TERDENGAR helaan napas kasar yang terdengar berulang kali dari mulut Happy. Laki-laki itu kembali meminum soda miliknya dan terus memantau layar komputernya. Ada yang aneh dengan misi ini. Terlalu berisiko dan rawan ketahuan. Jika biasanya mereka seringkali bermain cantik, kali ini mereka membunuh dengan menampakkan diri. Tidak, tidak menampakkan diri seperti yang dibayangkan. Hanya saja, mereka menggunakan kekerasan secara langsung. Menarik pelatuk dan membuat seseorang terbunuh.
Anggota yang lain pun mungkin merasakan hal yang sama. Mereka sudah lama tidak menerapkan metode kuno itu lagi semenjak Bear masuk sebagai anggota Jendela Kematian. Dengan menggunakan obat racikan Bear, semuanya berjalan dengan semestinya. Tidak ada kecurigaan apapun dari pihak kepolisian yang akan menimbulkan praduga. Hal tersebut pun akan dinilai sebagai sebuah aksi bunuh diri, kecelakaan, atau apalah itu. Intinya, tidak ada hubungannya dengan kasus pembunuhan apapun. Namun sekarang, klien mereka meminta menggunakan senjata. Aneh, 'kan?
King beranjak dari duduknya yang tidak tenang sejak tadi, "perasaan macam apa ini? Aku benar-benar gugup dengan hari itu."
"Ya, aku pun merasakannya. Kita sudah lama meninggalkan metode pembunuhan secara langsung itu. Biasanya, kita hanya memberikan umpan. Tidak pernah lagi memakai menggunakan senjata pembunuh secara langsung." Curhat Happy.
"Bukankah sebenarnya terlalu berisiko? Kita akan mempunyai banyak sekali PR. Setidaknya agar Jendela Kematian tidak diketahui orang-orang. Tapi mengapa aku menjadi ragu setelah mendengar permintaan klien kita kali ini. Aku merasa tidak siap dengan berbagai macam konsekuensi yang bisa ditimbulkan karena misi ini." Ucap Bear memberikan argumen.
Mereka mengangguk serempak. Ada perasaan tidak nyaman yang ingin membuat mereka mundur. Namun, uang di depan mata. Mereka bahkan mendapatkan tawaran tinggi untuk pembunuhan kali ini. Walaupun mereka terbiasa menjadi seorang pembunuh bayaran, tetapi mereka sudah jarang menggunakan senjata untuk melumpuhkan target di depan mata. Mengapa klien mereka tidak berpikiran jika sampai semua ini terbongkar? Apakah klien mereka sudah siap masuk penjara?
"Bahkan Big Boss pun terkejut. Aku tidak tahu apa yang akan Big Boss lakukan nanti. Apakah dia tetap akan terus melanjutkan misi ini atau menolaknya." Ucap Happy dengan wajah pasrah.
Beauty beranjak, "aku rasa, tidak masalah untuk melanjutkan misi. Lagipula, aku yang akan mengambil bagian untuk melakukan eksekusi. Pikirkan tentang uangnya. Berapa banyak uang yang bisa kita dapatkan dengan sekali misi? Iya, 'kan?"
"Tidak!" Tandas Big Boss yang baru saja masuk ke markas. "Misi seperti ini terlalu berbahaya untuk kita. Ada hal lain yang sedang direncanakan El pastinya. Tidak mungkin dia meminta kita untuk menggunakan senjata jika tidak ada hal lain yang dia coba untuk sembunyikan." Lanjutnya kesal.
Beauty menatap Big Boss, "tapi aku yang akan akan mengeksekusinya. Aku yang akan menerima semua konsekuensi itu. Kalian tinggal menyiapkan semuanya."
"Beauty, kita sudah lama tidak menggunakan senjata di depan publik. Kami tidak mau terjadi hal yang sekiranya mengancam keselamatan kita semua." Ucap King menyanggah pendapat Beauty.
Perempuan itu mendengus kesal. Dia tidak mau melewatkan satupun misi dengan bayaran tinggi seperti ini. Lagipula, dirinya yang melakukan eksekusi. Seperti keahliannya sebagai seorang penembak jitu. Dulu, sebelum Bear masuk ke Jendela Kematian, semuanya baik-baik saja dengan menggunakan senjata. Lalu, mengapa sekarang mereka seakan-akan alergi dengan senjata.
"Apa yang mereka semuanya katakan itu benar, Beauty. Publik bisa tahu jika ada kita, pembunuh bayaran. Polisi akan memburu kita, gerak kita pun semakin terbatas." Tambah Happy akhirnya.
Beauty mengepalkan tangannya kesal, "kalian tidak mengerti apa yang aku katakan. Semua yang aku lakukan untuk tim juga. Uang yang kita dapatkan jauh dari biasanya. Apa kalian tidak tertarik sama sekali? Aku yang akan maju untuk melakukan eksekusi. Apa susahnya mengiyakan?"
"Tidak! Aku tetap tidak setuju. Ada banyak rumor menyebar tentang kita beberapa hari ini. Apalagi semenjak meninggalnya Patra, semua media belum berhenti mengabarkan tentang dia. Kalian tahu, netizen sangatlah pintar. Mereka mudah untuk menghubung-hubungkan sesuatu." Tambah Big Boss.
"Beauty, mengertilah. Kami semua hanya saling mengkhawatirkan. Tak ada maksud lain untuk membuat kamu merasa tidak nyam—" ucap Bear yang terputus karena ucapan Beauty.
"Terserah kalian," tandas Beauty dengan kesal dan meninggalkan markas.
Keempat laki-laki itu hanya bisa memandangi kepergian Beauty. Mereka juga tidak tahu harus dengan cara apa memberitahu perempuan itu. Tentu saja mereka sudah sangat paham dengan konsekuensinya. Tentang apa yang akan terjadi jika semua orang tahu tentang Jendela Kematian. Beberapa hari ini saja sudah heboh, padahal baru asumsi yang dikeluarkan oleh orang tidak dikenal. Mereka terus saja menghubung-hubungkan tentang kematian orang-orang beberapa hari ini.
"Jika kita membunuh Prada, semua akan semakin kacau. Apalagi posisi kita terlihat oleh publik. Kemarin Patra baru saja mati dan kabarnya masih hangat di televisi. Aku tidak mau ada yang terluka diantara kita. Kita masih bisa menyelesaikan misi lainnya walaupun dengan bayaran biasanya." Nasehat Big Boss yang sudah mulai pusing dengan situasi.
King yang berada di depan meja perakitan senjata pun hanya bisa menatap ke arah pintu. Berharap Beauty akan kembali lagi ke markas mereka. Sayangnya, Beauty sama seperti perempuan kebanyakan. Jika sudah marah, maka kemungkinan untuk kembali adalah sedikit. Bear yang paham dengan perasaan King, hanya bisa mengelus pundak temannya itu.
Big Boss mengambil tasnya kembali dan menggendongnya, "sepertinya aku harus kembali. Kalian semua segeralah pulang. Jangan membalas pesan itu, Happy. Aku yakin Beauty membutuhkan waktu. Jadi ada baiknya, kita biarkan saja dia. Aku pergi!"
Big Boss meninggalkan markas mereka. Sebelum sampai ke jalan, tepatnya di sebuah sisi jalan yang gelap. Laki-laki itu sudah mengganti penampilannya sebagai Arkana dan melepaskan topeng wajah itu dalam satu tarikan. Awalnya Arkana tidak yakin jika topeng itu bisa seperti wajah pada umumnya. Namun setelah mempraktekkannya di muka umum. Mereka sempat menjadi pusat perhatian karena good looking.
Sebelum pulang, Arkana mampir ke sebuah warung makan seafood untuk membelikan makanan kesukaan Isabela, yaitu udang. Sudah lama sekali mereka tidak menghabiskan waktu bersama. Arkana merasa sangat bersalah karena semua kesibukannya, membuat Isabela harus tinggal di rumah sendirian. Arkana memang bukan orang yang baik, tetapi dia tidak pernah gagal menjadi kakak yang baik. Kakak yang bertanggung jawab, sayang kepada adiknya, dan berjuang mati-matian untuk membahagiakan Isabela.
Sekarang sudah lewat tengah malam dan Arkana baru saja sampai di rumah. Laki-laki itu membuka pintu kamar Isabela, namun adiknya tidak ada. Lalu Arkana mencari di salah satu ruangan favorit Isabela, perpustakaan mini di mana novel koleksi Isabela disimpan. Arkana melihat Isabela sedang tertidur di sofa sambil memeluk album foto keluarga mereka.
Arkana tersenyum, mengelus kepala Isabela dan mengambil album itu. Ada perasaan sedih setiap kali pulang dengan membawa beban yang tidak bisa dia jelaskan kepada Isabela. Dia sebenarnya tidak tega bekerja seperti ini. Namun, dia butuh uang yang banyak untuk memastikan kehidupan Isabela ke depannya baik-baik saja. Siapa yang akan menjamin kehidupan Isabela jika dirinya tidak ada nanti?
"Kak," lirih Isabela yang membuka matanya ketika melihat Arkana yang duduk disampingnya.
Arkana tersenyum, "kamu ngapain tidur di sini?"
"Nunggu Kakak pulang tadinya. Eh, malah ketiduran." Ucap Isabela lalu menyandarkan kepalanya dipundak Arkana. "Kakak baik-baik aja, 'kan?" Tanya Isabela setiap kali Arkana pulang.
Arkana mengangguk, "selama ada kamu. Semua akan terus baik-baik saja. Oh iya, Kakak tadi mampir ke warung seafood. Kakak beliin kamu udang yang gede-gede. Mau enggak?"
"Mau banget lah," girang Isabela yang membuat Arkana tertawa.
Sebelum tidur, mereka makan bersama. Walaupun sambil menahan kantuk, mereka menyempatkan diri untuk saling bertemu. Isabela selalu membuat semangat Arkana penuh setiap harinya.
"Kakak sudah punya pacar?" Tanya Isabela setelah mereka selesai makan.
Arkana menggeleng, "enggak punya. Kayaknya sih enggak ada yang mau sama Kakakmu ini."
"Masa iya? Pasti ada, walaupun cuma satu."
Arkana sedikit berpikir, "mungkin ada. Tapi mungkin bisa enggak. Entahlah... Kenapa tiba-tiba tanya begitu? Kamu naksir seseorang?"
Isabela sontak menggeleng dengan cepat, "enggak kok! Enggak ada yang aku taksir. Aku selalu di rumah, mana mungkin aku naksir orang."
Arkana merasa bersalah karena tak pernah mengijinkan Isabela untuk keluar sendiri. Walaupun sesekali Isabela akan nekat untuk keluar dari rumah jika dia bosan. Arkana hanya tidak mau ada yang menyakiti Isabela, itu saja. Jika ada orang yang dirinya percaya untuk menjaga Isabela, mungkin akan beda lagi ceritanya.
"Tidur, yuk! Besok Kakak harus kerja lagi." Ucap Arkana kemudian.
"Apa pekerjaan Kakak itu tidak ada liburnya sama sekali?" Tanya Isabela dengan wajah memelas. "Aku pikir, Kakak akan pergi bersama denganku besok." Sambung Isabela.
"Mau pergi kemana?"
"Ada festival melukis di alun-alun kota. Aku ingin datang kesana jika Kakak mengijinkan." Lirih Isabela.
Sebenarnya, dia sudah menyiapkan mental agar tidak terlalu kecewa ketika Arkana tidak memberikan ijin kepadanya. Toh, Isabela akan selalu menuruti apapun yang Arkana minta. Walaupun sesekali, dia akan berusaha untuk kabur dari pengawasan kakaknya itu.
"Baiklah..." Putus Arkana walaupun harus berpikir berulang-ulang.
"M-maksud Kakak gimana?" Tanya Isabela memastikan.
Arkana menatap Isabela, "kali ini, Kakak akan ijinkan kamu untuk pergi ke festival itu. Tapi..."
"Makasih, Kak." Senang Isabela lalu memeluk Arkana.
Arkana mengelus punggung Isabela yang terdengar sangat senang karena diberi ijin. Seorang Arkana yang jarang sekali memberi ijin, tiba-tiba memberikan ijin kepadanya. Apakah itu bukan anugerah?
"Tapi..." Gantung Arkana. "Jangan kemana-mana, maksudnya pergi ke tempat selain festival. Jangan—" ucapan Arkana terputus karena dilanjutkan oleh Isabela dengan hafalnya.
"Jangan ngobrol sama orang asing. Jangan mau diajak makan atau minum sama orang asing. Jangan kasih nomor ke orang asing. Jangan mendekati bahaya apapun. Terus, kirim pesan ke Kakak setiap satu jam sekali. Gitu, 'kan?"
Arkana mengacungkan kedua jempolnya, "nah, pintar! Sekarang tidur. Udah malam..."
Mereka pun masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat. Sebenarnya, apapun itu akan selalu Arkana usahakan untuk membuat Isabela selalu bahagia.
~~~~~~~~~