BAB 26 | Sebuah Misi Balas Dendam

1508 Words
KEMATIAN harus dibalas dengan kematian. Gala tahu semuanya tidak adil, termasuk kepada Ayahnya. Dia mungkin tidak menyukai Ayahnya. Namun darah tetap darah, dia tetap anak Ayahnya walaupun dia sangat membencinya. Awalnya Gala pikir, semuanya hanya kecelakaan semata. Namun semua terjadi karena sebuah kelompok sialan yang tidak dilacak oleh kepolisian atau oknum lainnya. Mereka sangat mudah hilang bagai ditelan bumi, lenyap begitu saja dan tidak meninggalkan kecurigaan sama sekali. Mungkin, jika dia tidak melihat sebuah rekaman CCTV di ruangan tersembunyi di dalam brangkas Ayahnya, mungkin dia tidak akan tahu siapa orang yang menjadi dalang dalam pembunuhan Prada. Wajah El pertama kali muncul di hadapan kamera CCTV itu untuk mengambil beberapa surat penting milik Prada. Gala tidak mengerti mengapa brangkas milik Prada begitu mudah untuk dibuka, bahkan untuk dibobol seperti itu. Lalu dia sadar dengan sebuah wajah yang sangat dikenalnya diam-diam datang dan menyerang El begitu saja. Harusnya Gala memberikan rekaman itu kepada pihak yang berwajib, tapi dia memilih untuk tidak melakukan itu karena Kakaknya merencanakan sesuatu. Gala yang awalnya tidak akur dengan Kakaknya, mau tidak mau harus ikut membalaskan dendam keluarganya. Dia benci dengan orang yang berada di dalam rekaman itu. Padahal, Gala sangat mempercayai laki-laki itu. Namun apa? Dia telah membunuh Ayahnya dengan sangat mudah. Bahkan dokter pun tidak menemukan apapun dalam diri Prada saat itu. Padahal dengan jelas ada sebuah peluru yang bersarang di tubuhnya. Entah ini hanya sebuah konspirasi atau memang karena kecerdikan kelompok itu untuk membunuh mangsanya. "Namanya Arkana, bukan?" Tanya laki-laki berjas abu-abu yang berdiri di depan Gala dengan menunjuk ke arah layar komputer di ruangannya. Gala mengangguk pelan, "kamu akan melakukan apa?" "Sabar..." Ucapnya sambil tersenyum miring. "Semuanya tidak akan ada gunanya kalau kita bertindak dengan gegabah. Mereka sangat cerdik dan mereka juga berpengalaman. Kita tidak bisa sembarangan mengambil langkah untuk mengusik kelompok itu jika tidak mau berakhir seperti El. Mereka mempunyai teknologi yang tidak kita miliki. Jadi kita harus bermain perasaan alih-alih bermain dengan senjata." Sambungnya dengan nada tegas. "Aku sudah mendapatkan adiknya, lalu apa?" Tanya Gala kemudian dan fokus menatap wajah Arkana yang berada di dalam rekaman tersebut. Laki-laki itu tersenyum tipis, "kamu hanya perlu terus-menerus dekat dengan keluarga mereka. Kita tidak bisa bermain dengan menggunakan pikiran, tapi kita bisa bermain dengan menggunakan perasaan. Arkana itu sangat menyayangi adiknya. Jadi, Isabela itu kelemahan Arkana yang paling serius. Jika kita mematahkan hati Isabela, maka yang terserang adalah jiwa Arkana." "Kamu ingin membunuh Arkana, bukan?" Tanya Gala serius. "Jika semua rencanamu berjalan lancar, kamu hanya boleh membunuh para Jendela Kematian. Aku tidak akan memberikanmu ijin untuk membunuh selain itu. Termasuk Isabela." Sambung Gala. "Kenapa? Kamu menyukainya?" Tanya laki-laki itu balik. "Kamu harus ingat bahwa Kakak perempuan itu sudah membunuh Papi kita. Jangan bodoh, Gala. Kau hanya membuang-buang waktu jika mencintai adik seorang pembunuh sepertinya." Lanjut laki-laki itu dan berjalan meninggalkan ruangan Gala. Gala menekan tombol close dari komputernya dan mematikannya. Matanya sedikit pedih, namun dia berusaha untuk tetap fokus kepada tujuan-tujuannya. Bahkan dirinya tidak bisa melakukan apapun yang benar selama ini. Maka untuk kali ini saja, Gala akan menjadi keluarganya. Seseorang yang menyingkirkan orang lain untuk kepentingannya sendiri. Dulu, dia sangat membenci Prada. Prada selalu menyingkirkan orang lain jika mereka menghalangi jalan. Ternyata semua itu memang langkah yang benar dalam bisnis. Seharusnya dia menyingkirkan Arkana untuk selama-lamanya. Seperti Arkana menyingkirkan orang tuanya. Dengan langkah pelan, Gala keluar dari ruangannya. Semua pegawai terlihat membungkuk memberikan salam. Seorang pengawal berada di belakangnya lalu mengantarkannya sampai ke depan gedung. Sebuah mobil keluaran terbaru berada di depan. Salah satu pengawal membukakan pintu mobil itu dan Gala langsung masuk ke dalamnya. Mobil itu melesat dengan kecepatan sedang ke sebuah rumah yang cukup jauh dari kantornya. Gedung putih yang menjadi tempat Prada selama ini, telah diduduki oleh Gala sebagai sang pewaris. Lalu laki-laki yang merupakan Kakak Gala sendiri? Tidak ada yang tahu di mana. Walaupun nyatanya baru saja menemui Gala. Bahkan banyak orang yang tidak tahu tentang Kakak Gala, anak tertua dari Prada karena tidak pernah muncul di media manapun. Gala memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah. Terlihat seorang perempuan keluar dari rumah dengan mengenakan dress warna biru muda dan rambut yang digerai dengan sebuah jepitan warna biru muda juga. Perempuan itu melambaikan tangannya ke arah Gala dan dibalas Gala dengan senyuman tipis. "Hai," sapa perempuan itu yang baru saja masuk ke dalam mobil Gala. Gala tersenyum tipis, "hai... Kamu cantik sekali, Sayang." "Terimakasih..." Jawab perempuan itu dengan pipi yang bersemu merah. "Mau kemana kita hari ini?" Lanjut perempuan itu dengan wajah yang bahagia. "Terserah kamu, Tuan Putri." Jawab Gala sambil menyibakkan anak rambut perempuan itu. "Boleh aku menciummu, Isabela?" Tanyanya dengan wajah datar. Perempuan yang dipanggil Isabela itu hanya mengangguk. Baru saja bibir mereka hendak bersentuhan. Ada suara ketukan dari luar. Tok... Tok... Tok... Isabela menatap laki-laki yang mengetuk kaca jendelanya. Isabela buru-buru membuka pintu mobil Gala dan menatap laki-laki yang berada di depannya itu dengan tatapan tidak enak. "Kamu mau pergi?" Tanyanya yang tidak membahas tentang sesuatu yang dilihatnya tadi. Isabela menggigit bibir bawahnya pelan dan menatap laki-laki itu kembali, "kamu mau apa kesini? Aku tidak bisa bicara lama-lama." "Apa yang kamu lakukan?" Tanya laki-laki itu dengan nada penuh penekanan. "Kamu tidak boleh melakukan hal itu, Isabela. Kamu terlalu muda untuk melakukannya." Sambungnya dengan nada penuh penekanan. "Siapa dia Isabela?" Tanya Gala setelah keluar dari mobil. Isabela memejamkan matanya pelan karena terjebak di situasi seperti ini. Dia bingung akan mengenalkan mereka satu sama lain bagaimana. "Baiklah..." Ucap Isabela sambil menghela napas berat. "Kak Gala, ini Arond. Dan Arond, ini Kak Gala." Sambung Isabela memperkenalkan keduanya. Isabela tidak tahu bagaimana Arond bisa berada di rumahnya dan lebih parahnya memergoki dirinya saat akan berciuman dengan Gala pula. Apa yang Arond pikirkan tentangnya sekarang? Bahkan membayangkan pikiran Arond tentangnya saja sudah membuat Isabela ngeri. Mengapa Arond datang pada waktu yang tidak tepat seperti ini. Bagaimana jika Gala marah kepadanya? Gala menyodorkan telapak tangan kanannya ke arah Arond, "saya Gala, pacarnya Isabela. Anda temannya?" Arond menyambut tangan Gala dengan senyuman tipis, "iya, saya teman Isabela. Senang berkenalan dengan Anda." "Kalau sudah selesai bicara dengan Isabela, apakah kami bisa pergi sekarang?" Tanya Gala dengan penuh penekanan. Arond menatap sengit, "saya masih ingin berbicara sebentar jika Anda tidak keberatan." "Tentu saja! Anda boleh bicara dengannya. Isabela, aku akan menunggumu di dalam..." Ucap Gala sambil memperhatikan Arond. Mereka berdua sama-sama saling tidak menyukai satu sama lain. Tapi mereka pandai menyembunyikan ekspresi tidak suka mereka. Isabela pun hanya bisa diam di tempat saat Arond menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Aku datang kesini hanya untuk memberikan sketchbook baru ini. Bukankah kau masih suka melukis? Atau sekarang lebih suka bertindak seperti orang dewasa? Aku harap, Isabela yang aku kenal tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu. Laki-laki itu singa yang lapar. Jika mereka sudah kenyang, kau akan ditinggalkan begitu saja." Ucap Arond memberikan sebuah sketchbook kepada Isabela lalu berjalan keluar dari halaman rumah Isabela. Isabela termenung sambil menatap sketchbook yang diberikan Arond. Rasanya hatinya sakit sekali saat mendengarkan ucapan Arond tadi. Walaupun Arond tidak berkata dengan penuh kemarahan, namun terlihat sedikit kekecewaan di wajah laki-laki itu. Arond memang baik, namun hubungan mereka tidak akan direstui oleh Arkana, pikir Isabela. "Sudah?" Tanya Gala kepada Isabela yang baru masuk ke dalam mobilnya. Isabela mengangguk, "sudah." "Apa itu?" "Oh, sketchbook baru. Aku pernah bilang ingin membeli sketchbook baru, mungkin Arond ingat dan membelikannya." Ucap Isabela berbohong. Gala tersenyum masam, "oke! Kita berangkat..." Selama perjalanan Isabela hanya diam. Dia sedikit kepikiran tentang Arond. Namun akhirnya dia abaikan begitu saja. Sekarang fokusnya hanya boleh kepada Gala. Bahkan tanpa Isabela ketahui, Gala sedang merencanakan sesuatu untuknya dan juga Arkana, kakaknya. "Kenapa diam saja, Sayang?" Tanya Gala ketika mereka sedang terjebak lampu merah. Isabela hanya menggeleng pelan dan tersenyum, "bisa kita makan dulu. Aku sebenarnya sangat lapar." "Ah, kenapa tidak bilang? Aku sudah seperti kekasih yang jahat karena membiarkan kamu kelaparan." Ucap Gala yang disambut tawa dari Isabela. Diam-diam Gala menatap senyuman Isabela yang begitu luwes. Rasanya tidak tega untuk melukai orang yang berada disampingnya ini. Isabela tidak mempunyai salah kepadanya, namun karena Isabela adik dari Arkana. Maka Isabela juga harus ikut menanggungnya. Mereka sampai di depan sebuah restoran. Gala menggandeng tangan Isabela dan mereka masuk ke dalam restoran dengan konsep yang unik itu. Rasanya sangat menakjubkan ketika mereka bisa masuk ke dalam dengan suasana yang sangat romantis. "Apa tidak kemahalan?" Tanya Isabela setengah berbisik kepada Gala yang hanya bisa tersenyum mendengar ucapan kekasihnya itu. "Untukmu, tidak ada yang namanya kemahalan. Lagipula sesekali tidak masalah, 'kan? Apa kau lupa bahwa pacarmu ini pewaris tunggal dari perusahaan besar itu," canda Gala yang membuat Isabela mencubit pinggangnya. Gala hanya tersenyum dan mengajak Isabela untuk duduk disalah satu meja bundar dengan taplak putih yang sangat bersih. Mereka diberikan menu makanan dan mulai memesan. "Kenapa?" Tanya Gala yang melihat kegelisahan di wajah Isabela. Isabela sedikit berbisik, "aku tidak tahu makanan apa yang enak dan sekiranya bisa aku makan." Gala tersenyum geli mendengar ucapan Isabela yang begitu polos, "mau aku pesankan makanan yang aku suka dari restoran ini?" "Tentu... Terimakasih." Ucap Isabela pelan. Lagi-lagi Gala menatap Isabela, dia sudah bersalah terhadap perempuan di depannya ini. Gala bersalah! ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD