BAB 43 | Anggota Jendela Kematian

2045 Words
TERKADANG, kesombongan yang akan membuat kita merasa begitu aman, namun ternyata tidak seperti itu kenyataannya! Terlanjut terlena dalam sebuah kenyamanan, sehingga mengabaikan segala kemungkinan untuk gagal. Selama bertahun-tahun, tidak ada yang tahu tentang adanya Jendela Kematian. Sampai akhirnya berita tentang mereka muncul di publik beberapa bulan lalu ketika banyak kasus kematian yang terus menggunakan media jendela untuk eksekusinya. Sebenarnya, semua itu tidak terlalu mencolok. Sebelum adanya artikel di internet tentang berita-berita tentang adanya kelompok pembunuh bayaran yang dipekerjakan oleh para elite di dunia bisnis dan pemerintahan. Dan artikel itu seperti bumerang untuk kelompok itu sendiri. Ketika banyak orang yang mulai mengetahui kabar mereka, maka akan semakin sempit ruang pergerakan mereka. Namun sayangnya, mereka terpaksa untuk keluar dari zona aman mereka dan mencoba untuk membuka jalan yang lebih lebar meskipun berisiko. Mereka tidak sadar bahwa kadang, risiko itu adalah kehilangan salah satu diantara mereka. Pekerjaan itu memang sangat menguntungkan dan membuat mereka bermandikan uang. Tapi, apakah mereka siap ketika harus kehilangan satu sama lain? Mungkin mereka tidak akan saling memberitahu identitas. Tapi, orang yang merasa kehilangan akan lebih tersakiti secara mental dan itu lebih sakit daripada disakiti fisiknya. Menyesal? Sudah tentu! Sedih? Tidak perlu dipertanyakan lagi. Menderita dan hancur? Sudah jelas! Selama berjam-jam, ketiga orang itu hanya bisa berdiam diri di dalam markas. Beauty tidak menghentikan tangisnya sejak melihat tidak ada satu titik lagi di layar komputer Happy. Perempuan itu memeluk King dan tidak melepaskannya sampai saat ini. Sedangkan Big Boss sudah pergi entah kemana. Mereka tidak bertanya! Sesekali King mengelus pundak Beauty, menenangkan perempuan itu sebisanya. Meskipun dia juga hancur, namun ada Beauty yang perlu dijaganya. Happy sendiri, menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya dan menangis tanpa berusaha untuk terlihat kuat di depan semua orang yang berada di ruangan ini. Happy sangat sedih dan terpukul karena dirinyalah yang membuat alat itu; alat yang akan menonaktifkan dirinya saat pemiliknya sudah tiada. Namun, dia tetap berharap bahwa alat yang diciptakannya benar-benar rusak. "Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah membuat semuanya menjadi seperti ini! Aku yang meminta Bear ikut dalam misi yang aku buat. Kita kehilangan Bear karena kesalahanku. Aku seharusnya melakukan semua sendiri. Seharusnya aku tidak—" ucapan Beauty terpotong begitu saja karena isakannya yang tidak bisa ditahan lagi. King tidak menjawab, dia memilih untuk mengusap punggung Beauty. Padahal, dirinya sendiri saja sudah remuk redam karena mendengarkan semua berita ini. Namun bagaimana juga, dia harus tetap tegar karena tak ada lagi yang bisa diandalkan untuk tetap tenang. King melirik ke arah Happy yang menyembunyikan wajahnya. Dia juga mengelus pundak Happy agar temannya itu juga bisa tenang. Sambil menunggu kabar dari Big Boss, King hanya bisa menenangkan Happy dan Beauty. Apalagi, ini adalah kali pertama mereka kehilangan dan ternyata rasanya sangat menyakitkan karena dipenuhi penyesalan. Tetapi walaupun begitu, King dan semua yang ada di dalam ruangan ini, tetap berharap penuh bahwa titik itu bukan akhir dari segalanya. Mereka berusaha untuk tetap berpikir positif sebelum ada kabar apapun dari Big Boss, meskipun kemungkinannya sangatlah kecil. Semuanya terasa lumpuh. Rasanya tidak nyaman ketika mendengarkan kabar yang begitu menyesakkan dan akhirnya harus menganalisis sendiri; apa yang sebenarnya terjadi. Tak ada yang baik-baik saja karena memang keadaannya sudah mengarah kepada kejadian yang luar biasa. Bagaimana jika kabar itu memang benar, titik itu menghilang untuk selamanya? Apa yang akan mereka lakukan? Apakah mereka akan berhenti? Apakah itu tandanya mereka harus stop sampai di sini? Apakah mereka akan mulai membalas dendam, lagi? Ponselnya bergetar, King tidak berani mengambil ponselnya yang berada di saku celananya. Kedua tangannya pun sudah terpakai, anggap saja begitu. Namun, rasa penasaran itu semakin menjadi-jadi. Dia sangat yakin jika itu adalah Big Boss yang memberikannya kabar, entah baik atau buruk—tetapi itulah kenyataan yang sebenarnya. "Kenapa tidak diangkat?" Tanya Happy mendongakkan kepalanya setelah beberapa saat menunduk. King hanya menatap Happy dengan tatapan kosong. Beauty juga belum mau melepaskan pelukannya dan dirinya pun tidak mau melepaskan pelukan perempuan itu meskipun ingin mengetahui apa yang telah terjadi kepada teman mereka yang satunya lagi. King menarik benda pipih itu dari dalam saku celananya dan memberikannya kepada Happy. "Kamu tahu apa yang seharusnya dilakukan, 'kan?" Tanya King kepada Happy, setelah memberikan ponsel itu kepada Happy. Happy hanya mengangguk, beranjak dari duduknya dan berjalan menjauh dari King dan Beauty. Terlihat wajah pucat yang Happy tunjukkan karena merasa sangat ketakutan. Dia hanya berharap bahwa alatnya rusak dan dirinya bisa memperbaikinya lagi. Biasanya, Happy sangat membenci kegagalan. Namun untuk kali ini, dia berharap gagal membuat alatnya. Dia sangat mengharapkannya. "Kenapa lama sekali?" Terdengar suara Big Boss yang terlihat kesal.  Happy menghapus sisa air matanya yang sempat jatuh, namun dirinya sembunyikan dari kedua temannya yang berada di ruang tengah. Happy hanya menghela napas panjang dan menghembuskan napasnya kasar. "Semuanya baik-baik saja, bukan?" Tanya Happy tanpa menjawab apa yang Big Boss tanyakan kepadanya. Big Boss diam beberapa saat, "aku tahu ini berat. Tapi bisakah sejenak lupakan kesedihan kita dan lakukan sesuatu yang semestinya untuk Bear. Kita bisa bersedih besok, besoknya, atau kapanpun setelah semuanya selesai. Tolong katakan pada King kalau kita harus membantu Bear keluar dari masalah. Kita temannya, bukan?" Dadanya terasa nyeri ketika Big Boss mulai mengatakan tentang lupakan kesedihan. Happy tahu apa yang terjadi di sana. Tapi bagaimana? Bagaimana caranya melupakan kesedihan yang Big Boss maksud. "Lalu, ... bagaimana dengan Beauty? Apa yang harus aku katakan padanya juga? Dia tidak berhenti menangis. Bisakah kita melakukannya berdua saja? Setidaknya ada King yang ada disamping Beauty." Ucap Happy yang suaranya terdengar bergetar. Big Boss sendiri berusaha menahan tangisannya, "baiklah! Kamu harus menggunakan komputermu dengan baik. Aku akan memantau semuanya dari sini. Apa kamu mengerti, Happy?" "Hm," dehem Happy mengakhiri panggilan keduanya. Dengan menguatkan hati, Happy kembali ke ruangan yang sama di mana King dan Beauty berada di sana. Keduanya menatap ke arah Happy dengan tatapan penasaran, namun tidak ada jawaban apapun yang keluar dari bibir Happy. Laki-laki itu hanya tersenyum simpul sambil terus berjalan ke arah komputernya yang berada di ruangan satunya. Happy menatap keduanya kembali dengan senyuman, "King, ... bisakah kamu mengajak Beauty keluar? Dia sepertinya membutuhkan udara segar agar tidak sedih." Beauty menggeleng pelan. "Aku akan menemanimu di sini dan menunggu kabar dari Big Boss. Aku tidak mau keluar. Aku—" King menggenggam tangan Beauty yang terasa dingin, "Happy benar, ... kamu harus mencari udara segar. Kita kembali lagi nanti. Oke?" Sebenarnya, mereka semua sudah tahu apa yang terjadi. Mereka sangat paham apa yang harus mereka lalui. Namun mereka seperti memainkan perannya masing-masing, berusaha untuk menutupi ketidaktahuan—meskipun sebenarnya sangat tahu. Beauty menatap ke arah King yang memberikannya seulas senyuman. Sedangkan Happy sudah sibuk dengan komputernya. "Aku akan keluar," lirih Beauty yang pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti kemauan Happy. Pintu tertutup, ruangan menjadi sepi, yang terdengar dari ruangan itu tidak lain dan tidak bukan hanya suara dari Happy yang terisak. Laki-laki itu tidak melepaskan pandangan matanya dari layar komputernya, terus berusaha untuk mencari apa yang dicarinya. ~~~~~~~~~ Beauty masih menggenggam tangan King. Matanya memerah, jantungnya terasa bekerja dua kali karena dirinya tidak bisa tenang. Selalu timbul rasa panik dan was-was. Namun Beauty terus menutupinya dari King. Meski dinginnya tangannya tidak mampu menutupi rasa takutnya. King tidak bicara apapun, hanya menggenggam tangannya dan mengikuti kemana langkah membawa mereka untuk pergi. "Bisa berhenti di sini?" Tanya Beauty yang meminta King untuk berhenti disebuah taman bermain anak-anak yang kelilingi oleh food court. King hanya menganggukkan kepala saja dan mengajak Beauty duduk disalah satu tempat. Mereka hanya melihat beberapa stand makanan dan minuman yang berjajar di sana. Tidak ada yang menggugah selera mereka meskipun rata-rata makanannya adalah makanan favorit mereka. Bahkan mereka sering membelinya ketika selesai misi. "Kamu mau makan apa? Aku yang akan membelikannya kali ini," ucap King yang beranjak dari duduknya namun ditahan oleh Beauty. Perempuan itu merasa tubuhnya sangat lemas, keringat dingin sudah membasahi tubuhnya. King merasa sangat cemas, namun sebisa mungkin Beauty memberikan senyumannya agar King tidak mengkhawatirkan dirinya. "Aku tidak bisa makan apapun. Aku malas makan. Aku ingin kita makan bersama di markas. Kamu tahu 'kan kalau Bear sering membawakan ayam untuk kita semua? Kamu ingat kalau Bear suka sekali kopi hitam yang ada di sana? Dia selalu memesan padaku ketika aku keluar dari markas. Bear mudah sekali mengantuk, dia tidak ingin salah meracik formulanya sehingga selalu meminum kopi agar tidak tidur semalaman. Setiap kali ada misi, dia yang selalu dibutuhkan dan dia senang karena dia mendapat tugas penting. Bear pernah bilang, dia akan membuat formula baru untuk obat-obatan." Tandas Beauty yang kembali menangis. King mengelus pundak Beauty lagi dan membiarkan perempuan itu kembali menangis agar lebih lega. Setelah Beauty lebih tenang, King beranjak untuk membelikan minum dan makanan untuk mereka. Jujur saja, dirinya sangat lapar. Rencana mereka untuk makan mi instan yang dibawakan Beauty gagal total. King hanya bisa melirik perempuan yang berada di meja pojok itu dengan tatapan kasihan. Namun semuanya sudah takdir, bukan? Hanya saja, andaikan King tahu rencana Beauty dan Bear saat itu. King meletakkan dua cup minuman yang dibawanya di atas meja. Beauty langsung meminumnya tanpa diminta oleh King. Dia yang biasanya begitu tegar harus dihadapkan dengan satu kenyataan pahit dan memutuskan untuk menyalahkan dirinya sendiri. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri, oke? Ini bukan salahmu!" Sambung King seraya memberikan senyuman tipisnya ke arah perempuan itu. Tidak lama kemudian, terdengar suara heboh dari beberapa orang ketika mereka mendapatkan sebuah notifikasi pada ponsel masing-masing. Sontak King dan Beauty menatap satu sama lain, mencoba mencari jawaban dari apa yang membuat semua orang di sana heboh hanya karena sebuah notifikasi. Satu dan lainnya pun ikut saling bergerombol, memperlihatkan sebuah tayangan langsung. Mereka semua menontonnya dengan suara yang mengerikan; mencaci, memaki, mengomentari dengan kata kasar. Lagi, kedua tangan Beauty bergetar ketika dirinya melihat siapa orang yang berada di dalam video itu—rasanya aneh, menakutkan, bahkan membuatnya merasa sangat bersalah. Matanya berair, tidak bisa lagi untuk disembunyikan. Bagaimana bisa itu dijadikan sebuah tontonan gratis? Bahkan ditayangkan secara langsung di internet, yang siapa saja bisa menontonnya. Beauty membuang cup minumannya dan berlari sekuat tenaga, pergi dari taman meninggalkan King yang tidak bisa menghalau perempuan itu untuk pergi. Dirinya pun terguncang karena melihat tayangan itu. King mengambil jalan lain untuk berlari menuju ke arah markas, menemui Happy yang mungkin tengah mengotak-atik komputernya. Cliring. King masuk ke dalam markas dan melihat keadaan markas sangat buruk. Komputer-komputer yang biasanya rapi di atas meja sudah hancur lebur di lantai dengan Happy yang bersembunyi diantara dua lemari sambil menutup wajahnya. King seperti kehilangan harapannya, dia ikut berjongkok di depan Happy, mengelus pundak temannya itu. "Aku gagal mengamankannya!" Lirih Happy yang menatap wajah King yang berada di depannya. "Aku tidak bisa menembus keamanan mereka. Aku gagal membantu Bear untuk yang terakhir kalinya. Semua orang sudah tahu siapa Bear sebenarnya. Bahkan aku baru tahu siapa dirinya ketika dia sudah mati. Seharusnya kita tidak boleh saling mengetahui identitas satu sama lain, 'kan? Mengapa kita tahu siapa Bear sebenarnya? Apa yang mereka lakukan kepada Bear? Mengapa kita tidak bisa melakukan apapun?" Sambung Happy dengan suara serak. Keduanya menangis tersedu-sedu tanpa bisa saling menguatkan. King pun rapuh, tidak bisa sekuat tadi dan memilih untuk terduduk di lantai sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Mengapa semua terjadi kepada teman mereka? Ini adalah hal terberat yang pernah mereka lalui; kehilangan salah satu anggota mereka. Dulu, ... semuanya terasa tidak mungkin. Dulu, ... tidak ada yang menyangka bahwa akan kehilangan salah satu dari mereka. Bear termasuk anggota terakhir yang masuk Jendela Kematian. Karena dirinya, kelompok mereka sudah meninggalkan cara pembunuhan biasa dengan menggunakan senjata. Bear mengambil alih seluruh cara pembunuhan itu dengan memakai obat-obatan yang tidak terasa tetapi efeknya luar biasa. Bear seringkali mengatakan bahwa berada di Jendela Kematian seperti kembali mempunyai rumah. Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan Bear yang sesungguhnya. Mereka pun tidak tahu seperti apa kehidupannya sampai begitu rapat dan tetap kokoh untuk menyembunyikan kelompok Jendela Kematian. Seharusnya Bear bisa mengatakannya, sehingga dia tidak perlu mati mengenaskan dan sendirian—tanpa ada orang yang membantunya. Semua temannya terjebak dalam penyesalan, di mana mereka harus menyaksikan bagaimana Bear tetap menyembunyikan tentang kelompok yang dianggapnya sebagai rumahnya. Bear melindungi teman-temannya meskipun disiksa sampai mati dan seperti itulah kesetiaan yang Bear perlihatkan kepada semua orang tentang bagaimana dirinya bersikap dan memegang teguh janjinya pada Jendela Kematian. Mereka menyesal karena belum sempat mengatakan selamat tinggal dan mereka harus terpaksa mengetahui identitas Bear yang terkuat di publik sebagai seorang pembunuh bayaran yang tergabung dalam kelompok bernama Jendela Kematian. ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD