RUANGAN kembali diterangi lampu yang setengah redup. Komputer yang berada di ruangan itu terlihat hidup seluruhnya. Di ruangan sebelah ada beberapa senjata dengan berbagai ukuran yang dikeluarkan dari lemari berukiran unik. Di ruangan sebelah lagi, ada seseorang yang menggambar sebuah tempat. Mirip seperti seorang arsitek yang menggambar kerangka rumah. Lalu ruangan satunya lagi, seseorang tengah memakan mie cup miliknya yang baru diseduh dengan air panas.
Suasana yang kontras setiap kali ada misi yang harus mereka lakukan. Kali ini, Jendela Kematian benar-benar akan melakukan pekerjaannya lagi. Tidak peduli dengan kabar miring, tidak peduli dengan suara-suara yang mengganggu telinga, mereka akan tetap menjadi kelompok terkuat yang selalu dicari untuk melakukan pekerjaan ini. Meskipun salah satu diantara mereka telah mati, bahkan terbuka identitasnya. Sama sekali tidak menyurutkan kepercayaan orang-orang yang ber-uang itu untuk mempercayakan keinginannya pada kelompok mereka.
Seperti biasa, yang mereka lakukan bersama adalah berdiskusi. Berusaha untuk memecahkan situasi yang akan dibuat seakan-akan bahwa itu bukan pembunuhan berencana. Meskipun kali ini, mereka tidak bisa meracik obat pelumpuh syarat sebaik Bear. Jika membicarakan tentang Bear, tidak akan pernah ada habisnya. Laki-laki itu memang mempunyai peran dan pengaruh yang sangatlah besar untuk Jendela Kematian. Jadi rasanya berat ketika memulai hal pertama dengan kesulitan tinggi.
"Apa kalian benar-benar tidak ingin makan? Padahal aku sudah membeli mie cup yang cukup kita makan. Aku akan membuatkannya untuk kalian, ya? Bagaimana?" Tanya perempuan cantik yang tengah menyeruput mie kesukaannya, Beauty.
"Tidak!" Jawab ketiga laki-laki itu secara kompak dari ruangannya masing-masing.
Beauty menghela napas panjang dan akhirnya memilih untuk memakan makanannya sendiri. Dia adalah tipe orang yang tidak tahan lapar. Jadi, harus segera makan jika memang terasa lapar. Sehingga, mau dalam keadaan ribet dan seserius apapun, tentu saja dia akan makan jika lapar. Beauty bahkan sudah menghabiskan dua mie cup karena sejak semalam belum makan. Matanya mengantuk hebat. Namun dia berusaha untuk tetap bertahan. Karena mereka harus menyelesaikan semua misi ini besok.
"Apa yang terjadi? Semuanya tidak berjalan lancar?" Tanya Beauty saat King keluar dari ruangannya dan ikut duduk disamping Beauty.
Laki-laki itu meletakkan kepalanya di atas meja dan memejamkan matanya sejenak. Semalam dia juga kesulitan untuk tidur karena ada banyak hal yang dipikirkannya.
"Aku ngantuk sekali," lirihnya dan hanya mengucek kedua matanya pelan. "Aku akan tidur lima belas menit. Baru setelah itu aku akan kembali merakit senjata untukmu yang baru." Sambung King yang kembali memejamkan matanya.
Beauty meminum kopinya, barulah setelah itu mulai membuka suaranya kembali.
"Kenapa disetiap misi kita harus menggunakan senjata yang berbeda dengan tipe yang berbeda pula? Kita bisa menggunakan senjata buatanmu yang lama. Senjata-senjata itu juga terlihat masih bagus." Ucap Beauty kemudian.
King tersenyum sambil memejamkan matanya, "setiap senjata yang sudah digunakan, membawa sial. Senjata itu sudah digunakan untuk membunuh. Itu seperti filosofi yang selalu aku pegang. Satu senjata untuk satu nyawa. Karena senjata yang sudah digunakan, kemungkinan suatu saat nanti akan membuat kesalahan."
Beauty hanya menganggukkan kepalanya pelan, seperti paham dengan apa yang dimaksud King. Semua hal memang lebih baiknya digunakan sekali meskipun rasanya seperti kurang dimanfaatkan. Tetapi terkadang apa yang King katakan memang benar. Sesuatu yang sudah digunakan berkali-kali seperti akan kehilangan beberapa fungsinya beberapa persen. Sehingga akan membahayakan tuannya.
Mereka kembali terdiam, dengan Beauty yang melanjutkan makannya dan King yang sibuk tidur dengan posisi yang tidak nyaman sama sekali. Namun karena saking lelahnya, dia bisa langsung tertidur pulas dengan posisi bagaimanapun.
Happy pun keluar dari ruangannya dan mengambil gelas kertas yang ada di dekat galon minuman. Laki-laki itu menyeduh kopi yang berada di dekat Beauty dan meminumnya. Dia sudah sangat lelah hari ini. Sehingga kopi menjadi pilihan agar dirinya bisa terjaga sampai besok pagi. Big Boss yang mengurus segalanya saja, selalu tidak tidur selama tiga harian jika ada misi yang memang harus mereka selesaikan.
"Bukankah kali ini kasusnya sangat menarik?" Ucap Happy kemudian—mengajak bicara Beauty yang juga tengah menikmati kopinya.
Beauty mengangguk, "apakah putus cinta bisa menjadi alasan menyewa pembunuh bayaran? Maksudku, dia bahkan terlalu muda untuk meminta kita membunuh mantan pacarnya yang berselingkuh dengan rival dari perusahaan Ayahnya. Aku masih tidak habis pikir. Dia masih 23 tahun, mengapa sudah berpikir menghabisi mantan pacarnya sendiri."
"Dunia yang kita tinggali sekarang sangat menakutkan Beauty. Mereka bisa membunuh seseorang tanpa rasa bersalah dan membuat semua mudah di mata mereka. Membunuh mantan pacar yang sudah melukai hati pasti sangat menyenangkan, itu hal yang mereka pikirkan. Walaupun nantinya akan menyesal karena pada akhirnya akan tetap kehilangan juga." Tandas Big Boss yang akhirnya keluar dari ruangannya dan bergabung dengan Happy, Beauty, dan King yang saat ini tertidur.
Happy meletakkan gelasnya di atas meja, "tapi dia sudah cukup dewasa dengan umurnya!"
"Hm, ... 23 tahun." Jawab Big Boss dengan senyuman tipisnya.
Kali ini King mendongakkan kepalanya, terbangun dari posisi tidurnya karena terganggu dengan suara teman-temannya.
"Jangan lupakan dengan uang yang sudah dia transfer dengan bayaran penuh, bukan DP lagi. Bukankah itu menyenangkan? Mendapatkan uang sebelum bekerja! Berarti dia adalah pelanggan yang loyal. Bahkan dia tak segan memberikan bonus ketika kita selesai dengan tugas kali ini. Ah, ... ketika membayangkan uangnya, aku seperti lupa pada semua rasa kantuk dan lelah ini. Aku ingin berfoya-foya dan menghabiskan uangku untuk membeli pulau pribadi." Sambung King yang selalu mengatakan pada seluruh anggota jika dirinya ingin membeli pulau pribadi.
Mereka bertiga hanya tertawa dan menepuk bahu King. Bukan untuk menertawakan mimpi laki-laki itu, namun hanya sekedar merasa geli dengan keinginan kecil yang tentu saja nilainya besar.
"Bagaimana dengan kalian? Apa mimpi kalian yang harus terwujud suatu hari nanti? Apakah kita tidak bisa bertetangga? Mempunyai pulau pribadi masing-masing. Sehingga kita bisa berkunjung dengan kapal dari satu pulau ke pulau yang lainnya. Bukankah itu menyenangkan? Kita akan pensiun dengan uang yang berlimpah." Sambung King yang semakin terdengar antusias.
Happy menatap gelasnya kembali dan tersenyum, "rasanya, ... aku tidak ingin pensiun. Aku ingin bekerja, tanpa memikirkan apapun. Big Boss, apakah kita bisa melakukan apa yang King usulkan? Menjadi tetangga antar pulau yang kadang-kadang saling berkunjung satu sama lain?"
Terdengar helaan napas kasar dari Big Boss. Setiap kali mereka sibuk mengatakan tentang pensiun atau tidak bersama lagi, rasanya sesak sekali. Mereka berada di dalam satu atap ini tidak mudah. Jika pensiun, apakah mereka bisa bersama lagi?
"Jika kita memutuskan untuk pensiun. Kita harus siap dengan konsekuensinya. Kita tidak bertemu lagi, tidak saling mengenal, tidak akan menyebut nama Jendela Kematian, atau datang kembali ke markas. Begitu ada yang keluar dari sini, semua aksesnya akan dihapus dan identitas atau segala hal tentang diri kita akan langsung hilang. Seperti kita tidak pernah menjadi bagian dari Jendela Kematian." Ucap Big Boss.
Mereka semua menunduk, seperti sedang memikirkan jika tidak ada satu sama lain di hidup mereka jika harus pensiun. Walaupun begitu, mereka akan mempunyai kehidupan yang baru nantinya. Mereka tidak mungkin selamanya tinggal dan bekerja sebagai seorang pembunuh bayaran.
"Suatu saat nanti, ... pasti diantara kita akan mempunyai keinginan untuk menikah dan mempunyai anak-anak yang lucu. Mereka yang mempunyai keluarga, mungkin akan melepaskan pekerjaan berbahaya kalian demi melindungi keluarga kalian. Aku pun tidak pernah menyarankan untuk hidup seperti ini selamanya. Kalian berhak meminta pensiun. Karena kalian pasti punya alasan terbaik dari keputusan yang kalian ambil." Tandas Big Boss yang kembali masuk ke dalam ruangannya.
~~~~~~~~~~
Misi dilakukan dengan cara yang sama. Seperti pada misi-misi yang lalu. Sebelum berangkat, mereka semua diharuskan mengosongkan pikiran dan menyingkirkan segala pikiran aneh yang ada di dalam diri mereka untuk membangun percaya diri serta fokus kepada tujuannya. Mereka tidak boleh diliputi rasa bersalah, terlebih misi yang akan mereka jalankan sangat berbahaya. Salah-salah, mereka akan mengancam diri sendiri dan kelompok. Sehingga menghilang rasa bersalah itu harus segera dilakukan secepat mungkin!
Karena hidup tanpa rasa bersalah, mungkin mimpi semua orang yang ingin melarikan diri dari segala hal tentang masalah hidupnya yang pelik. Apalagi semua itu perlu dan penting untuk orang-orang seperti mereka—yang menjual jasa penukaran nyawa dengan kesenangan hati. Walaupun begitu, mereka pernah hidup dalam penyesalan. Sehingga pengendalian diri itu penting. Meskipun sudah berulangkali melakukan eksekusi seperti ini.
Beberapa senjata dengan jenis dan bentuk berjajar di atas meja. Hanya satu orang yang boleh menggunakan senjata itu; Beauty. Walaupun seorang perempuan, jangan pernah remehkan kemampuan Beauty menggunakan pistol jenis apapun. Perempuan itu seperti dari kalangan pasukan khusus yang selalu mampu menaklukkan lawan di medan perang. Beauty tak pernah gagal menembak pada titik terlemah tubuh manusia. Kadang Beauty akan mencari bagian lain yang paling mudah untuk dilukai dengan memasukkan peluru berukuran mikro dengan bubuk racun yang membunuh.
Percayalah, semua itu mereka pelajari secara otodidak. Seluruh anggota dari Jendela Kematian, mempunyai ide dan juga intelektual yang tinggi. Mereka adalah sekelompok orang yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Mungkin jika pemerintah mau mengambil mereka sebagai sekutu, tidak ada yang akan bisa meruntuhkan kekuasaan pemerintahan. Tetapi sayang, terkadang pemerintah kurang peka dan membuat mutiara-mutiara terbaiknya.
Setelah menentukan senjata yang cocok dengannya dan kemungkinan besar membawa mereka pada suatu kemudahan, pasti langsung dipilih oleh Beauty. Perempuan itu hanya tersenyum, mengelap senjata yang akan digunakannya dengan sapu tangannya dan terlihat sekali jika senjata itu sangat mengkilap.
Mereka memasuki lift khusus, masuk ke dalam ruangan bawah tanah di mana mobil-mobil berjajar di sana. Mereka memilih mobil dengan warna hitam yang berada di depan gerbang.
Sebuah gedung tinggi yang telah difungsikan sebagai hotel itu adalah tujuan utama mereka. Beauty berdiri tepat di atas sebuah gedung lainnya yang tidak lebih tinggi ada bangunan hotel itu. Perempuan itu tersenyum tipis, mengintai targetnya dengan teropong kecil yang mempunyai sangatlah akurat dan jelas meski dari jarak yang sangat-sangat jauh. Tentu saja semua itu buatan Happy yang mengeluarkan seluruh ilmu pengetahuannya untuk membuat alat-alat mutakhir.
Ketika hanya ada Beauty di atas gedung itu. Ketiga temannya yang lain berpencar di gedung yang lain. Tidak berada dalam satu lingkup. Karena jika mereka terkepung. Tentu saja tidak semua yang tertangkap.
"Kamu bisa mendengarkan suaraku, Beauty?" Suara itu adalah suara dari Big Boss yang masuk ke telinganya.
"Aku mendengarkanmu dengan baik. Aku sudah melihat target. Perempuan itu sedang berada di dalam sebuah kamar hotel bersama seorang lelaki yang tidak bisa aku lihat wajahnya. Apakah kita akan menghabisi satu orang atau dua orang sekaligus?" Tanya Beauty kemudian.
Terdengar suara tegas dari seberang sana, "bunuh orang yang menjadi target kita. Jangan menyentuh orang yang bukan target kita meskipun sangat menyebalkan."
Perempuan itu mengangguk ketika suara Big Boss kembali memberikan perintah. Ketika dalam keadaan yang seperti ini, mereka harus patuh pada Big Boss. Karena Big Boss yang sudah merencanakan semuanya dan dia lah yang mengatur skenarionya dari awal sampai akhir. Sehingga tidak ada yang boleh merusaknya. Termasuk anggotanya sendiri.
Semua adalah penentu kesuksesan misi. Beauty fokus mengunci target yang ingin dibunuhnya. Tatapannya tertuju kepada wajah perempuan itu. Perempuan yang terlihat menangis di dalam pelukan laki-laki itu. Beauty kembali mempertajam pandangan matanya, berusaha untuk melihat dengan jelas apa yang terjadi.
"Apa ada masalah?" Tanya Happy karena melihat Beauty yang terpaku kepada keadaan di depannya tanpa bisa melakukan apapun.
Beauty menghela napas panjang kembali, "sepertinya dia terluka! Apa aku benar-benar harus membunuh perempuan itu? Aku melihatnya menangis. Aku—"
"Aku sudah bilang untuk kosongkan pikiranmu sebelum misi! Apa-apaan ini?" Kali ini suara Big Boss mulai meninggi. Dia terdengar kesal saat mendengar Beauty mulai bicara tentang hal tidak masuk akal untuknya.
Perempuan itu benar-benar tidak melakukan apapun. Bahkan ketika terdengar suara ketukan sepatu yang begitu kencang menaiki anak tangga dan memeluk perempuan itu dengan sangat erat.
Shut! Dor! Sebuah peluru berhasil bersarang di tubuh perempuan itu. Tepat mengenai organ vitalnya dan itu bukan berasal dari senjata yang dibawa Beauty. Namun Senjata yang ditembakkan oleh Happy. Perempuan itu tumbang, laki-laki yang berada di dalam kamar meninggalkan kamar begitu saja.
"King? Kamu tidak apa-apa? Kamu berdarah!" Tandas Beauty dengan sangat panik karena melihat darah yang menetes dari lengan King yang terkena tembakan.
King menahan rasa sakit di lengan kirinya dan mengambil sapu tangan dari dalam sakunya, menghapus tetesan darah yang menempel di rooftop itu. Lalu menghapus jejak mereka dengan cairan agar tidak ada yang bisa mengidentifikasi sampel apapun dari mereka yang tertinggal.
"Apa kamu tidak apa-apa? King jawablah!" Tandas Beauty yang merasakan tangan King yang dingin.
Laki-laki itu tampak pucat dan mendorong Beauty dengan kasar. Perempuan itu sampai terjungkal dan diminta untuk meninggalkan tempat itu sekarang.
"Pergilah!" Ucap King dengan senyuman manisnya. "Tolong, ... pergilah sekarang! Jangan pedulikan aku. Aku akan menyelesaikan semua ini. Tolong pergilah!" Sambungnya dengan terbata.
Beauty menggeleng pelan.
"Pergilah! Jika masih ingin melihat aku besok pagi atau besoknya lagi." Ucap King yang membuat Beauty menangis. "Ingat! Apapun yang terjadi padaku, bukan salahmu. Apapun yang terjadi kepada Bear juga bukan karenamu. Kalau ini adalah perpisahan kita. Aku hanya ingin mengatakan sekali lagi kalau aku sangat mencintai kamu, Beauty. Selamat tinggal! PERGILAH! Itu permintaan terakhirku, jika memang permintaan terakhir." Sambung King yang memegang dadanya masih dengan posisi tersenyum. Dia meminta Beauty untuk pergi.
Perempuan itu akhirnya melangkah pergi, meninggalkan King sendirian.
~~~~~~~~~~