BAB 21 | Hanya Butuh Waktu

1494 Words
KESEDIHAN Gala tidak akan pernah bisa dimengerti bagaimana sakitnya. Laki-laki itu mengemudikan mobil mahalnya tanpa arah dan berhenti tepat di depan sebuah club' malam. Dengan wajah kusut dan juga kedua mata pandanya, Gala berjalan masuk ke dalam. Sebelumnya, laki-laki itu mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dompetnya—memberitahu kepada penjaga berbadan besar dan tegap di depan pintu masuk. Setelan itu, Gala berjalan mendekat ke arah bar. Terlihat Arkana di sana, sedang meracikkan minuman pesanan dari pelanggan. Arkana yang menyadari kehadiran Gala pun buru-buru menyelesaikan pesanan pelanggan agar bisa segera bertemu dengan temannya itu. Gala terlihat tidak baik-baik saja. Ah iya, siapa yang baik-baik saja ketika baru saja ditinggalkan oleh orang tua mereka? Meskipun Gala terkenal b******k atau b******n, tetapi Gala masih menganggap bahwa orang tuanya masih ada. Hanya saja, dunia telah merenggutnya beberapa hari yang lalu. Gala menundukkan kepalanya dan berulang kali berteriak. Beberapa orang menatapnya, namun mereka tidak peduli. Terlalu banyak orang mabuk di sini. Sehingga teriakan seperti itu seringkali terdengar di tempat ini. Gala menyerukan hatinya yang sesak karena kehilangan yang terasa berat ini. Tuk. Sebuah gelas diletakkan di atas meja. Tepatnya di depan Gala yang tengah mengatur napasnya setelah berteriak tidak jelas. Gala mencoba mengangkat kepadanya yang cukup berat, padahal dia belum mabuk. Tapi tubuhnya rupanya mulai melemah. "Aku ingin mabuk hari ini. Tidak perlu air mineral. Aku ingin terbang dan lepas dari sesak ini." Ucapnya sambil merentangkan kedua tangannya. Arkana melipat tangannya di d**a dan tersenyum hambar, "belum minum apa-apa saja, kamu terlihat lebih mabuk dari orang yang mabuk. Sudahlah, minum saja yang ada. Kamu bilang, air mineral yang aku tuangkan adalah obat yang mujarab untuk stress mu." "Aku kehilangannya! Aku tidak akan melihat tua bangka itu lagi. Tapi aku benar-benar terpukul, aku sedih, dan aku tidak tahu harus bagaimana tanpanya." Curhat Gala menerawang ke awang-awang. "Walaupun aku membencinya, tapi dia tetap Papiku, 'kan? Aku tetap menyayanginya meskipun dia terus memaksaku melakukan apapun yang diinginkan olehnya." Sambung Gala dengan wajah miris. Arkana menghela napas panjang. Merasa prihatin dengan temannya itu. Mungkin Arkana merasa cukup bersalah karena Prada Ayah Gala. Tetapi, untuk masalah membunuh Prada, Arkana tidak pernah merasa menyesal sama sekali. Laki-laki jahat itu sudah merebut segalanya darinya. Prada telah membuatnya dan Isabela kehilangan kedua orang tua, hidup di jalanan yang keras, dan akhirnya menjadi seperti sekarang. Jika Prada tidak menyuruh orang untuk membantai orang tuanya, membakar rumahnya, dan mengambil barang milik orang tuanya, mungkin kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Selalu ada sebab dan akibat. Dunia ini penuh dengan pembalasan. Tapi sekali lagi Arkana tekankan, dia tidak menyesal untuk pembunuhan itu. Tetapi yang dia sesali adalah mengapa harus Gala yang menjadi anak dari laki-laki kurang ajar itu? Mengapa harus Gala? "Minumlah," ucap Arkana kembali menyodorkan gelas berisi air mineral itu ke hadapan Gala yang tengah mengusap air mata disudut matanya. Gala mengambil gelas itu lalu meminum isinya. Laki-laki itu merasakan sesuatu yang melewati kerongkongannya, bukan air mineral biasa. Namun rasa pahit yang sedikit manis. Itu minuman yang dia mau, yang dia butuhkan, dan dia inginkan. Bahkan sebelum memintanya, Arkana sudah menyediakannya. "Bahkan kamu tahu apa yang aku butuhkan sebelum aku mengatakan keinginanku tadi," ucap Gala yang meletakkan gelasnya setelah meminum minumannya sampai tandas. Arkana mengangguk pelan, "kamu hanya harus meminum sedikit dan mengobrol denganku. Mungkin, aku tidak bisa membantumu untuk sekedar menenangkanmu. Tetapi aku bisa menjadi mendengar yang baik tanpa memberikan solusi sama sekali." "Mengapa begitu?" Tanya Gala kemudian. "Karena sejatinya, orang lain tidak bisa menyelesaikan masalahmu atau membantumu melupakan rasa sedih dalam dirimu. Semua itu dilakukan atas dasar keinginanmu sendiri, Kawan. Semuanya hanya bisa sedikit mereda rasa sedihnya dengan berjalannya waktu." Jawab Arkana seadanya dan sibuk melayani pelanggan kembali. Gala diam dan menatap Arkana dalam-dalam. Mungkin, orang-orang di luaran selalu mengatakan jika semua akan baik-baik saja kepada Gala. Namun Arkana tidak, dia tidak tahu apakah ke depannya semua akan baik-baik saja atau semakin buruk. Dia hanya bisa mendengarkan tanpa perlu menjanjikan apapun. Menurut Arkana, itu lebih penting. Intinya, jangan sok tahu masalah kehidupan orang lain. Masalahnya juga! "Aku akan bergabung ke dance floor. Setelah kamu selesai bekerja, aku akan menemuimu di sini." Ucap Gala yang hendak beranjak dari duduknya. Arkana menatap Gala, "jangan macam-macam dengan perempuan. Kamu bisa terkena masalah, oke?" "Oke! Aku tidak tertarik dengan one night stand jika memang tidak kepepet kok." Jawab Gala seadanya yang mendapatkan pelototan dari Arkana. "Tidak... Aku akan diam seperti patung di sana. Kalau begitu, aku kesana dulu." Sambungnya yang berjalan menuju lantai dansa, bergabung dengan orang-orang untuk sekedar menari di sana. Arkana diam-diam mengamati temannya dari kejauhan, berusaha untuk menjaga Gala agar jangan sampai melakukan hal bodoh lain. Gala tidak pernah datang ke tempat ini untuk berdansa atau mencari perempuan. Dia hanya datang ke tempat ini untuk bertemu dengan dirinya. Gala seperti orang yang frustasi hari ini, sama seperti saat pertama kali Gala datang kesini dan akhirnya mereka memutuskan untuk berteman. Setelah shift hari ini selesai dan Arkana digantikan dengan temannya yang lain, matanya menyisir semua sudut di lantai dansa. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Gala. Arkana pamit kepada temannya karena mungkin Gala sudah pulang lebih dulu. Namun ketika dirinya masih melihat mobil milik Gala terparkir di depan club'. Arkana buru-buru masuk ke dalam kembali. Arkana mencari keberadaan Gala dengan kebingungan. Lalu akhirnya dia melihat siluet seorang laki-laki yang sedang tertidur di atas sofa dengan seorang perempuan di atasnya. Arkana buru-buru mendekat dan menarik perempuan itu untuk menjauh. "Maaf Nona, saya harus membawa teman saya pulang." Ucap Arkana yang sibuk mengancingkan kemeja Gala yang hampir terbuka seluruhnya. "Ish, kau mengganggu kesenanganku. Dasar kau, b******k!" Umpatan itu keluar dari mulut perempuan yang sempat menjamah Gala tadi. Setelah semua aman, Arkana memapah Gala yang masih setengah sadar untuk keluar dari club' dan masuk ke dalam mobilnya. Awalnya Arkana ingin mengantarkan Gala ke rumah laki-laki itu, namun terlalu berbahaya berkeliaran di tempat Prada setelah kejadian kematian tua bangka itu. Jadi yang bisa Arkana lakukan adalah membawa Gala ke rumahnya untuk saat ini. Terlihat raut wajah kaget Isabela saat melihat dua orang yang dikenalnya sedang berada di depan pintu rumah bersama. Lalu setelah itu, Arkana membawa Gala ke ruang tamu dan menidurkannya di sana. Laki-laki itu melepaskan sepatu dan kaos kaki milik temannya itu dan meletakkan barang-barangnya di atas rak sepatu. Setelah itu, Isabela datang dengan membawa satu cangkir teh yang disodorkannya kepada Arkana. "Apa yang terjadi sebenarnya, Kak? Apa Kak Gala mabuk?" Tanya Isabela kepada Arkana yang baru meminum teh buatannya. Arkana mengangguk sekilas, "aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Tetapi dia sedang mengalami sedikit kesulitan. Bukankah dia baru saja kehilangan orang tuanya? Pasti dia masih merasa sedih." "Apa Kak Gala akan tidur di rumah kita?" Tanya Isabela dengan melihat Gala yang tengah tertidur pulas di sofa ruang tamu. Bahkan dengkuran halus terdengar diantara mereka. Arkana mengangguk pelan, "aku hanya tidak mau meninggalkannya sendirian. Siapa tahu, dengan adanya aku dan kamu, bisa membuatnya sedikit melupakan rasa sedihnya besok pagi. Lagipula, jika aku mengantarkan dia pulang malam ini. Bisa-bisa aku diintrogasi habis-habisan oleh penjaga di rumahnya. Dikira aku melakukan hal tidak baik padanya." "Ah, benar." Jawab Isabela seadanya. "Kenapa kamu belum tidur?" Tanya Arkana kepada Isabela yang duduk di depannya. "Kamu menangis lagi atau sedang melukis?" Selidik Arkana kepada Isabela. Isabela menunjuk sebuah sketchbook yang berada di atas meja, "untuk kali ini, aku sedang menggambar. Entah kalau besok, mungkin menangis." Arkana menarik kedua tangan Isabela dan menggenggamnya, "apa semua baik-baik saja?" "Iya, selama ada Kakak, semua akan baik-baik saja. Aku hanya sedang mencari kesibukan saja. Terkadang aku merasa sedih, tetapi rupanya aku bisa mengatasinya. Semua sudah berlalu lama sekali." Ucap Isabela dengan wajah sedih. Arkana tersenyum tipis, "kamu tahu Isabela, kita sudah berjuang sejauh ini. Kita benar-benar kuat, bukan? Jadi, marilah kita semangat dan tidak pernah menyerah seperti biasanya. Kita akan baik-baik saja, 'kan? Kita akan selalu hidup dalam kebahagiaan, berdua." "Aku percaya, Kakak." Ucap Isabela dengan senyuman di wajahnya. "Sekarang tidurlah di kamarmu," ucap Arkana meminta Isabela untuk tidur lebih dulu. Isabela berpikir sejenak, "biar aku ambilkan selimut terlebih dulu untuk Kak Gala. Apa Kakak akan tidur di sini? Atau di kamar Kakak?" "Kau tidak perlu khawatir padaku. Sekarang ambilkan saja selimut untuk Gala. Aku bisa tidur di sini atau di kamar. Tergantung situasi saja!" Jawab Arkana seadanya sambil menatap Gala yang tenang ketika sedang tidur. Tidak lama kemudian, Isabela datang dengan membawakan sebuah selimut tebal dan ia selimutan kepada Gala yang menggeliat pelan. Gala hanya membetulkan posisi tidurnya dan kembali nyenyak. Setelah itu Isabela pamit untuk tidur dan Arkana pun kembali duduk di kursi yang berada disamping Gala. Diam-diam Arkana memperhatikan Gala. Dia benar-benar kasihan pada temannya itu, namun inilah yang namanya keadilan. Sekarang, tidak ada manusia b******k yang hidup setelah orang tuanya mati. Mereka telah membuat hidupnya menderita. Tetapi Gala pun tidak pantas untuk mendapatkan semua perlakuan ini. Sayangnya, Arkana tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku bahkan kehilangan kedua orang tuaku secara bersamaan. Mereka pun tidak pernah memikirkan hal itu, bukan? Mereka tega menghancurkan seluruh kehidupanku dan Isabela. Sekarang, aku sudah puas." Ucap Arkana dengan senyuman liciknya. Arkana sudah membalaskan dendamnya. ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD