BAB 62 | Luka di Perut

2054 Words
SUARA sirene ambulance terdengar nyaring. Suara teriakan orang-orang masuk ke dalam telinganya. Seorang yang dipeluknya terlepas, terhempas entah kemana. Pandangannya mulai kabur dengan keringat dingin yang membanjiri tubuhnya. Tangannya gemetaran, matanya terpejam dan kembali terbuka selama beberapa saat. Laki-laki itu berusaha untuk tetap sadar, tidak membiarkan kesadarannya hilang terenggut perasaan melayang itu. Matanya terbuka lebar, kaget dengan sebuah hentakan keras yang langsung membuatnya terbangun dari mimpi aneh. Laki-laki itu, Arkana, melihat sekelilingnya. Dia melihat ruangan bercat putih beraroma obat-obatan mengelilinginya. Punggung tangan kanannya ada terdapat sebuah infus yang entah sejak kapan terpasang di sana. Kepalanya sedikit pusing dan tubuhnya rasanya sakit semua. Arkana bisa melihat dengan jelas dua perempuan tengah tertidur di sofa—berseberangan dengan ranjangnya. Dua orang laki-laki tengah tertidur dengan posisi bersandar di tembok dan menselonjorkan kedua kakinya. Arkana tidak bisa mengingat kejadian apa yang terjadi kepadanya sampai dirinya berada di sini. Namun sebuah ingatan mampir di ingatannya. Ketika dirinya keluar dari perpustakaan dan seorang berbadan besar mengendarai motor langsung menodong pisau ke arahnya. Belum sempat mengenainya, seseorang itu menghalangi laju pisau itu. Arkana ingat dengan tetesan darah itu yang membawanya pada kenangan masa lalunya yang tidak bisa hilang. Arkana baru saja memegang kedua lengannya, memeriksa apakah ada yang terluka dari dirinya. Namun tidak ada luka sama sekali, kecuali luka di perutnya akibat kaca yang menembus perutnya waktu itu dan itu bukan alasan untuk teriakan paniknya setelah itu. "KANA!" Ingat Arkana yang tiba-tiba saja berteriak karena mengingat soal perempuan yang sudah menolongnya tadi. Sontak keempat orang yang baru beberapa menit terlelap dalam tidur mereka pun terpaksa terbangun dan berusaha untuk sadar seratus persen untuk mengecek keadaan orang yang baru saja meneriaki nama 'Kana' itu. Arkana sendiri menatap keempat orang yang berada di depannya—mereka semua terlihat panik dan sekaligus mengantuk. "Kana," lirih Arkana yang menatap Kana dengan tatapan serius. "Kamu baik-baik aja?" Sambung Arkana yang berusaha mencerna apa yang terjadi sebenarnya. Bukankah seharusnya yang dirawat adalah Kana? Apakah semua yang dia ingat tentang perpustakaan dan orang yang menodongkan pisau itu hanya sekedar halusinasinya saja? Apakah Arkana sudah hampir gila? Namun, mengapa dirinya berada di sini dan terbaring lemah dengan rasa sakit yang menjalar di perutnya. Dia baru merasakan nyeri di perutnya. Tetapi dia berusaha untuk terlihat tegar di depan Isabela yang menatapnya dengan khawatir. Arkana tersenyum menatap Isabela yang hampir menangis. Perempuan itu sangat cengeng, Arkana tahu itu. Walaupun pertama kali memanggil nama Kana, Isabela tetap prioritas utamanya. Laki-laki itu meminta Isabela mendekat dengan isyarat tangannya yang melambai ke arah perempuan itu. Isabela pun langsung berjalan mendekat, memeluk Arkana dan akhirnya menangis juga. Kana sendiri hanya menghela napas panjang. Jika dia ingin menjadi orang baru di kehidupan Arkana, sepertinya dia harus berusaha keras mendekati Isabela. Namun untuk urusan yang satu itu, sepertinya dirinya memang sudah dekat dengan Isabela. Bahkan perempuan itu menanyakan keadaan dan kondisinya. Hal yang tak Arkana tanyakan dan Kana tunggu. Perempuan itu berjalan keluar dari ruangan Arkana, mengajak Arond dan Gala ikut bersamanya. Dia berusaha memberikan waktu berdua untuk kakak-beradik itu. Pastinya Isabela kaget dengan keadaan Kakaknya yang tiba-tiba masuk rumah sakit. "Kenapa enggak bilang kalau perut Kakak luka? Dokter bilang ada infeksi di luka Kakak. Kalau sakit dan demam juga bilang. Jangan disimpan sendiri. Kalau Kakak begini siapa yang sedih dan susah? Kakak bilang enggak mau bikin aku susah? Kalau begitu jangan terluka sedikitpun." Tandas Isabela dengan menatap Arkana. Arkana hanya bisa terdiam dengan tatapan matanya yang tidak fokus kepada Isabela. Apakah Isabela tahu jika dirinya sakit? Apakah Isabela tahu tentang lukanya? Jadi, ... apa yang Isabela pikirkan sekarang? "Katanya, ... Kakak mabuk dan tidak ingat dengan luka itu, ya? Pasti ada orang yang jahat ketika itu. Kakak pulang dengan menahan rasa sakit dan berobat di tempat yang murah karena tidak mau membayar dokter untuk menjahit luka Kakak, 'kan? Aku tahu semuanya! Kalau Kana tidak menceritakan kronologi ceritanya, mungkin selamanya aku tidak tahu." Sambung Isabela yang kali ini hanya ditanggapi Arkana dengan anggukan cepat. "Kana memang pengarang yang sangat hebat." Ucap Arkana dalam hati, memuji acting Kana yang sangat meyakinkan tentunya. Buktinya, Isabela sampai percaya. Mereka mengobrol banyak sampai sebuah pernyataan membuatnya terkejut. "Kana sempat terluka karena ada pengendara motor aneh yang mau melukai dia. Makanya dia juga ada di rumah sakit ini. Dia yang nemenin aku selama di sini. Sebelum Kak Gala datang. Arond juga nemenin aku." Tandas Isabela menceritakan apa yang terjadi sebelumnya. Arkana menatap keluar ruangannya. Akhirnya dia tahu apa yang terjadi sebenarnya. Kana memang telah mengarang seluruh cerita yang ada dan membuat cerita baru yang hanya sekedar untuk menutupi semuanya dari Isabela. Mungkin karena Kana tahu bahwa segala hal yang terjadi kepada Arkana membuat Isabela khawatir. Dan Arkana tidak mau semua itu terjadi. "Bisa panggilkan Kana? Kakak mau bicara padanya." Ucap Arkana yang meminta Isabela untuk memanggil Kana masuk ke dalam ruangannya. Tanpa bertanya sama sekali, Isabela langsung keluar dan meminta Kana untuk masuk ke dalam. Perempuan yang menguncir rambutnya asal itu hanya melambaikan tangannya ke arah Arkana dengan ceria—seperti biasanya. Kana mendekat, Arkana langsung menariknya untuk lebih dekat ke arahnya dan memeluk perempuan itu. Kana yang dipeluk hanya bisa terdiam, tidak membalas pelukan laki-laki itu sama sekali. Dia masih bingung dan bimbang. Arkana menangkup kedua pipi Kana dan melihat apakah wajahnya ada yang terluka. Namun tidak ada jejak luka sama sekali di wajahnya. "Jika ingin menanyakan tentang lukaku. Seharusnya jangan lihat ke wajahku. Jika sampai wajahku yang terluka ataupun tergores sedikitpun, sudah sepantasnya aku menghabisi orang itu. Memangnya perawatan wajah tidak mahal?" Celoteh Kana membahas wajahnya. Arkana diam-diam tersenyum kecil karena sepertinya Kana benar-benar tidak apa-apa, "kamu terlalu sehat untuk orang yang katanya sedang sakit." "Aku benar-benar sakit! Lihatlah lenganku, harus dijahit juga. Kata dokter bekasnya akan lama hilang. Sepertinya membutuhkan perawatan yang intensif. Ah, preman-preman sialan!" Umpat Kana sambil terus marah-marah tidak jelas. Arkana menatap luka Kana yang memang terbungkus perban. Dia juga tahu bahwa luka semacam itu akan sangat sulit hilang. Belum lagi jika pisau yang digunakan modelnya aneh-aneh. "Ka—" ucapan Arkana tiba-tiba terbata-bata karena melihat wajah perempuan itu yang memucat dan senyuman di wajahnya memudar begitu saja. Arkana bisa merasakan dinginnya tangan Kana yang digenggamnya. Laki-laki itu menggeleng kuat dan menatap kedua mata Kana yang meredup. "Jangan!" Tandas Arkana. Kana tersenyum ke arah Arkana, menatap laki-laki itu dengan tatapan yang mengabur. Arkana merasa jika dirinya sangat ketakutan. Telapak tangannya dingin, lebih dingin dari apapun. Apalagi ketika merasakan suhu tubuh Kana yang lebih dingin darinya. Arkana hampir berteriak untuk memanggil siapapun yang berada di depan jika saja Kana tidak langsung membekap mulutnya. Perempuan itu menatap Kana dengan tatapan yang tajam dan menggeleng pelan. Kana hanya ingin melihat ekspresi wajah Arkana yang panik jika sesuatu yang Arkana bayangkan ternyata terjadi. "Kenapa kamu—" ucapan Arkana yang langsung dibungkam kembali oleh Kana dengan telapak tangannya. Kana hanya menampakkan senyum jahilnya, "aku hanya bercanda! Aku tidak akan mati karena pisau yang beracun. Orang itu tidak untungnya hanya menggunakan pisau baru dan bukan pisau karatan. Lebih untung lagi karena tidak ada racun. Dokter sudah memeriksanya." Arkana terdiam beberapa saat. Meski dia merasa lega. Namun tetap saja dia merasa was-was. Bagaimana jika ada yang bisa membuat racun pelumpuh syaraf yang sama seperti yang sering Bear buat ketika mereka dalam misi. Namun apakah ada orang lain yang mungkin menguasai ilmu seperti Bear? Paling tidak, apakah ada yang bisa meracik ramuan sebaik Bear? "Tenanglah! Kenapa kamu begitu ketakutan? Aku bahkan baik-baik saja. Jika memang merasa bersalah padaku. Setidaknya bersikap baiklah kepadaku. Contohnya dengan menjadi pacarku." Tandas perempuan itu sambil memperlihatkan wajah melasnya. "Bukankah kita cocok? Bahkan aku akan menjaga dan melindungi Isabela di kampus. Aku janji tidak ada yang menyakitinya." Sambung Kana yang memberi tanda peace kepadanya. Arkana hanya mendorong jemari Kana pelan. Membuat perempuan itu hanya mendengus sebal. Benar-benar Arkana menolaknya berkali-kali dan tidak ada revisi sedikitpun dari apa yang dilakukannya. Memangnya dia kurang cantik apa? Bahkan beberapa orang di kampusnya sangatlah ingin berkencan dengannya. Tetapi orang di depannya ini tidak menyerah untuk menolaknya. "Apa kurang cantik? Kurang dari kriteria yang kamu inginkan? Aku sudah mengatakannya sebanyak dua kali. Tapi kamu masih menolak! Aku benar-benar tidak tahu bagaimana caranya mengatakan kepadamu untuk yang ketiga kalinya." Ucap Kana dengan nada suara yang putus asa. Arkana mengelus kepala Kana dan tersenyum melihat perempuan itu. "Mempunyai hubungan dan mulai berkomitmen dengan orang lain, itu berarti harus siap dengan segala hal termasuk terbuka dengan pasangan. Padahal kenyataannya, aku belum bisa membuka segalanya; tentang diriku, kehidupanku. Untuk jujur padamu, sepertinya aku tidak akan pernah bisa melakukannya. Kamu hanya akan hidup dalam sosokku yang lain, Arkana yang tidak tahu siapa dirinya." Ucap Arkana yang berusaha menjelaskan segalanya. Arkana tidak pernah takut jatuh cinta. Dia hanya takut perasaannya akan karam karena statusnya. Lebih baik menutup rapat hatinya sekarang dan tidak menimbulkan penyesalan. Dibandingkan harus mencoba untuk memulai hubungan dan berakhir dengan menyedihkan karena mau tidak mau saling merelakan. Arkana tidak mungkin menjelaskan tentang siapa dirinya sebenarnya. Sehingga Arkana yang dilihat Kana hanyalah Arkana palsu yang tidak cocok dengan image yang diperlihatkannya sekarang. "Apa kamu pikir aku juga tidak palsu? Aku juga Kana yang palsu dan tidak semua hal bisa aku bagi denganmu. Tapi aku tetap berusaha untuk suka padamu. Aku merelakan perasaanku karena aku memang ingin jatuh hati padamu. Apakah aku salah jika suka kepadamu?" Tanya Kana kembali dan mendapatkan gelengan kepala dari Arkana. Mereka saling menggenggam tangan satu sama lain dan tersenyum. Tetapi tidak ada yang membuka suara atau mengatakan apapun. Mereka hanya mengatakan segalanya dengan mata saja. Berusaha menyelami hati satu sama lain dan akhirnya kecupan itu mendarat di bibir Kana. "Apakah kalian sudah berhubungan di belakangku? Kalian tidak pernah mengatakan apapun?" Tandas Isabela yang membuka pintu dan melihat dua orang yang dikenalnya sedang saling berciuman. Sontak Arkana dan Kana melepaskan ciuman mereka—mereka terlihat salah tingkah karena kepergok oleh Isabela secara langsung. Padahal kemarin-kemarin Arkana marah kepada Isabela karena adiknya itu juga melakukan adegan yang sama seperti yang dilakukannya. "Apakah itu contoh yang baik?" Tanya Isabela menyindir Arkana dengan tatapan mata kesal. Arkana menggelengkan kepalanya pelan, "jangan meniru contoh tidak baik, Isabela. Kakak hanya tak sengaja melakukannya. Kami hanya sekedar berteman. Tidak lebih! Kami hanya bicara dan—" "Berciuman! Persis seperti apa yang kamu lihat baru saja." Tandas Kana dengan to the point dan memberikan tatapan mengejek ke arah Arkana yang sudah menajamkan matanya karena ucapan Kana yang seperti biasanya, tidak disaring sama sekali. Arond dan Gala memilih untuk keluar kembali. Keduanya tidak mau masuk ke dalam masalah Arkana dan kedua perempuan yang berada disamping kanan dan kirinya. Mereka memilih untuk menghindari daripada ikut campur dan berakhir dengan buruk. Isabela menatap Arkana dengan tatapan tajamnya, "apakah Kakak waktu itu tidak pulang dan mabuk, ternyata bersama Kana?" "Iya!" Bukan Arkana yang baru saja menjawab. Namun Kana lah yang lebih dulu menjawabnya. Isabela menganggukkan kepalanya tidak percaya, "kenapa Kakak tidak bilang jika sekarang mempunyai pacar? Apakah Kakak tidak percaya padaku?" "Aku tidak—" ucapan Arkana kembali terputus begitu saja. "Karena kami belum sempat untuk memberitahumu. Sebenarnya aku ingin memberitahu, tetapi Arkana mengatakan bahwa kita harus bisa mencari waktu yang tepat. Iya, ... seperti itu." Sambung Kana yang mendapatkan cubitan gratis dari Arkana tetapi tidak dipedulikan olehnya. Isabela menatap Kakaknya yang hanya diam saja dan menundukkan kepalanya. Arkana lebih mirip suami yang ketahuan berselingkuh daripada seorang Kakak yang ketahuan punya pacar. Isabela berpikir bahwa dirinya adalah penyebab Kakaknya memilih untuk backstreet. Padahal yang terjadi adalah Arkana tidak pernah mendeklarasikan dirinya menyukai Kana. Meskipun hatinya memang sedikit mempunyai ruang untuk perempuan itu. "Karena aku?" Tanya Isabela yang menyalahkan dirinya sendiri karena Arkana dan Kana tidak jujur tentang hubungan mereka. "Aku dulu pernah mengatakan kepada Kakak bahwa aku tidak bisa menerima orang lain yang Kakak cintai. Tapi itu juga bukan berarti aku akan menolak pilihan Kakak. Sungguh!" Sambung Isabela merasa tidak enak. Tentu saja Arkana menggelengkan kepalanya, "Kakak sama sekali tidak bermaksud! Jadi, ... semua berlalu— ah, bagaimana aku menempatkan semuanya!" Arkana merasa sangat frustasi karena memang dirinya tidak tahu caranya menjelaskan. Bahkan untuk seluruh cerita karangan Kana yang luar biasa itu, sudah membuat isi kepala Arkana berusaha keras. Ini lebih sulit daripada menyusun strategi dari misi pembunuhan. Kenapa kedua orang disampingnya ini membuatnya stres dan mengalami tekanan? Kana menatap interaksi antara Arkana dan Isabela. Perempuan itu menekan sebuah tombol yang ada di dalam saku celananya, senyuman terbit di wajahnya setelah itu. Dia tidak tahu apa ini benar. Namun ini caranya mendapatkan uang. ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD