya. “Okee istirahat satu jam yaa” Ucapan salah satu kru menandakan bahwa jam istirahat makan siang sudah datang, Lucy mengucapkan terima kasih dan bergegas masuk ke dalam ruang make up yang memang disediakan untuk model bersiap. “lo kenapa masih loyo gini sih beeb” Romeo datang langsung memojokkan Lucy yang memang hari ini sedang tidak fokus, beberapa kali ia sempat mendapatkan teguran dari pengarah gaya dan juga fotographer, mengingatkan dirinya untuk fokus. “ Kenapa ? Bara lagi?” “...” “Udahlaah, kan gw udah bilang jangan..” “Bisa diem ga lo?” “Dia udah nolak telefon lo, jangan ganggu-ganggu dia lagi kalo lo ga mau di usir dengan cara yang halus gw yakin dia bisa pake cara yang kasar cy” Kali ini Romeo sudah mengganti panggilannya kepada Lucy dengan nama, menandakan bahwa laki-laki itu sedang serius. “Gw kenal sama salah seorang pengawalnya, gw sempet tanya ke dia, katanya wanita yang dia kejar itu mau nikah sama orang lain” “Cewenya mau nikah bukan berarti terus dia mau sama lo, ngerti ?” “Apa ga ada kesempatan sama sekali buat gw sih Rom?” tiba-tiba ia menangis, kemudian tersenyum getir “cengeng banget ga sih gw ? Padahal gw udah berada disisi dia 2 tahun, dan sekarang laki-laki itu pergi tanpa kabar begitu aja” Lucy mengusap beberapa tetesan air mata yang jatuh ke pipinya. “Gw udah meringatin lo dari awal cy, Bara itu..gimana ya ? dia itu orang yang sulit lo raih” Romeo menghapus tetesan air mata di pipi Lucy “Udah jangan nangis make up lo ilang nanti” Lucy memainkan telefon genggamnya, membuka beberapa pesan yang sempat ia kirimkan kepada bara tetapi tidak berbalas sampai detik ini. Membuka profil picture laki-laki itu yang terlihat tampan dengan balutan jas berwarna hitam, sungguh ia sangat merindukan laki-laki itu. Namun tiba-tiba Lucy melemparkan telefon genggamnya kemudian begidik ngeri “Gw kayanya dah gila deh Rom” “Kenapa sih lo banting-banting hp, mahal lhooo itu” “Gw kayanya beneran ga waras, mandangin foto profil Bara sampe kehaluan gw ngerasa doi lagi telf gw” Romeo mengambil hp Lucy yang berada di lantai. “Eh tai” Romeo terkejut “Hah?” “Dia beneran telefon ini” Kali ini lucy berdiri mendekati Romeo, memastikan layar hp nya yang memunculkan : *Bara’s Calling* “Gw harus gimana Rom?” Tanya Lucy gugup “Angkat laah begooo!! Bukannya ini yang lo mau ? ” “Oh iya” Lucy menggenggam kembali ponselnya, mengucapkan beberapa kalimat menguatkan kepada dirinya sendiri. “Yaah mati Rom” “Ya lo kelamaaaaannn” Lucy kali ini menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, merutuki kebodohannya sendiri karena terlalu lama menjawab telefon Bara. “Apa perlu gw telf balik ya ?” Romeo hanya menjawab dengan kedikan bahunya, dari awal dia sudah tidak menyutujui hubungan sahabatnya itu dengan Bagaskara. Sebelum Lucy mengambil keputusan apa yang akan dia lakukan, telefon genggamnya kembali berbunyi menampilkan layar yang sama dengan sebelumnya. *Bara’s calling* Lucy menarik nafas dalam kemudian menghembuskan perlahan, melafalkan semangat untuk dia bisa menghadapi Bara kali ini. “Halo” “Dimana?” “Di studio daerah kemang, lagi pemotretan, kenapa?” Sekuat tenaga Lucy menahan kegugupannya, mencoba menjawab senatural mungkin, walaupun Lucy tahu dia sama sekali tidak bisa menutupi kegugupannya kali ini. “Nanti malam aku ke apartment, jam sepuluh” “Hah?” Klik.. Sialan memang Bara.. “Aaaaarrrghhh” “Kenapa sih lo? Bikin kaget orang aja” Lucy hanya menjawab pertanyaan Romeo dengan kebisuan, dia sedang berpikir kuat apa yang nanti akan terjadi. *** Lucy malam ini mengenakan balutan baju malam yang seksi berwarna hitam duduk menyilangkan kedua kakinya, ia sengaja menunjukkan kaki jenjangnya dengan paha sintal dan kulit putih mulus terawat di hadapan Bara. Tangan kanannya memegang rokok yang diselipkan diantara jarinya, menghirup perlahan menikmati asap yang memasuki rongga d**a. Selama kepergian Bara satu tahun ini, ia kembali dengan kebiasaannya yang dulu, merokok untuk menghilangkap penat dan juga untuk mengurangi kegugupan, seperti saat ini. Tatapannya tak lepas dari laki-laki yang saat ini duduk di sofa seberangnya, laki-laki yang sangat ia rindukan. Laki-laki itu duduk dengan tatapan kosong, menggoyang-goyangkan gelas whisky yang sudah hampir tandas. “Sampai kapan kamu kaya gini Bar ?” Bara tidak menjawab, hanya meliriknya sekilas ke arah wanita itu dan kembali menegak whisky di tangannya, menegak sampai habis tak bersisa. Entah sudah gelas keberapa, yang jelas Bara seperti tidak mau menghentikan aktivitasnya menikmati whiskynya “Jangan bilang Bara ke tempatku karena patah hati” Dengan sekuat tenaga Lucy berusaha tegar untuk mengucapkan kalimat ejekan untuk Bara, padahal hatinya seperti teriris mendapati kondisi Bara yang kacau karena wanita lain. Lucy berpura-pura bahwa pemandangan dihadapannya adalah hal yang menjijikkan. Wanita itu tidak bodoh untuk melihat kondisi Bara, dari tatapannya, dari tingkah lakunya, persis seperti si dungu yang sedang patah hati. “Jaga ucapanmu Lucy” Akhirnya laki-laki itu bersuara, dari mulai datang dua jam yang lalu laki-laki itu selalu mempertahankan mode pesawat dalam dirinya, tidak bersuara pun tidak menanggapi. Lucy memberanikan diri berdiri mendekati bara, langkahnya dibuat seanggun mungkin, dengan tatapan mengarah tepat ke arah Bara. Anggap saja Lucy sudah kembali menjadi seorang jalang –hanya dihadapan Bara. Dengan berani Lucy duduk di pangkuan bara membuat Bara yang sedang dalam lamunan sedikit terkejut. Namun laki-laki itu tidak menolak ataupun melarang, mereka dari dulu memang sudah sering melakukan hal ini. Bara memilih mengabaikan tingkah Lucy dan kembali menuangkan kembali whisky ke dalam gelasnya. “Aku rindu kamu” Lucy mendekatkan bibirnya ke telinga Bara, menghembuskan nafas ringan disekitar telinga laki-laki itu, berusaha membangkitkan sesuatu yang sudah lama terpendam. Lucy menantang Bara, menunjukkan wajah penyerahan dirinya seutuhnya. Memanfaatkan rasa frustasi dan putus asa Bara, mencoba peruntungan untuk memiliki bara kembali. Lucy ingin sekali menunjukkan kepada Bara, bahwa hanya dialah seseorang yang akan menjadi tempat Bara berpulang. Laki-laki dihadapannya menenggak ludah, membalas tatapannya dengan berkabut, pertanda bahwa dia sudah berhasil memancing gairahnya. Tak mau melepas kesempatan, Lucy mendekatkan bibirnya mencium Bara, dan tersenyum menang ketika laki-laki itu membalas pagutannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD