BAB 25 | Asmara Dibalik Jendela

1613 Words
JENDELA Kematian sedang rehat sejenak. Sebelum kabar tentang kematian Prada mereda dan pihak yang sok tahu hilang suaranya, maka mereka memilih tidak aktif. Selama beberapa pekan, mereka memutus kontak satu sama lain. Walaupun begitu, alat yang Happy buat juga tidak serapuh itu; tak mudah untuk dilacak dengan alat-alat luar negeri canggih yang ada di kantor polisi. Mereka seharusnya menggunakan Jendela Kematian sebagai partner, setidaknya semua akan aman jika mereka berada di pihak yang benar. Markas kosong, tidak ada yang datang kesini untuk sekedar duduk santai. Sampai-sampai banyak debu yang bertebaran di meja dan kursi. Big Boss mengambil sebuah koran dari atas kotak dan membentangkannya tepat di atas kursi. Laki-laki itu duduk di sana, menikmati pemandangan sore yang kelabu. Mungkin malam biasanya, mereka bisa berjam-jam duduk bersama sambil berbicara masalah pekerjaan. Untuk beberapa hari ini, mereka seakan menghilang ditelan bumi. Jendela Kematian seperti tidak pernah ada. Big Boss sendirian seperti sedang bernostalgia tentang bagaimana dirinya bisa berada di tempat ini. Menjadi salah satu bagian dari kelompok pembunuh elite yang terlalu rumit untuk diketahui. Mungkin akan sangat sulit untuk menemukan Jendela Kematian jika bukan karena mereka yang akhirnya bersepakat sendiri untuk menerima tawaran. Biasanya mereka akan mencari sendiri orang-orang yang mencari mereka. Bukan orang itu yang menentukan Jendela Kematian harus datang. Tidak lama kemudian seseorang masuk ke dalam markas. Big Boss menoleh, mendapati Happy yang berdiri di belakangnya sambil membawa sebuah koper. Mereka tampak saling tersenyum, sampai akhirnya Happy memilih untuk duduk disamping Big Boss yang sedang melamun. "Aku menemukan banyak sekali panggilan. Aku belum melacaknya karena polisi sedang gencar sekali melakukan penyelidikan. Mereka belum menyerah juga. Padahal kasus yang mereka tangani terus menemui jalan buntu." Ucap Happy memberi informasi kepada Big Boss. Laki-laki itu mengangguk pelan dan tersenyum, "kita masih harus perlu waktu untuk bersembunyi sebentar lagi. Gara-gara si k*****t El itu, kita harus bersembunyi lebih lama. Tapi itu tidak akan berpengaruh terlalu lama. Kita akan baik-baik saja. Akan ada uang yang masuk ke rekening kita kembali." "Aku belum membutuhkan uang. Lagipula uangku masih sangat banyak. Aku bahkan sampai tidak tahu caranya menghabiskan semua uangku. Yang aku pikirkan hanya tentang bagaimana kita aman. Itu saja!" Ucap Happy sungguh-sungguh sambil menatap Big Boss. "Aku tidak ingin ada yang terluka atau sampai ketahuan. Apalagi kamu sudah banyak sekali mengorbankan diri untuk kelompok ini." Sambung Happy sambil menghela napas panjang. Big Boss tersenyum masam, dia memang sudah banyak berkorban untuk kelompok ini. Semua bukan karena semata-mata tentang uang. Namun, mereka semua adalah keluarganya. Dia berkewajiban memberikan perlindungan kepada semuanya. "Aku hanya tidak mau kita sampai terjatuh. Aku pernah membiarkan seseorang lenyap dari hidupku tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku tidak mau kehilangan yang lainnya juga. Meski aku tidak tahu siapa kalian, tetapi aku mempunyai kewajiban untuk terus melindungi kalian—orang yang telah mempercayaiku untuk memimpin kelompok ini." Jawab Big Boss serius. Happy menepuk bahu Big Boss dua kali dan tersenyum, "maaf karena aku sempat tidak mempercayaimu waktu itu. Aku hanya tidak ingin kehilangan seorang teman juga. Di sini, kamu yang paling dekat denganku. Kamu yang menganggapku lebih dari seorang partner kerja. Terima kasih sudah mau berteman denganku." "Tidak perlu berterima kasih, aku senang bertemu dengan kalian semua. Walaupun pekerjaan ini mungkin tidak baik. Tetapi di sini, kita lebih dihargai." Sambung Big Boss yang tidak sepenuhnya salah. Pintu terbuka kembali, masuklah seorang laki-laki yang menggunakan earphone. King tersenyum ke arah kedua temannya dan meletakkan sebuah plastik berisi makanan ringan yang dibawanya tadi. "Sorry, cuma bawa satu minuman. Aku pikir, markas sedang sepi. Aku salah rupanya!" Ucap King sambil tertawa pelan. "Apa yang kalian lakukan di sini? Apakah kita akan mengakhiri masa libur?" Tanya King sambil menatap keduanya secara bergantian. Keduanya kompak menggeleng karena memang tidak ada pekerjaan untuk beberapa Minggu ke depan. Mungkin Tuhan meminta mereka semua untuk istirahat sejenak dan menikmati waktu tidur yang lebih panjang daripada biasanya. "Masih mengkhawatirkan?" Tanya King penasaran. Happy mengangguk lesu, "polisi semakin banyak dikerahkan untuk melacak kita; walaupun keyakinan mereka tentang kelompok kita sangat kecil. Mereka masih terus mencari, memproses data dari si k*****t El. Walaupun begitu, pengalihan isu tentang kondisi El sedikit mampu menyembunyikan berita Jendela Kematian." "Kenapa kamu datang ke markas?" Tanya Big Boss akhirnya. King hanya mengangkat bahunya pelan, "kamu sendiri kenapa di sini? Bersama dengan Happy pula. Apa kalian akan mabuk-mabukan tanpa yang lainnya?" "Siapa yang mabuk-mabukan? Kami tidak mungkin minum-minum di sini. Terlalu berbahaya, bukan?" "Ku pikir kalian sudah sangatlah frustasi sampai melakukannya. Siapa yang tahu, 'kan?" Big Boss hanya menggelengkan kepalanya pelan. Dia benar-benar sangat lelah. Rencananya sendirian malah berujung pertemuan dengan Happy dan King. Sebenarnya sih tidak masalah, hanya saja dia ingin sendiri dan melamun. Jika bersama seperti ini, mau tidak mau mereka harus saling berinteraksi, 'kan? "Menurut kalian, apa aku terlalu berlebihan kepada Beauty?" Tanya King tiba-tiba. Pembahasan tentang Beauty tidak menjadi bahasan asing lagi selama ini. Siapa yang tidak tahu bahwa King menyukai Beauty. Semua anggota sepertinya sudah tahu jika melihat gerak-gerik King yang sangatlah mencolok. Laki-laki itu peduli dan memberikan perhatian yang sangat intensif kepada Beauty, padahal mereka belum pernah bertatap muka sama sekali. Big Boss menautkan jemarinya dan menatap King serius, "kenapa bisa kau menyukainya? Bukankah kalian berdua belum pernah bertatap muka secara langsung. Kamu tidak tahu dia siapa, bagaimana latar belakang keluarganya, atau tentang dirinya. Kita hanya saling mengenal dengan nama samaran, wajah samaran, dan juga pembunuhan." "Cinta bukan hanya tentang aku melihat wajahnya atau melihat latar belakang keluarganya. Tetapi hati yang bekerja. Aku selalu bahagia setiap kali menatapnya walaupun wajahnya aku tidak tahu. Suaranya begitu sangat merdu dan sangat menenangkan untukku." Sambung King sambil membayangkan suara Beauty yang tampak sangat ribut di kepalanya. Happy dan Big Boss hanya saling pandang. Mereka berdua sangatlah heran dengan definisi jatuh cinta yang mendera seorang King. Dia begitu keras dalam memperjuangan perasaannya. Berusaha untuk selalu meyakinkan Beauty tentang perasaannya. "Kamu memang sudah gila, Bung! Kamu seharusnya jatuh cinta kepada orang lain yang lebih nyata. Memangnya kamu tidak pernah bertemu dengan perempuan lainnya di luar sana? Pastinya banyak perempuan yang seperti Beauty, kamu tinggal menunjuk salah satunya dan minta lah sebagai pacar. Jika kamu bersikeras untuk bersama dengan Beauty, tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan merasa tidak nyaman. Aku berkata demikian, untuk kebaikanmu kawan. Beauty memegang teguh semua aturan kita. Dia tidak akan memberitahumu tentang semua identitasnya yang sebenarnya." Nasehat Happy sambil membuka laptopnya. King menganggukkan kepalanya. Otaknya mulai mencerna apa yang dikatakan Happy dan juga Big Boss. Perasaannya memang tidak akan pernah terbalas jika mereka berdua sama-sama anggota dari Jendela Kematian. Lagipula, untuk keluar begitu saja dari Jendela Kematian, dirinya tidak akan rela. Jadi, jalan terbaiknya adalah merelakan perasaannya dan mencoba untuk membuka hati kembali. Kritttt... Beauty masuk ke dalam markas mereka. Sementara Happy dan Big Boss yang bersiap untuk beranjak dari duduknya, King masih sempat terpesona dengan kehadiran Beauty yang memang cocok dengan nama samarannya; beauty. Setelah itu, Big Boss dan Happy beranjak begitu saja. Membuat kaget King yang belum mempersiapkan dirinya untuk kembali. "Aku duluan, ya. Harus bekerja!" Pamit Big Boss sambil mengedipkan satu matanya ke arah King. "Kalian berdua, bicaralah. Aku juga harus melakukan sesuatu yang sangat penting." Sambung Happy yang menyembunyikan senyumannya. Mereka berdua menghilang begitu saja dibalik pintu. Tinggallah King dan Beauty yang berada di dalam markas. King menggeser duduknya, memberikan kode kepada Beauty untuk duduk disampingnya. "Kenapa kau kesini?" Tanya Beauty yang tampak segar dengan aroma parfum yang sama setiap harinya. King sangat hafal sekali dengan aromanya yang membuatnya selalu rindu. King tersenyum diam-diam, "aku hanya ingin meletakkan sesuatu di loker. Tapi di dalam ternyata sudah ada Big Boss dan Happy yang sama datang ke markas. Kita bertiga tidak sengaja bertemu lalu mengobrol sebentar sebelum kamu masuk." "Sepertinya ada yang ingin kamu katakan padaku," King akhirnya menganggukkan kepalanya, "sebenarnya aku sudah lama ingin mengatakannya. Tetapi aku semakin ragu dan takut kamu akan berubah padaku. Mungkin kamu juga sudah tahu apa yang akan aku katakan padamu. Tapi sebelumnya, aku hanya ingin mengatakannya saja. Kamu tidak perlu membalasnya, tidak perlu. Karena itu akan membuat kita kesulitan. Kamu hanya perlu mendengarkan saja." "Beauty, aku memang tidak pernah tahu bagaimana bentuk wajahmu, siapa dirimu, dari kalangan apa kamu, dari keluarga seperti apa kamu, pendidikanmu apa, atau sudahkah kamu mempunyai kekasih atau belum. Yang jelas, aku ingin mengatakan bahwa aku mulai menyukaimu. Entah sejak kapan perasaan ini ada. Tapi aku tidak ingin menyembunyikan semuanya. Aku hanya ingin kamu mendengarkan semuanya saja." Ucap King panjang lebar. Beauty tertawa pelan karena melihat wajah serius King yang baru saja menyatakan perasaan sukanya kepada Beauty dengan sangat lantang. "Maaf, maaf," ucap Beauty lalu menatap King kembali. "Aku sangat menghargai perasaanmu. Aku juga sangat tersanjung karena mendapat pernyataan cinta yang begitu hebat darimu. Tapi kamu sendiri tahu jika aku sangat tertutup dengan masalah identitas. Aku tidak mau ketika kita bersama, semuanya akan menjadi berantakan. Aku tidak mau mengacaukan hidupku dan juga hidupmu. Tapi jujur saja, jika kita saling mengenal di luar Jendela Kematian, aku pasti akan memilihmu saat itu juga." Sambung Beauty sungguh-sungguh. "Aku minta maaf karena tidak bisa berbuat lebih. Aku tahu kamu sangat tulus. Tetapi ada keluarga yang saat ini aku jaga. Jadi, aku memilih untuk tidak melakukannya; menerimamu dan membuka identitasku. Aku tidak akan membencimu atau menganggap perasaanmu salah. Anggap saja ini adalah perasaan yang belum punya waktu bersama. Aku percaya bahwa aku akan bahagia jika bisa bersamamu. Tapi aku tidak bisa membiarkan orang lain melukai keluargaku. Aku menyayangimu juga." Dilain sisi, ada Happy dan Big Boss yang berada di luar markas. Mereka sedang menguping pembicaraan antara King dan Beauty. Mereka bahkan menjaga pintu dengan baik. Dibuktikan dengan menarik Bear secara paksa ketika laki-laki itu hendak masuk ke dalam markas. Mereka benar-benar berusaha untuk memberikan waktu kepada kedua insan menyelesaikan permasalahan hati mereka yang rumit. Ternyata ada cinta dibalik jendela; Jendela Kematian. ~~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD