BAB 10 | Menerima Tawaran

1524 Words
DERAP langkah kaki terdengar menggema di ruangan ini. Happy yang tengah memantau komputer miliknya langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah pintu. Sosok Big Boss muncul dari balik pintu, menenteng sebuah kantung belanja dari sebuah minimarket yang tidak jauh dari sini. Laki-laki itu meletakkan kantung belanjaannya yang berisi lima kaleng soda di atas meja dan menarik salah satu kursi untuk dia duduki. Happy yang mengerti kegundahan hati Big Boss pun memilih untuk tidak bertanya. Bahkan Beauty yang biasanya datang paling awal pun belum datang sampai sekarang. Sedangkan Big Boss yang biasanya datang terakhir pun menjadi datang lebih awal daripada King dan Bear. Untuk keduanya, katanya masih di tempat kerja masing-masing. Ada urusan yang harus mereka lakukan. "Apa kita harus menyusun waktu untuk libur sementara?" Tanya Happy kepada Big Boss yang terlihat cukup lemas. Big Boss menggeleng pelan, "aku hanya butuh sedikit istirahat. Akhir-akhir ini sedang banyak masalah. Aku sampai pusing dan terkadang tidak bijak dalam mengambil keputusan." "Maksudnya?" Tanya Happy tidak mengerti. "Kau memikirkan ulang tentang tawaran itu?" Sambungnya penasaran. Big Boss mengangguk, "maka dari itu kita harus membahasnya ulang. Aku tidak mau membuat kelompok kita bubar karena berbeda pendapat. Aku tahu ini berisiko, sangat. Tetapi aku juga tidak mau bertindak egois kepada Beauty. Aku hanya pemimpin kalian, bukan seorang bos. Aku hanya tidak mau dia melakukannya sendiri tanpa tim. Itu akan lebih berbahaya. Mungkin dia sedang membutuhkan banyak uang. Tidak ada yang tahu." Happy mengerti, mengiyakan apa yang Big Boss ucapkan. Happy pun merasa jika Beauty bersikeras untuk mengambil tawaran itu. Jadi, bukan tanpa alasan 'kan? Beauty pasti mempunyai alasan kuat mengapa dirinya bersikeras untuk mengambil resiko dari pekerjaannya ini. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mendengarkan temannya itu. Tidak lama kemudian, King masuk ruangan. Pertama kali yang dia tatap adalah Big Boss yang sudah berada di sana. Laki-laki itu meletakkan tasnya dan ikut nimbrung bersama dengan kedua rekannya. Belum ada yang membuka suara, lagipula King sedikit merasa kecewa karena Beauty tidak ada hari ini. "Tenanglah, kita akan bicarakan ini lagi." Ucap Big Boss menjelaskan sambil mengelus pundak King. "Kau ingin menyetujui tawaran itu?" Tanya King dengan ekspresi kaget. Big Boss mengangkat kedua bahunya tidak paham, "aku hanya ingin kita berdiskusi. Aku tidak mau menjadi penentu dalam setiap tawaran yang datang untuk kelompok kita. Jika memang ada kemungkinan lain, mungkin kita harus menerimanya. Kau yang paling dekat dengan Beauty. Apa dia bicara sesuatu kepadamu?" "Dia tidak pernah berbicara hal apapun kepadaku. Kita semua selalu menjunjung tinggi kesepakatan kita sebagai anggota Jendela Kematian. Terlalu berbahaya untuk bercerita atau semacamnya." Jawab King yang mendapatkan anggukan dari Big Boss dan Happy. Mereka bertiga pun kembali diam, memikirkan sesuatu yang ada di dalam kepala mereka. Big Boss tak ingin mencelakai timnya hanya karena mengambil tawaran ini. Namun, dia tidak boleh egois dan tidak boleh mengabaikan pendapat orang lain. Apalagi Beauty adalah anggota tim juga. Walaupun dalam hatinya yang paling dalam, adiknya menjadi kelemahannya sendiri. Big Boss ingin aman karena dia melindungi Isabela. Agar adiknya tidak pernah tahu apa yang selama ini dirinya kerjakan diluar rumah selain menjari bartender. Sampai-sampai membuat kehidupan mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Laki-laki itu mengusap wajahnya. Mungkin Beauty benar, mereka bukan kelas pembunuh bayaran yang baru saja terjun ke dunia berdarah ini. Mereka sudah menggunakan alat seperti pistol untuk membunuh orang lain. Itu pun selalu berhasil. Lalu akhirnya mereka bertemu dengan Bear yang menginginkan untuk bergabung dengan tim. Bear ahli dalam racikan bahan kimianya yang mampu melumpuhkan sistem syaraf dengan kurun waktu yang diinginkan. Jadi, mereka terus menggunakan cara itu karena lebih aman dibandingkan dengan menarik pelatuk dan membuat orang mulai kocar-kacir. Walaupun pada saat observasi atau aksi dalam pemberian racikan itu harus mengandalkan kecerdikan dan juga kehati-hatian. Tidak lama setelah itu Bear masuk ke dalam markas. Dia sudah menerka hal ini semenjak Big Boss memberi pesan agar mereka berkumpul hari ini. Laki-laki itu duduk berhadapan dengan Happy, menatap semua temannya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. "Jadi, apakah kita akan menerima tawaran itu?" Tanya Bear to the point. "Kita akan pikirkan bersama," ucap King mewakili Big Boss dan Happy. Bear mengangguk pelan, "aku rasa, sudah saatnya kita terlihat oleh dunia. Mungkin maksud Beauty adalah agar kita tidak takut karena selama ini pun kita pernah memakai senjata dalam membunuh orang lain. Aku tahu kekhawatiran kita satu sama lain. Tetapi ini keputusan berat, bukan?" Mereka semua mengangguk. Happy membalikkan laptopnya. Sedangkan yang lainnya langsung mendekat untuk melihat apa yang Happy temukan. "Kurasa, kita sudah bisa menjalankan misi ini." Ucap Big Boss dengan wajah memerah. "Dia benar-benar ingin bermain-main dengan kita." Sambungnya. "Aku sudah menduganya sejak awal, teman-teman." Mereka semua membalikkan badan dan menatap ke arah pintu di mana Beauty berdiri. Perempuan itu lalu duduk disamping King, mengambil sekaleng soda dari kantung plastik itu. "Kenapa tidak membicarakannya kepada kami?" Tanya King dengan wajah penasaran. "Jadi, kita tidak perlu bertengkar seperti kemarin. Kepalaku pusing karena kamu pergi begitu saja." Tandasnya dengan menatap Beauty. Baik Big Boss, Happy, ataupun Bear hanya bisa menggelengkan kepala pelan mendengar ucapan King. Ya, mereka tahu bagaimana usaha King untuk mendekati Beauty. Mungkin jika dibuat sinetron, judul ceritanya akan menjadi cintaku terhalang peraturan Jendela Kematian. Mereka sama-sama tahu bahwa Beauty tak mau membuka identitasnya kepada siapapun termasuk King yang terlihat sekali jatuh cinta kepadanya. "Aku tahu kalian akan menemukan hal itu. Lagipula tidak asik jika tidak ada drama sedikit saja. Kita terlalu sering akur, jadi aku membuat kita sedikit bertengkar." Ucap Beauty yang membuat semua orang di sana hanya bisa mendengus sebal. Lalu setelah bercanda mereka selesai, mode serius dimulai. Mereka yang kemarin-kemarin tidak setuju pun akhirnya memaksimalkan semua pekerjaan mereka dengan serius. Berbagi tugas sesuai dengan skill yang mereka miliki. Kali ini Bear tidak bertindak banyak karena dirinya memang tidak terlalu dibutuhkan pada misi ini. Namun tenaganya tentu saja masih berguna. Dia memilih untuk membantu Big Boss dalam perencanaan. Tidak lupa sebuah drone kembali dilepaskan. Happy memantau lagi dari balik komputernya. Jika sudah melihat ruangannya, mereka akan mencetaknya kembali dan membuat perencanaan matang. Tetapi kendala mulai muncul karena gedung yang ingin mereka sadap juga memiliki pelindung ruangan yang kuat dan membuat sinyal tidak bisa sampai kepada mereka. "Gawat," ucap Happy kepada semua teman-temannya yang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Beauty mendekat ke arah komputer yang menyala, "mereka mempunyai pelindung baru rupanya. Tarik saja drone kita. Biar aku yang datang ke gedung itu untuk memindai setiap ruangan." "Terlalu berbahaya! Kita bisa susupi dengan kamera yang lebih kecil lagi." Ucap Bear memberikan solusi. Happy menggeleng, "tentu saja itu semakin berisiko. Alat pelindung mereka akan mendeteksi apapun benda yang berhubungan dengan kamera pengintai atau apapun itu. Aku pernah melihatnya di beberapa tempat. Sayangnya teknologi kita terbatas. Jadi, saran Beauty memang paling benar." "Tunggu, jangan gegabah dulu. Ini tidak sesederhana itu." Ucap King berpendapat dan menunjuk pada beberapa titik di dinding yang terpampang di layar komputer Happy. Big Boss tersenyum samar, "kita semua tidak bisa masuk ke dalam gedung itu karena akan ketahuan. Alat pelindung mereka itu sangat canggih, akan mendeteksi semua identitas kita. Walaupun kita sudah memakai topeng ini sekalipun. Tak ada yang bisa lolos dari alat itu. Aku mengenal siapa pembuatnya." "Kau mengenal pembuat alat itu?" Tanya mereka kompak. Big Boss mengangguk, "tetapi aku tidak akan menceritakannya kepada kalian. Jadi kita haru bergerak dan membuat mereka sendiri yang akan melakukan keinginan kita." "Kau ingin aku membuat sebuah ramuan untuk mengendalikan otak seseorang, kawan?" Tanya Bear yang tahu kemana arah pembicaraan Big Boss. "Tentu," jawab Big Boss dengan senyuman liciknya. Beauty mendekat, "kau memang paling cocok untuk menjadi pemimpin." "Yaps! Dan kau lebih cocok untuk menjadi pembunuh berpistol." Jawab Big Boss dan membuat Beauty tertawa. "Aku terlahir sebagai seorang pembunuh bersenjata." King mendekat dan memberikan sebuah sampel senjata kepada Big Boss. Laki-laki itu mencoba untuk menembakkannya dan mengangkat jempolnya ke udara. Tanda dirinya setuju dengan rancangan King. Di ruangan ini adalah kekayaan dari ilmu pengetahuan yang telah diabaikan oleh para petinggi itu. Bagaimana tidak, ruangan ini dipenuhi dengan manusia-manusia super power yang melek teknologi namun tidak pernah dilihat. Senjata rakitan King akan sangat membantu di militer, sayangnya tak ada yang melihat potensinya dulu. Sehingga dia memilih untuk menjadi perakit senjata dalam kelompok ini. Bagaimana dengan Bear yang ahli dalam membuat semua jenis obat mematikan? Dia lebih berbahaya dari pada dukun yang mengatakan dirinya sebagai membunuh tanpa menyentuh. Ada Beauty juga yang sangat ahli dalam menggunakan senjatanya atau ahli dalam penyamarannya. Lalu Happy, si ahli teknologi. "Besok adalah hari yang sangat menyenangkan untuk kita semua. Jadi, nikmati waktu istirahat kalian dan kita eksekusi gedung itu." Ucap Big Boss dengan seringainya. Mereka semua mengangguk lalu memasukkan semua barang-barang mereka ke dalam kotak kayu besar yang berada di bawah tanah. Big Boss berpamitan lebih dulu karena harus bekerja. Happy dan Bear pun ikut pamit pergi, tinggallah King dan Beauty yang sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka. "Kau benar-benar ingin melakukannya?" Tanya King penasaran. Beauty mengangguk pelan, "kenapa? Kau tidak mempercayaiku tentang misi kali ini?" "Tentu saja tidak. Tetapi aku hanya mengkhawatirkanmu saja." Jujur King lalu duduk di kursi yang sempat mereka duduki tadi. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Kau hanya perlu fokus pada pembuatan senjatanya." "Apa kau tidak ingin aku berada disisimu?" "Apa maksudmu?" King menghela napasnya panjang lalu tersenyum, "lupakan saja! Aku akan membuat senjatamu lagi." ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD