bc

Who's Your Mom? (Bahasa Indonesia)

book_age18+
6.7K
FOLLOW
78.9K
READ
billionaire
possessive
contract marriage
one-night stand
love after marriage
CEO
drama
sweet
bxg
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Bagaimana jika seorang pria yang selalu meniduri para gadis perawan semudah menjentikkan jari terpaksa harus menikahi seorang janda? Apakah itu karma?

Karena tak kunjung juga menemukan ibu dari darah dagingnya yang baru saja ia ketahui dan demi menjaga reputasinya sebagai CEO dari Akyas Group Cabang Indonesia, Aditya Kafka Akyas—pria bermanik abu-abu dengan wajah bak titisan dewa dan harta berlimpah—menarik Nina Farhana—baby sitter Aira yang berstatus janda—ke dalam skandal pernikahan.

Akankah benih cinta muncul di antara keduanya? Atau justru Aditya kembali kepada wanita dari masa lalunya yang membuat ia gemar berganti wanita, termasuk ibu kandung Aira? Lantas, siapa ibu Aira sebenarnya?

Cover:

Font: Canva - Times New Roman, Great Vibes, dan Glacial Indifference

Image: Pexels - Norman Tatil

chap-preview
Free preview
Chapter 1
    "Ini, Tuan, berkas-berkas yang harus Anda tanda tangani," ujar seorang wanita seraya menaruh berkas-berkas milik bosnya di atas meja. Namun, tanpa menghiraukan ucapan wanita itu, bosnya malah beranjak dari kursi kebesarannya melangkah pergi. "Anda mau ke mana, Tuan? Anda ada jadwal pertemuan sekaligus makan malam dengan Tuan Gilbert."     "Batalkan. Aku ada urusan." Bukannya menjawab, bosnya itu malah dengan seenaknya melenggang pergi.     "Tapi, Tuan." Wanita itu hendak menyela.     "Sudah aku katakan dengan jelas. Kau bisa mendengar, bukan?!" geram bosnya itu sambil membanting pintu.     Baru saja kerja dua bulan, tapi dia sangat blagu. Untung saja tampan dan juga kaya, kalau tidak, aku sudah keluar dari sini, gerutu wanita itu dalam hati sambil meninggalkan kantor bosnya.     Bukannya menjalankan tugasnya, pria yang terkenal sebagai bos yang dingin itu memasuki sebuah kelab, mencoba berbaur dengan semuanya. Deru musik mewarnai malamnya yang panjang. Sesekali ia memainkan pinball yang ada dalam kelab itu.     "s**t!" umpat pria itu karena ia selalu kalah sambil memukul layar pinball.     "Hei, Bung, kemarilah! Sekarang pilihlah gadis-gadis di antara mereka semua. Hari ini aku yang teraktir kalian!" teriak salah satu pria memanggil pria yang bermain pinball tadi.     Pria yang bermain pinball pun memilih duduk di salah satu kursi seraya menegak minuman beralkohol di atas meja.     "Ayolah, Sayang, ingin bermain?" goda seorang wanita sambil mengelus-elus rahang pria itu.     "Pergi kau, Jalang!" titah pria itu sambil menepis tangan wanita tadi.     "Ada apa, Dit? Kau tampak frustasi hari ini. Ceritalah! Bukankah ini malam panjang untuk bercerita?" tanya Mike sambil menatap pria yang tengah murung itu.     "Ya, ada apa? Jika kau tidak suka dengan wanita tadi, sekarang pilihlah wanita lain. Atau kau mau yang masih segar?" tanya James dengan seringai menggoda.     "Aku hanya ada beberapa masalah di kantor. Sudahlah, lupakan saja. Silakan kalian bersenang-senang," jawab Aditya—pria blasteran Arab-Amerika Serikat, dan Indonesia yang tadi bermain pinball tadi—sambil menatap ketiga teman-temannya yang sedang bermanja-manja dengan wanita-wanita kelab. Ia adalah seorang CEO muda yang baru berusia 24 tahun di salah satu condotel, hotel dan resort, serta properti terbesar di Indonesia. Cabangnya bahkan sudah merajai Singapura, Australia, sedangkan induknya berada di Dubai. Ia sendiri baru dua bulan bekerja di hotel itu, karena menggantikan sang ayah yang menderita sakit jantung.     "Wow! Apa kami tidak salah dengar? Bukankah kau yang paling bersemangat dengan ciptaan Tuhan yang paling indah itu? Atau mungkin kau sudah bosan dengan wanita yang ada di sini?" Pertanyaan Romi terdengar seperti ejekan. "Biar aku panggilkan pemilik kelab ini. Aku yakin mereka tidak kehabisan gadis baru di sini," tambahnya. Ketika sebelah tangannya hendak melambaikan tangan pada salah seorang pelayan di kelab itu, sahabatnya itu menghentikannya.     "Tidak usah. Aku sedang tidak bernafsu dengan mereka," sahut Aditya sambil melonggarkan dasi yang melingkar di kemejanya.     Aditya memang terkenal gemar gonta-ganti wanita. Ia tidak pernah berkomitmen dengan satu wanita mana pun. Adapun wanita yang sering bersama dengannya, wanita itu harus menyadari kalau suatu saat akan pria itu hempas layaknya barang yang sudah tak terpakai. Walaupun begitu, banyak sekali gadis-gadis yang masih nekad mendekatinya.     Soal ranjang, Aditya tak segan-segan melakukannya dengan wanita mana pun. Namun, satu mottonya, wanita itu harus cantik, berkelas, sehat, dan sekali pakai. Tak seperti teman-temannya yang dengan mudahnya tidur bersama wanita sembarangan mana pun.     "Kau tampak kusut sekali. Aku tahu, saat ini kau sudah tidak bebas lagi berkeliaran dan balapan seperti dulu. Jadi malam ini, bersenang-senanglah. Ini adalah malam bujangku dan aku ingin kita semua bersenang-senang," kata James sambil menegak minumannya hingga tandas. Entah berapa banyak minuman yang sudah ia habiskan.     "Kau gila, James. Sebentar lagi kau akan menikah, sedangkan saat ini masih ada wanita yang berada di pangkuanmu. Bagaimana jika Katty melihatmu?" tanya Aditya. Dia mungkin b******k, tapi jika ia sudah menemukan wanita yang tepat, tentu ia akan berusaha menjaganya.     "Katty tak akan membatalkan pernikahan ini. Itu sudah menjadi risikonya menjadi wanitaku. Sudah untung aku mau bertanggung jawab dan menikahinya. Kalau tidak, ia mungkin sudah menangis bombay atau bunuh diri," jawab James seraya terkekeh.     "Maksudmu, Katty hamil!?" Kedua bola mata Romi membelalak kaget, sementara yang ditanya hanya tersenyum sambil mengangguk.     "Sudah aku peringatkan kalau kalian harus bermain aman. Apa kalian tidak memakai pengaman saat melakukannya?" tanya Aditya yang tak kalah kagetnya.     "Aku tidak tahu. Mungkin sudah nasibku. Lagi pula pengaman itu tidak seratus persen berhasil," sahut James yang mulai mabuk.     "Jadi, apakah kau menikahi Katty karena dia hamil? Apa kau yakin dia mengandung anakmu? Mengapa kau tidak gugurkan saja kandungannya?" cecar Mike tanpa jeda seolah menginterogasi. "Jangan membuat dirimu tersiksa. Kau ini masih muda."     "Ish ... tentu saja anak itu anakku. Katty itu wanita baik-baik. Dia itu entah terlalu polos atau bodoh, karena mau mencintai orang sepertiku. Kau tahu, awalnya aku juga menginginkan menggugurkannya. Tapi ketika Katty menjalani USG, aku melihat anak itu kecil sekali. Sebesar ini," ujar James dengan nada yang semakin ke sini semakin lirih sambil memperlihatkan ukuran janin itu dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. "Aku merasa bangga sekaligus tidak tega melihatnya. Tidak ada salahnya aku menikahinya. Aku juga mencintainya dan hei ... usiaku ini sudah 27 tahun. Aku tidak muda lagi," tambahnya.     "Kau lucu, James, menghamili anak orang kau bilang bangga," kekeh Romi.     "Sudahlah, Rom, lihatlah dirimu! Apa kau tidak sadar, tidak ada yang bisa Tiara banggakan dari suami sepertimu? Biar kutebak, saat ini Tiara pasti sedang menidurkan anakmu, sementara kau tengah bersiap tidur dengan wanita lain," ujar Mike sambil tertawa lepas mengejek hingga sesekali ia memukul-mukul kakinya dan memegang perutnya puas. Di antara mereka berempat, hanya Aditya dan Mike-lah yang belum menikah. Padahal, Mike sendiri sudah cukup umur, yakni 26 tahun.     "Sialan kau, Mike," umpat Romi seraya melayangkan sebuah jitakan ke kepala sahabatnya yang menjengkelkan itu. "Setidaknya putraku itu hadir setelah aku menikah. Dan wanita-wanita ini hanya akan menemaniku minum, bukan menemaniku tidur."     "Stop!" pekik James. Matanya sudah memerah dan tubuhnya sudah kehilangan keseimbangan efek minuman beralkohol itu. "Ayo, kita main bilyar saja dan anggap wanita-wanita kita di rumah tidak ada."     "Aku mau pulang," celetuk Aditya tiba-tiba.     "Apa aku tidak salah dengar? Ini masih pagi," tanya James retoris. Pagi menurut James, karena ini baru pukul setengah sembilan malam. Biasanya mereka pulang lewat tengah malam—sama seperti mereka merayakan pesta bujang Romi.     "Kalian membuatku semakin kacau. Sebaiknya aku pulang saja." Aditya berdecih, kemudian beranjak dari kursi yang tadi ditempatinya.     "Baiklah, sampai jumpa lagi, Kawan," ujar Mike sambil memberikan tos ala mereka.     Aditya kemudian melangkah pergi meninggalkan teman-temannya. Tugasnya di kantor sebenarnya tidak lebih dari mengurusi investor-investor yang bekerja sama dengannya atau masalah proyek pembangunan cabang baru. Tapi hari ini, entah mengapa pikirannya terasa sangat berat.     "Hei, Dit! Tunggu!" teriak Mike mengejar Aditya.     Langkah Aditya terhenti setelah mendengar panggilan sahabatnya, sepersekian detik selanjutnya pria itu membalikkan tubuhnya. "Ada apa?" tanyanya.     "Bulan depan ada balapan antarkota, sebaiknya kau ikut. Lagi pula, kau sudah lama tidak balapan, bukan?" ajak Mike.     "Terima kasih. Nanti aku pikir-pikir dulu," balas Aditya tersenyum.     "Hei, Bung. Aku tak tahu masalah apa yang sedang kau alami. Tapi, aku harap, kau bisa menyelesaikannya dengan baik," ujar Mike sambil menepuk bahu Aditya sebelum pada akhirnya pria itu pergi meninggalkannya.     ***     Langit malam dan rembulan menemani Aditya melajukan mobilnya menuju rumah. Tak lupa alunan musik menemaninya. Sesekali ia bahkan bersiul atau bergumam mengikuti alunan musik. Musik itu diputarnya keras-keras hingga ia tak bisa mendengarkan suara apa pun. Ia benar-benar muak dengan harinya. Mata kirinya sesekali berkedut. Boleh percaya atau tidak, orang bilang kedutan itu menandakan ia akan bertemu dengan seseorang. Tapi siapa? Mungkin bertemu dengan teman-temannya yang kini ia jarang temui.     Mobil itu kini terparkir di depan garasi. Rumah berlantai dua di salah satu kawasan elit daerah ibu kota itu cukup menarik hati. Tidak ada satpam yang menjaga rumah itu, karena sudah ada satpam yang berjaga di tiap pos di setiap cluster. Sedangkan tiap hari, rumah itu akan dibersihkan oleh seorang pekerja rumah tangga yang akan pulang tepat jam lima sore. Aditya sendiri—benar-benar sendiri—di rumah itu setiap malam.     Setelah memarkirkan mobilnya ke dalam garasi, Aditya melangkah menuju pintu rumah. Ingin sekali ia membersihkan tubuhnya yang terasa lengket, berganti pakaian, lalu langsung tidur ketika sudah memasuki rumah itu. Namun, langkahnya seketika terhenti tatkala sebuah keranjang panjang menghalangi langkahnya.     Aditya berdiri di depan pintu. Dalam hati ia geram memikirkan siapa yang menyimpan keranjang itu di depan pintu rumahnya.     "Aww!" Aditya meringis setelah ia menendang keranjang itu—mencoba menyingkirkannya. "Keranjang itu berat sekali. Apa isinya? Apa jangan-jangan bom?" tanya Aditya kepada dirinya sendiri. Oh astaga! Ke mana otak cerdas CEO tampan itu? Apa tercecer di kelap atau terkontaminasi teman-temannya?     Aditya memberanikan diri mendekati keranjang itu. Perlahan tapi pasti ia mulai membukanya. "s**t!" umpatnya. "Siapa yang berani-berani menaruhnya di rumahku?"     Pandangan pria bernetra abu-abu itu jatuh pada seorang bayi mungil sedang tertidur lelap dengan damainya—benar-benar terlihat sangat nyaman—padahal semilir angin malam sedang menerpanya.     Aditya menjulurkan jari telunjuknya di depan hidung sang bayi. Terasa ada udara hangat yang keluar dari hidung bayi itu. Bayi itu masih hidup, mungkin karena keranjang itu masih memiliki celah untuk bernapas.     Sambil melarak-lirik ke sana kemari, Aditya membuka pintu rumah. Tangannya dengan hati-hati membawa bayi yang masih berada dalam keranjang itu masuk ke dalam rumah, lalu ditaruhnya di meja tamu.     "Bayi siapa ini? Apa yang membuangnya tidak tahu kalau aku ini bukan orang yang sudah berrumah tangga yang ingin mendapatkan seorang anak? Orang itu benar-benar bodoh," gerutu Aditya.     Aditya kemudian mengangkat tubuh bayi itu dan menaruhnya di kursi. Namun, saat ia mengangkat bayi itu, tiba-tiba secarik kertas terjatuh. Apa kabar, Adit? Aku titipkan Chloe, putrimu yang lahir pada tanggal 17 April 2008 lalu pukul 04.00 WIB kepadamu. Aku harap kau bisa menjaga dan menyayanginya.     Seketika Aditya meremas surat itu, lalu melemparkannya ke atas meja. Pria itu berdecak. Segala jenis umpatan ia keluarkan di hatinya. Ia tidak rela dipermainkan seperti ini. Bagaimana mungkin ia bisa memiliki seorang anak? Siapa pula ibunya?     Aditya menggeram frustasi seraya mengacak-acak rambutnya. Kedutan itu bukan pertanda ia akan bertemu dengan teman-temannya, melainkan bayi itu. Bayi yang kalau dihitung kini sudah berusia enam bulan. Ia kemudian meneguk air mineral dalam bentuk gelas kemasan yang tersedia di meja tamu, mencoba menjernihkan pikirannya.     Sesekali Aditya menarik napas panjang, punggungnya menyandar ke kepala kursi, duduk di samping sang bayi yang masih tertidur pulas, sedangkan kepalanya menengadah ke atas seraya sesekali memijat pelipisnya. Tak lama kemudian pria itu menggeram kembali. Pandangannya kemudian beralih pada bayi yang ada di sampingnya, dilihatnya bayi itu terlihat seperti orang mati—tak menggubris teriakannya. Sesekali bayi itu hanya menggeliatkan badannya atau gemetar karena kaget, sedangkan matanya masih tertutup.     "Ah, aku tahu. Aku harus melihat dari CCTV siapa yang menaruh bayi ini. Orang itu benar-benar gila. Bayi ini tidak mungkin anakku. Apa mungkin … orang itu hanya mencoba menjebak dan ingin menjatuhkan karierku? Ah, siapa tahu begitu? Besok pagi, aku akan membawa bayi ini ke kantor polisi atau panti asuhan," ujarnya dengan wajah yang lumayan bisa bernapas lega.     Aditya kemudian membawa bayi itu ke kamarnya. Pria itu sungguh tak sabar ingin mengecek CCTV dari layar laptopnya. Di saat matanya menatap lekat setiap gerak-gerik yang terekam CCTV itu, bunyi bel rumah tiba-tiba terdengar sedang memanggilnya, merusak konsentrasinya yang sedang fokus mengamati menit demi menit peristiwa hari ini.     Dalam beberapa saat, Aditya tak mengindahkan bunyi bel itu. Namun sepersekian menit kemudian, bunyi bel itu terdengar lagi, membuyarkan konsentrasinya, sehingga dengan terpaksa pria itu turun untuk melihat siapa yang malam-malam begini bertamu.     "Tunggu sebentar!" teriak Aditya sambil menuruni tangga. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti dan matanya membelalak sempurna tatkala melihat sosok wanita yang ada di depannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
293.1K
bc

Pengganti

read
301.9K
bc

Accidentally Married

read
102.8K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.1K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
599.0K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
257.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook