BAB 53 | Ledakan dan Pembalasan

1528 Words
GARIS polisi kembali dipasang di depan sel tahanan yang seharusnya aman dari berbagai macam ancaman dari luar. Namun tanpa disangka dan diduga, ada sebuah ledakan besar di dalam sebuah ruangan yang belum diketahui di mana. Para pemadam kebakaran baru bisa memadamkan api setelah setengah jam berlalu, itu saja tidak banyak yang diselamatkan. Padahal sel tahanan itu sudah anti kebakaran dengan bangunan paling kokoh dan kuat yang dibuat karena menghindari para narapidana yang berusaha kabur. Namun ledakan itu dan juga api yang membumbung tinggi itu seperti hal yang tidak wajar ada di sebuah sel tahanan. Seperti biasanya, mobil wartawan sudah mulai berdatangan untuk meliput tempat kejadian dan mewawancarai orang yang patut untuk ditanyai tentang kronologi kejadian yang sebenarnya. Namun sang pemimpin sipir penjara itu hanya diam seribu bahasa karena tidak ingin memberikan keterangan apapun. Orang-orang dari kepolisian pusat sudah mencium aromanya terlebih dahulu, sehingga kejadian tersebut kembali menjadi kasus beku yang tidak akan diselesaikan dan dianggap sebagai sebuah kecelakaan biasa. Meskipun ada suara ledakan dan ditemukan sebuah peluru di sana, mereka tetap pura-pura menganggap bahwa semua itu hanyalah sekedar kebakaran biasa. Meskipun ada korban di sana. Korban yang sangat jelas mereka kenal. Pintu ambulance terbuka lebar dan brangkar berisi seseorang yang telah terpanggang pun dimasukkan. Sang pemimpin sipir penjara itu pun tak sadarkan diri, tergeletak tak berdaya dan akhirnya menutup matanya. Setelah dicek, ternyata sipir itu meninggal di tempat. Karena kejadian itu, beberapa narapidana merasa tidak aman. Terlebih mereka yang sempat terlibat di dalam ruangan. Benar saja, beberapa narapidana satu-persatu terkulai lemas, hilang kesadaran, dan akhirnya meninggal di tempat. Hari itu, banyak sekali yang mati dengan mengenaskan. Namun akhirnya berita itu hanya dijadikan sebuah berita sederhana agar tidak mengundang tanya. Apalagi banyak orang yang sudah mulai berasumsi tentang kelompok Jendela Kematian. Dan terlalu berbahaya untuk sekedar mengambil resiko dengan kelompok yang entah ada atau tidak. Tidak lama kemudian, ambulance meninggalkan tempat itu dan para polisi kembali berjaga di depan agar tidak ada yang masuk ke dalam. Lalu mobil-mobil dari kepolisian pun ikut datang untuk membawa para tahanan untuk dipindahkan sementara. "Ah, ... apa yang terjadi?" Tanya Beauty dengan menutup mulutnya tidak percaya karena melihat semua kekacauan yang ada di depan mata. King langsung menggenggam tangan Beauty sebelum perempuan itu tidak bisa lagi mengendalikan dirinya dan menerobos seluruh polisi yang saat ini tengah berjaga di depan. "Bagaimana dengan keadaan Big Boss? Bukankah kita harus tahu apa yang terjadi? Tidak mungkin Big Boss mati, 'kan? Dia sudah berjanji untuk tidak membuat kita kehilangan dan khawatir lagi? Benar, 'kan?" Tanya Beauty berusaha untuk memastikan kepada kedua temannya yang tidak bereaksi sama sekali. Mereka bertiga memang dilarang Big Boss untuk menyusul. Namun ketika tanda itu hilang lagi, mereka tidak mau menunggu dan menyesalinya. Mereka memilih untuk bergerak dan segera memastikan sendiri. "Bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Happy sambil menatap nanar ke arah penjara yang keadaannya sangatlah parah. Kejadian hari ini memang sangatlah mengejutkan dan menakutkan. Lagi, mereka tidak tahu apa yang terjadi di lapangan sampai terjadi ledakan dan menimbulkan beberapa orang tidak sadarkan diri lalu meninggal begitu saja. Beauty hanya bisa merasakan kehangatan tangan King di tengah dinginnya tangannya karena tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Beauty merasa gugup dan ketakutan. Dia berusaha menguasai dirinya, namun tidak bisa sama sekali. "Apakah mungkin Big Bo—" ucapan Beauty terpotong begitu saja dengan sebuah tarikan tangan dari seseorang yang membuat mereka bertiga tidak bisa berkata-kata lagi. Mereka meninggalkan kerumunan dan mengikuti orang yang menarik mereka untuk menepi sejenak. Mata ketiganya begitu berbinar, menatap seseorang yang mereka cara dalam keadaan baik-baik saja. Lebih baik dari apa yang mereka harapkan dan inginkan. Bahkan Happy sudah memeluk orang itu dengan sangat erat. Seperti takut kehilangan dan ditinggalkan. Tentu saja orang itu mengelus pundak Happy dengan pelan sambil menatap kedua temannya yang lain yang tengah bergandengan. "Apa kalian datang untuk sekedar pamer kemesraan?" Tanya orang itu kepara King dan Beauty yang masih memegang tangan satu sama lain. Tentu saja keduanya langsung melepaskan tangan masing-masing dan berusaha untuk tidak melakukan apapun selain berdiri lalu menatap ke arah yang lain. Orang itu, Big Boss, masih hidup. Laki-laki itu terlihat baik-baik saja. Tanpa cela, namun beberapa luka lecet memang ada. "Bagaimana keadaanmu?" Tanya Beauty yang berusaha berbasa-basi untuk mencairkan suasana diantara mereka. Big Boss mengangguk pelan, "semua baik-baik saja! Aku mengendalikan semuanya dengan baik. Kalian tak perlu mengkhawatirkan apapun. Maaf karena membuat keributan! Aku benar-benar berusaha untuk bertindak hati-hati. Namun seperti yang kalian tahu, kejadian ini yang terjadi; mengejutkan. Tapi, itu yang dipilih Dafollo untuk menyelesaikan masalahnya dengan kita. Padahal dia lebih baik duduk dan menjadi agen narkoba daripada ikut campur ke dalam masalah yang bukan menjadi bagiannya!" Tandas Big Boss yang menatap ketiga temannya. Mereka bisa melihat bagaimana aura Big Boss yang menyeramkan ketika bicara tentang menyingkirkan orang yang dianggapnya mengganggu. Big Boss memang sudah berusaha agar semuanya terlihat tenang dan tidak ada korban lagi. Namun sepertinya, polanya membuat Big Boss berubah pikiran. Mereka bisa melihat bahwa tidak hanya satu atau dua orang yang meninggal. Namun beberapa orang, termasuk sipir penjara. Mereka tidak bisa melepaskan pandangan mereka sedikitpun dari Big Boss. Mengapa seorang Big Boss melakukan sampai sejauh ini hanya untuk memberikan pelajaran jika itu tidak keterlaluan. Namun, dengan membunuh Bear membuat mereka juga merasa marah. Jadi bukankah wajar jika Big Boss mengamuk? "Kamu melakukannya sendirian?" Tanya King yang menatap keadaan sekitar yang begitu mencolok karena terlihat buruk. Bahkan para pencari berita sibuk mewawancarai para sipir penjara yang berusaha mengevakuasi tahanan yang masih ada di sana, untuk segera digabung dengan tahanan lain yang sudah dibawa terlebih dahulu. "Apa yang terjadi dengan kalian sebenarnya? Apakah Dafollo sempat melukaimu?" Tanya Beauty kali ini karena khawatir. Terkadang, Big Boss bisa bertindak dan bertingkah baik-baik saja. Tetapi kenyataannya, dia tengah terluka. Itu terjadi di beberapa misi dan mereka tidak mau terjadi hal yang membuat kondisi Big Boss memburuk. Dulu, ... mereka masih mempunyai Bear yang akan bertindak sebagai dokter yang mengurus segala macam kesehatan anggota. Tetapi sekarang tidak ada! Mereka baru sadar bahwa Bear yang memaksa mereka semua belajar untuk mengobati teman; menutup luka, menjahit luka, dan melakukan operasi darurat—agar ketika Bear benar-benar tidak ada, mereka semua bisa melakukannya satu sama lain. Sehingga sekarang, mereka sudah mulai terlatih walaupun rasa takut itu masih tetap ada. "Kamu benar-benar baik saja?" Sekarang Happy yang bertanya. Tentunya dengan tatapan yang khawatir juga. Big Boss tersenyum kecil, "hm, ... dia hanya menembak dadaku!" "APA?" Teriak mereka bertiga yang tidak percaya dengan apa yang baru saja Big Boss katakan dengan sangat santai. Sontak mereka berusaha membawa Big Boss ke arah mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari sana. Rasa gugup dan takut mulai menjalar di hati mereka. "Tenanglah kalian!" Tandas Big Boss yang masih sempat mengoceh dan ditanggapi Beauty dengan tatapan tidak sukanya. Mereka memasukkan Big Boss ke dalam mobil, bersama dengan King dan Beauty yang berada disamping Big Boss. Sedangkan Happy bertugas untuk menyetir. Big Boss sendiri masih terlihat santai, seperti tidak ada luka di tubuhnya sama sekali. "Apa kamu merasakan gejala aneh karena terjadi pembengkakan atau sesuatu yang lain?" Tanya King yang berusaha bertanya meskipun hanya sok tahu saja. Big Boss tertawa pelan, "kalian bahkan tidak mendengar semua penjelasanku dengan sampai selesai dan membuat keputusan sendiri." "Apa maksudmu?" Tanya Happy kemudian. King dan Beauty pun menunggu sambil tetap memegang kedua lengan Big Boss. "Aku menggunakan pelindung d**a! Terlebih aku tahu bahwa Dafollo akan menembak dadaku. Maka dari itu—aku meletakkan tombol bom itu di sana!" Jawab Big Boss dengan wajah yang sama sekali tidak serius dan sanga menyebalkan. Kedua temannya yang lain sontak langsung melepaskan genggaman tangan mereka dan menghela napas panjang. Mereka dibuat jantungan begitu saja oleh teman mereka dan itu dilakukan secara berulang-ulang. Walaupun begitu, ketiganya merasa tidak terlalu khawatir lagi karena melihat keadaan Big Boss yang jauh dari kata buruk. Laki-laki itu masih bisa tertawa setelah masa-masa sulit dan rumit yang telah dilewatinya. Diam-diam Big Boss mengamati teman-temannya yang begitu sangat khawatir kepadanya. Sebenarnya dia melakukan semua ini juga demi dan untuk kebaikan mereka semua. Para anggota Naga merah dan orang-orang di dalam ruangan tadi, sudah melihat bahwa wajahnya. Sehingga dengan terpaksa, Big Boss membunuh mereka semua. Dia tidak peduli berapa banyak orang yang mati. Dia hanya peduli tentang bagaimana Jendela Kematian tetap bisa hidup tanpa ada gangguan. Jika bertanya tentang bagaimana dirinya bisa melakukannya? Sepertinya Big Boss hanya akan menjawab dengan mudah bahwa dirinya berusaha untuk bertahan hidup. Itu adalah hal yang lebih masuk akan dibandingkan pembelaan diri lainnya. Mereka sampai di parkiran bawah tanah mereka, memarkirkan mobil yang mereka tumpangi. Selama di dalam mobil, mereka tidak saling bicara. Hanya terfokus pada jalan, dengan pikiran yang campur aduk. Lalu mereka semua turun, berjalan pelan menuju ke markas mereka melalui lift khusus dan akhirnya sampai. BRUK! Mereka menoleh ke belakang dan melihat Big Boss yang terkulai lemas di lantai dengan wajah yang sangat pucat. Mereka buru-buru mendekat, berusaha memanggil laki-laki itu. Namun sayangnya tak ada respon yang signifikan sampai akhirnya Big Boss benar-benar tidak bisa mendengarkan suara mereka lagi dan memejamkan mata-mata begitu rapat. Bukankah Big Boss mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja? Lalu mengapa sekarang dirinya ambruk dengan wajah yang pucat dan keringat yang banyak? Mereka kini merasa sangat khawatir. Ketakutan itu, kembali lagi. Tetapi mereka tetap berusaha untuk tegar. ~~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD