BAB 9 | Kecurigaan Isabela

1105 Words
SEBELUM pergi ke festival melukis, Isabela mampir terlebih dahulu ke sebuah coffee shop. Dia suka sekali memandangi orang-orang dengan berbagai macam bentuk wajah dan pakaian-pakaian lucu yang mereka kenakan. Sesekali Isabela akan mulai menggambar objek yang disukainya. Saat ini, dia duduk di salah satu bangku yang berada di paling pojok. Di depannya tersaji sebuah kopi hitam dengan uapnya yang masih mengepul. Sebelum minumannya cukup dingin, Isabela mengeluarkan sebuah sketchbook dan mulai menggoreskan tinta pulpennya. Menggambar seorang barista yang berada dibalik mejanya. Sesekali Isabela menatap sekeliling. Banyak sekali pengunjung coffee shop hari ini. Beberapa orang pun masih sempat memperhatikannya, seperti hari-hari yang lalu. Setiap kali dia duduk di manapun, pasti ada saja yang memperhatikannya. Entahlah, apa yang membuat Isabela begitu menarik di mata mereka. Mungkin wajah cantiknya, tatapan matanya yang teduh, atau lekukan senyuman yang kadangkala diperlihatkannya. Sayangnya, Isabela tidak bisa begitu saja dekat dengan siapapun. Dia hanya berusaha untuk tidak melanggar perintah dari kakaknya. Isabela sebenarnya bosan berada di rumah. Terkadang dia merasa terkurung berada di dalam rumah. Namun, melihat kekhawatiran Arkana terhadapnya, membuat Isabela memahami itu. Mungkin, Arkana trauma karena sudah kehilangan orang tua mereka. Sekarang, Arkana takut jika sampai kehilangan Isabela juga. "Hai, kamu yang kemarin itu, 'kan?" Tanya seorang laki-laki yang entah sejak kapan berdiri di depan Isabela. Perempuan itu buru-buru menutup sketchbook miliknya, "eh, kamu, Arond 'kan?" "Aku kira, kamu udah lupa." Ucap Arond sambil tersenyum. Isabela menggigit bibit bawahnya, sebenarnya dia bingung dengan pertemuan antara dirinya dengan Arond kembali. Padahal, dia sudah berjanji kepada Arkana untuk tidak bertemu dengan Arond lagi. Tetapi, jika pertemuan tidak terencana seperti ini? Apakah itu masuk ke dalam kesalahan Isabela? "Boleh aku duduk?" Tanya Arond kepada Isabela yang sejak tadi terlihat sangat gelisah. "Apa kamu akan bertemu dengan seseorang?" Lanjutnya dengan memandang sekitar. Isabela menggeleng pelan, "enggak kok. Aku sendirian aja. Sebenarnya, aku cuma enggak enak kalau sampai ketahuan Kakakku." "Kakakmu yang kemarin itu, 'kan?" Tanya Arond yang masih berdiri tanpa berniat untuk duduk. Dia sangat menghormati keputusan Isabela. Jika Isabela mengiyakan, maka dia akan duduk. Tetapi jika tidak, Arond tak akan memaksa. Isabela menatap Arond, kasihan juga jika Arond terus berdiri. Namun, batinnya terus berperang hanya karena masalah boleh duduk atau tidak boleh. Masa iya, Isabela mempermasalahkan tentang tempat duduk. "Kamu bisa duduk," putus Isabela walaupun cukup sulit. "Yang waktu itu, memang Kakakku." Jawabnya sambil menatap Arond yang baru menarik kursi untuk dia duduki. Arond mengangguk, "aku paham, kamu merasa terkekang, 'kan? Tapi posisimu tidak memungkinkan untuk menolak kemauan Kakakmu." "Iya... Benar! Kau tahu segalanya rupanya." Ucap Isabela sambil tersenyum. Arond tertawa mendengar ucapan Isabela, "tapi, kamu beruntung memiliki Kakak yang sangat peduli kepadamu. Setidaknya, dia sudah melakukan hal terbaiknya untuk adiknya." "Kenapa kamu sangat paham hal seperti itu?" Tanya Isabela penasaran. Arond sedikit berpikir, "hm, karena aku seorang Kakak, mungkin." Isabela mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti. Setelah itu, hanya hening. Isabela maupun Arond hanya diam. Arond memainkan ponselnya sambil meminum kopi. Sedangkan Isabela diam-diam membuka sketchbook miliknya. Mencari halaman kosong dan menggambar sosok laki-laki di depannya. Mengabaikan gambar seorang barista yang sempat dibuatnya tadi, namun belum selesai. "Apa aku objek yang bagus?" Tanya Arond yang menyadari dirinya menjadi objek gambar untuk Isabela. "Kau tahu?" Arond tertawa, "kau suka sekali menggambar?" "Iya. Mungkin dengan menggambar akan sedikit membuatku melupakan rasa bosan. Terkadang, aku ingin berdekatan dengan seseorang dan menjalin hubungan pertemanan dengan seseorang. Aku juga ingin kuliah dan bertemu banyak sekali orang. Tapi sayangnya, Kakakku tidak pernah mengijinkan aku untuk berbaur dengan orang-orang. Aku seperti burung yang dikurung dalam sangkar." Curhat Isabela dengan wajah sedih. "Kau tahu, semua orang selalu punya alasan dalam setiap tindakannya. Walaupun aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Kakakmu. Tapi aku memahami rasa khawatirnya. Kau terlalu cantik, bukan? Pasti banyak buaya yang akan mendekati kamu." Ucap Arond. "Apa kamu termasuk dalam buaya, itu?" Canda Isabela yang membuat Arond langsung tertawa. "Apa? Aku tidak seganas itu. Tetapi, mungkin bisa jadi." Jawab Arond dengan candaan pula. Setelah itu, mereka memutuskan untuk pergi dari coffee shop itu untuk menuju ke festival melukis. Arond juga mempunyai tujuan yang sama, sehingga mereka pergi bersama. Toh, Isabela hanya kenal dengan Arond. Mereka juga sama-sama nyambung dalam segala hal. Mereka berjalan menyusuri jalan. Lalu naik ke sebuah bus berwarna biru yang dipenuhi dengan cukup banyak penumpang. Arond terus melindungi Isabela dari himpitan penumpang lainnya. Berulang kali Arond memelototi laki-laki yang mencoba untuk mendekati Isabela. Sesekali Isabela akan berpegangan pada tangan Arond agar tidak jatuh. Lalu setelah beberapa saat, mereka sampai di depan alun-alun kota. Di mana festival melukis akan diadakan. Sebelum festival itu dimulai, Isabela mengajak Arond untuk berkeliling. Banyak sekali pedagang yang berada di depan gedung festival itu. Mereka duduk di salah satu kursi dan sibuk wisata kuliner. Arond diam-diam memperhatikan wajah Isabela yang berbinar-binar karena mendapatkan makanan yang dia suka. Isabela membeli beberapa makanan dan memakannya sambil bercerita panjang lebar kepada Arond. "Festivalnya sebentar lagi akan dimulai. Kamu mau langsung masuk atau menunggu di sini dulu?" Tanya Arond yang membawa beberapa bungkus makanan milik Isabela. Isabela memperhatikan antrian pengunjung festival yang lumayan panjang, "mungkin ada baiknya kita langsung mengantri saja. Kalau ditunda-tunda, pasti antriannya semakin panjang saja." Arond mengangguk dan mereka pun mengantri untuk masuk ke dalam. Selama di dalam, terlihat sekali jika Isabela sangat antusias. Ada banyak lukisan yang bisa dia lihat dan tentunya bisa menjadi inspirasi untuknya. Sesekali mereka akan membicarakan tentang lukisan dari pelukis terkenal yang mungkin lukisannya tidak akan mereka temui dalam beberapa event lainnya. Sekitar dua jam berlalu dengan menyenangkan, menurut Isabela. Perempuan itu masih menikmati waktunya berada di dekat gedung festival itu walaupun sudah ditutup. Sekarang, dirinya memilih untuk duduk di salah satu kursi yang berada di alun-alun kota bersama dengan Arond. Mereka memakan makanan yang belum sempat mereka makan ketika berada di dalam tadi. "Hm, aku pamit pulang duluan. Maaf tidak bisa menemani kamu sampai nanti." Ucap Arond tidak enak. Isabela menggeleng pelan, "oh, iya, tidak masalah. Kamu bisa pergi duluan. Aku masih ingin di sini. Terima kasih sudah mau datang bersama." "Iya, aku juga senang bisa datang bersama kamu. Sampai jumpa lain waktu, Isabela." "Sampai jumpa!" Mereka akhirnya berpisah kembali, kali ini dengan baik-baik. Arond meninggalkan Isabela sendirian di alun-alun kota. Namun kali ini, pandangan mata Isabela tertuju kepada seseorang yang baru saja berjalan di dekat trotoar. Seseorang itu wajahnya sangat asing untuknya, namun jika dilihat dari pakaiannya. Mirip sekali dengan kakaknya. "Kenapa pakaiannya sangat mirip dengan Kakak, ya?" Tanya Isabela pada dirinya sendiri. "Ah, banyak orang menggunakan style seperti itu. Lagipula, Kakak bilang akan pergi menemui Bosnya." Ucap Isabela berusaha untuk berpikir positif. "Tapi, kenapa aku sangat penasaran, ya? Kenapa aku mencurigai orang yang tidak aku kenal. Mukanya pun berbeda... Apa yang sedang aku khawatirkan?" ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD