SELAMA bertahun-tahun, tidak ada yang berani mengusik kelompok Naga merah. Semua kelompok penjahat di negara ini tunduk, patuh, berkiblat kepada Naga merah. Bahkan tidak jarang para ketua kelompok dalam kelompok penjahat adalah bawahan langsung dari ketua Naga merah yang begitu terkenal dan ditakuti. Semua penjahat menganggap bahwa Naga merah mempunyai segalanya yang bisa menghancurkan kelompok kecil dari penjahat lainnya.
Kelompok-kelompok kecil itu yang berusaha untuk menjadikan Naga merah sebagai partner kerja agar dapat menumpang ketika berada dalam masalah dengan kelompok lainnya. Mereka berlomba-lomba untuk mendekati Naga merah agar tidak menjadi kelompok kecil yang ditindas oleh kelompok lain. Tentu saja grup penjahat mempunyai tingkatan dan kastanya. Sehingga setiap kelompok kecil berusaha untuk mendekati atau menempel pada kelompok besar. Agar kelompok itu tidak diganggu.
Dafollo-- ketua kelompok dari Naga merah, memang terlahir dari keluarga penjahat. Ayah dan Ibunya seorang penjahat kelas kakap yang akhirnya dieksekusi mati beberapa tahun yang lalu. Hanya satu hakim yang berani menjatuhi hukuman tersebut adalah seorang hakim jujur yang baru saja dianugerahi gelar hakim adil. Sejak masa sekolah, hakim itu memang sudah bertekad untuk menjebloskan orang tua Dafollo ke penjara dan mengadilinya.
Setelah berusaha keras menemukan bukti dan mengadili mereka sesuai dengan hukum yang ada, hakim itu pun meninggal di tangah anak buah Naga merah dengan menggunakan cara licik; kecelakaan tunggal. Tentu saja aparat menutup mata dan tidak mau mengusut tuntas masalah itu—mereka lebih memilih untuk duduk menikmati uang sogokan yang telah diberikan Dafollo kepada mereka. Sehingga orang yang menggantikan pengaruh orang tuanya adalah dirinya yang katanya lebih bengis, lebih jahat, dan mampu untuk menaklukkan kelompok-kelompok penjahat yang dulu membangkang dan tidak mau tunduk pada Naga merah.
Sekarang, Dafollo dimasukkan ke dalam penjara karena bisnisnya. Semua orang mendemo kantor kepolisian pusat sehingga mereka dengan sangat terpaksa membawa Dafollo ke sel tahanan yang paling menakutkan. Sel tahanan yang berisi orang-orang dengan tingkat kejahatan yang sangat-sangat parah. Di mana para pembunuh, pengedar narkoba, pemerkosa, dan berbagai macam tingkatan kejahatan terburuk ada di sana.
Karena pengaruh itu, Dafollo merasa tidak suka ketika ada kelompok lain yang mendapatkan perhatian besar dari berbagai kelompok masyarakat dan menjadi perdebatan di kalangan kelompok penjahat. Mereka mulai membandingkan keberadaan dari Jendela Kematian yang sengaja untuk menyembunyikan dirinya. Sehingga tidak ada satupun orang yang tahu siapakah mereka. Kelompok itu seperti tidak ada, namun beberapa penjabat mengaku pernah sekali atau dua kali menggunakan jasa mereka.
Sayangnya, hanya beberapa orang yang beruntung yang bisa masuk ke dalam sistem Jendela Kematian. Ada banyak orang yang mengirimkan e-mail, namun hanya beberapa saja yang bisa tersambung dan dibaca oleh Happy. Terutama mereka lapangan VVIP yang mempunyai aset dan harta yang melimpah. Mereka mempunyai target operasi kalangan atas. Tidak sembarang orang bisa menembus sistem dan menggunakan jasa mereka. Sehingga terkuaknya kelompok Jendela Kematian, membuat Naga merah penasaran sekaligus menaruh rasa iri.
Apalagi Dafollo mendapatkan info dari seseorang yang tidak dikenalnya. Seseorang datang ke sel tahanannya dan memberikannya lembaran foto seseorang yang dianggapnya sangat biasa saja. Orang itu menulis pada kertasnya bahwasanya orang yang berada di dalam foto adalah salah satu anggota dari Jendela Kematian. Namun tidak lama kemudian, mereka mendapatkan info bahwa seseorang yang lain dari Jendela Kematian juga tertangkap di panti rehabilitasi, menyamar menjadi perawat.
Diafollo berjalan menyusuri lorong gelap di mana dia menghabisi nyawa salah satu anggota Jendela Kematian yang katanya nama aslinya adalah Herda. Dia tampak sangat tampan dengan tubuh atletis. Seharusnya Herda lebih cocok menjadi atlet dibandingkan seorang pembunuh bayaran. Dan hari ini, dirinya pun mengundang salah satu lagi anggota Jendela Kematian dan memintanya untuk membawa ketuanya. Karena adanya kelompok penjahat harus atas ijinnya.
Tentu saja laki-laki itu mempunyai rencana besar dari apa yang bisa dirinya lakukan. Dia tersenyum ke arah cermin dan kamera yang telah terpasang di sana. Apapun yang dirinya lakukan akan tetap menjadi rahasia. Tidak akan ada yang bisa membantu orang itu, Dafollo bisa memastikannya.
"Apa kelompokmu menggunakan nama samaran seperti yang sering dikatakan orang-orang?"
"Aku tidak tahu! Aku bukan berasal dari kelompok manapun. Kamu pun tahu bahwa aku hanya barista yang bekerja di sebuah kedai kopi pinggir kota. Aku tidak mempunyai indikasi apapun sebagai seorang pembunuh bayaran. Memangnya kamu punya bukti yang membuktikan bahwa aku bergabung dalam grup itu?"
Ketika mengingat apa yang pernah dikatakan Herda, membuatnya sangat kesal. Laki-laki itu bahkan menjawab terus ketika ditanya tanpa henti dan dalam keadaan babak belur. Herda menampilkan wajah yang sama sekali tidak ketakutan dan juga senyuman yang menyebalkan—membuatnya sangat kesal dan tidak berhenti untuk menghajar laki-laki itu berkali-kali.
"Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kamu akan membuka mulut kotormu itu dan mulai bicara? Bukankah rasanya sangat sakit? Bahkan teman-temanmu tidak akan membantumu. Mereka hanya akan menyaksikan video ini dari markas kalian. Mereka hanya akan marah tanpa tahu caranya membalas dan akhirnya kalian akan mati satu demi satu."
Saat itu, Herda malah tertawa dan menatap Dafollo dengan tatapannya yang menyebalkan. Tatapan paling tidak tahu diri yang pernah dirinya lihat. Biasanya, orang-orang akan langsung menundukkan kepalanya ketika bertemu atau tanpa sengaja bertatapan mata dengannya. Tetapi Herda begitu berani, mendongakkan kepalanya dan tersenyum dengan lebar sambil memberikan tatapan mengejeknya.
"Jika memang ada kelompok itu, ... apakah kamu merasa takut? Aku mendengar banyak tentang Jendela Kematian. Mereka bahkan dengan gagahnya menutupi identitasnya—seperti tidak ingin terlihat di dunia luar. Mereka tidak menunjukkan dirinya dan tidak asal-asalan untuk mengambil pekerjaan. Mereka sangat rapi dalam melakukan segalanya dan itu seperti mengintimidasimu. Kalian hanya penjahat kelas teri yang tidak pantas disandingkan dengan Jen—"
Itu kata-kata terakhir yang keluar dari bibir Herda sebelum pisau itu mengenai bagian terpenting dalam dirinya. Lagipula, tidak ditikam pun, Herda telah melewati banyak patah tulang yang menyakitkan. Namun seperti yang sudah diketahui, bahwa dirinya tidak akan mengkhianati teman-temannya.
Namun karena kejadian itu, Dafollo harus menerima kenyataan bahwa markasnya habis terbakar, anggota kelompoknya mati terpanggang dan banyak kerugian yang harus dirinya tanggung karena masalah itu. Tidak ada yang mengatakan tentang bom rakitan, polisi pun memberikan keterangan bahwa itu hanya jenis kebakaran biasa. Tentu saja semua itu juga atas usulan Dafollo yang tidak ingin ada kabar simpang siur yang mengaitkannya dengan Jendela Kematian. Dirinya tidak mau jika ada kelompok lain yang menggantikan eksistensi kelompoknya, meskipun dengan mengorbankan banyak orang; para anggota setianya.
Hari ini, dirinya akan membuat perhitungan dengan seseorang itu. Seseorang yang bertanggungjawab atas kematian anak buahnya. Tidak lama lagi, dia akan bertemu dengan orang itu. Melihat wajahnya untuk pertama kalinya.
KREK! Pintu terbuka lebar ketika seseorang masuk ke dalam ruangan itu sendirian. Laki-laki itu berada di dalam foto yang pernah dikirimkan orang tidak diketahui identitasnya.
"Kamu datang atas nama bos-mu? Ah, bagaimana kalian memanggilnya? Big Boss? Aku dengar, kamu salah satu anggota Jendela Kematian juga? Aku tahu semua tentangmu! Aku sudah memperhatikanmu beberapa hari dan melihat adikmu yang sangatlah cantik. Sayangnya, adikmu tidak tahu bahwa Kakaknya adalah seorang pembunuh bayaran yang sangatlah kejam. Adikmu akan sangat kecewa dan sedih ketika mendengar bahwa Kakaknya akan dibunuh oleh Naga merah!" Tandas Dafollo ketika melihat orang yang sebenarnya tidak dirinya harapkan berada di sana.
Laki-laki itu tersenyum tipis sambil menutup pintu ruangan itu dengan pelan. Sekarang hanya tinggal mereka berdua di dalam ruangan itu. Tetapi tentu saja Dafollo sudah memiliki rencana yang rapi sebelum orang yang diundangnya datang.
"Wah, ... ruangannya ternyata tidak kosong. Ramai sekali!" Tandas orang yang berada di depan Dafollo sambil tersenyum.
Sebenarnya tidak ada bedanya antara Herda dengan orang yang berada di depannya sekarang. Mereka ternyata mempunyai kepribadian yang tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama tersenyum, tertawa, tidak terlihat ketakutan atau semacamnya. Dua orang itu sama-sama bersikap sangat tenang dan seperti telah terbiasa dengan keadaan yang menekan disekitar mereka.
"Aku sampai ke dalam penjara ini sangat-sangat mudah. Bahkan aku tidak perlu memperlihatkan kartu tanda pengenal atau mengatakan keperluanku. Para sipir penjara di depan langsung membukakan pintu lebar-lebar, membuka gerbang dan memintaku untuk masuk karena sudah ditunggu. Ternyata kehidupan di dalam sel penjara begitu sangat nyaman dan sangat kekeluargaan. Kalian semua bisa saling mengenal satu sama lain. Kalian juga terbiasa berbicara dengan santai, mungkin. Kalau begitu, tidak ada bedanya ketika berada di rumah dengan di sel tahanan." Tandas orang itu lagi sambil mengamati satu-persatu orang yang berada di sana, mengelilingi dirinya dengan alat pemukul.
"Namamu Arkana, bukan? Orang itu sudah membocorkan rahasiamu kepadaku. Tidak ada yang perlu kamu tutupi lagi dariku." Ucap Dafollo percaya diri.
Laki-laki itu, Arkana, tidak berkata apapun. Dia sudah mendudukkan dirinya di sebuah kursi yang telah disediakan. Dengan dikelilingi puluhan narapidana yang berada di sana. Arkana menyandarkan punggungnya dengan santai, seperti sedang berada di tempat yang cukup nyaman sehingga tidak membuat dirinya merasa tegang sama sekali.
"Kalian mencariku atau mencari Big Boss? Kenapa kalian begitu sangat terobsesi dengan Big Boss? Padahal kalian sudah menangkap salah satu diantara kami kemarin. Tapi kenapa kamu tidak menemukan apa-apa juga? Apakah menemukan sesuatu sangat sulit bagimu? Sampai-sampai kamu harus mewawancarai Big Boss secara langsung? Ketua kami itu terlalu sibuk dengan urusannya dan aku tidak keberatan untuk menjadi perwakilannya. Tapi, ... apakah ini yang dinamakan dengan gulat satu lawan satu?" Ucap Arkana yang kali ini menyisir seluruh ruangan dan menatap satu-persatu orang yang berada di dalam ruangan itu.
Duk! Sebuah pukulan mengenai tubuh bagian belakangnya. Tetapi Arkana hanya mengusap kemejanya yang kotor dengan tangannya. Orang yang berada di dalam ruangan itu seperti terkejut dengan ketahanan tubuh Arkana. Padahal jika mereka lihat baik-baik, tubuh Arkana tidak seatletis itu. Tidak juga sebaik tubuh Herda yang sempat menjadi bahan tinjuan untuk mereka kemarin.
"Kamu memukul dengan posisi yang salah. Itu hanya akan terasa nyeri di tubuhku dan hilang setelahnya. Aku sudah sering berlatih. Apa kamu tak tahu caranya menahan rasa sakit di tubuhmu sampai tubuhmu tidak bisa merasakan rasa sakit lagi? Ah, kalian berkiblat pada penjahat yang salah. Seharusnya Jendela Kematian muncul ke permukaan dan melebarkan kedua sayapnya lebar-lebar. Tapi, ... apakah kalian tidak keberatan untuk segera disingkirkan?" Ejek Arkana yang semakin membuat geram Dafollo.
Dafollo tidak menyangka bahwa ada orang yang lebih menyebalkan dari Herda. Padahal Herda kemarin saja sudah membuatnya emosi dan kesal. Lalu apa yang harus dilakukannya untuk menghabisi Arkana. Ah, dia harus mendapatkan informasi yang jelas tentang Jendela Kematian. Jika bisa, dia harus tahu siapa anggota dari lebih penting dari itu adalah ketuanya.
"Anggap saja ini impas! Bergulat denganmu sama sekali bukan dari bagianku. Aku hanya akan bergulat dengan Big Boss. Kami tentu saja harus menunjukkan siapa yang terbaik." Sambung Dafollo yang mengambil alih kursi yang sempat diduduki Arkana tadi.
Para narapidana di sana sudah sangat siap untuk menghajarnya. Mereka bertubuh sangat besar, tinggi, dan tentunya jago bela diri—lebih tepat lagi, mereka sangat jago berkelahi dan asal pukul saja.
Satu-persatu maju untuk menghajar Arkana. Namun ternyata laki-laki itu sangat jago dalam berkelahi dan dia bisa memainkan strateginya agar tak tersentuh oleh lawannya. Tentu saja hal tersebut dianggap ancaman yang serius bagi Dafollo. Sehingga dirinya mengeluarkan sebuah pistol dengan beberapa peluru yang masih berada di dalamnya, tersimpan dan siap untuk ditembakkan.
Dorrr! Sebuah peluru melesat ke d**a Arkana dengan sangat cepat. Lagi, ... Dafollo membuat keputusan yang gegabah. Laki-laki itu seperti sedikit menyesal karena sudah membuat kesalahan dalam satu tembakan yang membuat Arkana ambruk begitu saja.
"Ah, ... sialan! Kenapa aku dengan bodohnya menarik pelatuk hanya karena terprovokasi dengan wajah menyebalkannya." Tandas Dafollo dengan kesal.
Semua narapidana yang berada di sana hanya menyaksikan Arkana yang terjatuh ke lantai. Padahal mereka belum bersenang-senang. Dafollo meminta semua orang keluar dari sana, dia benar-benar kecewa karena permainannya telah selesai tanpa kepuasan sama sekali.
Tepat ketika semua orang keluar dari sana dan Dafollo akan keluar, sebuah suara mengagetkannya.
"Jika kamu ingin menemui Big Boss, sepertinya aku bisa membawamu bertemu dengannya sekarang. Ini yang namanya gulat satu lawan satu." Tandas seseorang itu yang bangkit dengan senyuman tipisnya.
Dafollo menatap ke arah Arkana yang baik-baik saja dengan senyumannya yang mengembang di wajahnya.
"Aku sudah menduganya! Tapi jangan terlalu senang dulu, kamu tidak tahu apa yang terjadi ke depannya!" Ucap Dafollo yang memberikan senyuman liciknya.
Laki-laki itu menekan sebuah tombol yang dipegangnya.
DUAR!!! Ledakan terjadi dengan cukup keras. Sirene berbunyi dengan sangat nyaring. Namun asap hitam membumbung tinggi membuat jarak pandang tidak terlihat. Semua orang yang berada di sana, kalang-kabut. Sel tahanan itu tiba-tiba meledak. Semua pintu terbuka otomatis, para manusia keluar dari dalam mencoba untuk menyelematkan diri.
Tapi apa yang terjadi? Entahlah, tidak ada yang tahu.
~~~~~~~~~~~