Andini terdiam melihat kumpulan gadis-gadis dengan balutan jilbab syar'i yang berkumpul di meja makan, walau memang sebagian dari gadis-gadis itu ada yang tidak mengenakan kerudung, tapi bisa saja itu sebuah kewajaran karena mereka berada di dalam ruangan yang tidak ada laki-lakinya, pikir Andini logis.
Beberapa dari gadis-gadis itu melirik Andini, bingung, apa gadis yang berdiri di ujung meja makan mereka saat ini adalah anak pindahan kelas 11 atau 12 atau anak baru kelas 10. Karena jadwal anak baru masuk ke asrama baru dimulai besok.
Senior Nur yang cantik bak bidadari itu menjawab kebingungan sahabat-sahabat till jannah nya. Ia sebagai pengganti sementara ibu pengawas asrama sangat bisa diandalkan. Senior Nur menepuk dua kali telapak tangannya, mengalihkan perhatian semua gadis yang duduk di meja makan.
Semua gadis itu melirik pada senior Nur dan Andini, menatap bingung sekaligus penasaran.
"Baiklah teman-teman semua! Mohon perhatiannya sejenak!" seru senior Nur dengan nada suara amat tegas, berbanding terbalik dengan paras lembut nan anggunnya itu. "Andini, silahkan perkenalkan diri, ini kesempatan langka loh bisa memperkenalkan diri di hadapan para senior di asrama," jelas senior Nur tersenyum tipis menatap Andini. Kesempatan langka maksud senior Nur di sini adalah karena turun temurun, silih berganti ajaran baru, berganti pula penghuni-penghuni asrama, tak pernah ada sesi perkenalan diri anggota baru seperti ini. Biasanya setelah calon penghuni asrama datang, mereka tinggal masuk ke kamar yang sudah disediakan, lambat laun akan kenal sendiri dengan penghuni asrama lainnya, jadi tak pernah ada sesi perkenalan seperti sekarang ini.
Andini mengangguk pelan, melambaikan senyum sok manisnya pada senior-seniornya itu. Jarang-jarang bisa memperkenalkan diri di hadapan calon penghuni surga, bathin Andini di balik senyum sok manisnya. Mana tau besok-besok bisa kebawa aroma surga juga, tambah isi hati Andini yang masih tersenyum sok manis, padahal semua orang sudah menunggunya berbicara.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh kakak-kakak," ucap Andini sok alim.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, adek," jawab para senior Andini.
"Selamat siang kakak-kakak," ucap Andini kemudian, menyapa lagi.
"Siang adek," jawab para senior Andini.
Andini menyeringai, senang bermain balas sapa. "Perkenalkan, nama aku Andini Salsabila, kakak-kakak bisa memanggil aku Andini. Salam kenal kakak-kakak semua," jelas Andini memperkenalkan diri, macam anak esempe.
"Salam kenal kembali, Andini!" sorak para senior Andini bersamaan, tersenyum ramah.
Andini menyeringai lebar, menolehkan pandangannya kembali pada senior Nur.
"Kalau begitu ayo kita makan siang dulu, Dek," ajak senior Nur, mempersilahkan Andini duduk di salah satu bangku yang kosong di sebelahnya.
Tanpa disuruh dua kali Andini sudah melangkah duluan, menarik kursi ke belakang, duduk di samping senior Nur setelah memastikan seniornya yang berwajah bidadari itu duduk lebih dulu. Begitu-begitu Andini masih punya sopan-santun, apalagi pada orang yang sangat baik padanya.
"Adek mau makan apa?" tanya senior Nur.
Andini melirik bergantian menu makan siang yang tersaji di atas meja. "Ga boleh ambil semua menu, Kak?" tanya Andini.
Senior Nur tertawa kecil. "Tentu boleh."
Pupil mata Andini langsung membulat sempurna, dia bahagia. Kedua sudut bibir Andini tertarik, Andini tersenyum lebar, membalik piring kosong yang ada di atas meja, berdiri demi meraih nasi.
Senior Nur dan senior yang lain tersenyum tipis melihat junior mereka yang tak kenal jaim itu.
Tidak ada percakapan selama di meja makan, karena di asrama tetap mematuhi aturan yang berlaku walau ibu pengawas asrama sedang tidak ada. Yaitu peraturan ke 12, tidak boleh berbicara di meja makan saat sedang makan. Lain halnya dengan sesi perkenalan diri tadi, karena senior Nur sendiri yang memberi Andini kesempatan untuk memperkenalkan diri, karena mengingat aturan, jadi tak ada senior yang bertanya lebih jauh tentang Andini. Akhirnya sesi perkenalan diri itu benar-benar hanya sebatas memperkenalkan diri dengan nama.
Selesai makan siang, senior yang bertugas sukarela karena pembagian jadwal piket asrama belum dibentuk sebab masih menunggu penghuni baru serta penghuni lama yang sedang pulang kampung, para pekerja sukarela itu membawa piring kotor ke dapur, sebagian menyuci, sebagian mengeringkan dan meletakannya di rak piring.
Senior Nur mengantar Andini kembali ke kamar asramanya. "Untuk aturan dan pengucapan sumpah akan dilakukan lusa setelah semua penghuni baru asrama berkumpul dan selesai beristirahat, jadi hari ini tidak ada agenda apa-apa. Adek bisa langsung istirahat sendirian di kamar, apa-apa yang mau Adek ketahui tentang asrama juga akan dijelaskan lusa, jadi saat ini Kakak belum bisa memberi tau, karena sama saja dengan Adek mencuri start jika sudah tau duluan," jelas senior Nur sambil tersenyum tipis-- benar-benar senyuman bidadari, bathin Andini. Liat bibir merah mudanya itu, pipi tembem yang putih itu, hidung mancung bertulang kokoh, alis mata yang tebal dan bulu mata yang melentik itu, sangat-sangat cantik, Andini sebagai perempuan yang tak pernah ingat bahwa dia adalah seorang perempuan sampai merasa insecure melihat senior Nur, tapi Andini suka memandang wajah cantik seniornya itu, karena Andini merasa seperti di surga saat melihat senior Nur, karena di mata Andini senior Nur adalah seorang bidadari, dan bidadari tinggal di surga. Pikiran Andini memang seperti bocah SD.
Andini mengangguk pelan mendengar penjelasan senior Nur.
Senior Nur membalik-balik lembar kertas yang dipegangnya, nampaknya tumpukan kertas itu berisi nama-nama penghuni kamar asrama yang lama serta yang baru lengkap dengan nomor kamar dan pembagian jadwal piket asrama yang belum diumumkan, Andini mengetahuinya karena sempat mencuri-curi lirik sekilas.
"Oh, karena kamu datang duluan, Kakak beri tau kamu info penting nih, Dek," ucap senior Nur tiba-tiba. "Kakak baru cek nomor kamar kamu, ternyata penghuninya hanya 3 orang termasuk kamu, sebab kouta murid baru dari luar daerah tahun ini tidak sebanyak tahun kemarin untuk murid perempuan. Andini... Andini..." gumam senior Nur sambil membaca data Andini. "Oh, Adek bukan dari luar kota ya? Tapi alamatnya cukup jauh sih dari madrasah kita, jadi tetap harus tinggal di asrama," gumam senior Nur sendirian.
Senior Nur mengalihkan kembali pandangannya pada Andini setelah bersikukuh dengan lembar kertasnya. "Kalau ada apa-apa Adek bisa beritahu Kakak ya, sampai ibu pengawas kembali. Apa sekarang Adek sedang butuh sesuatu?"
Andini langsung menggeleng. Dia sedang tidak butuh sesuatu itu.
Senior Nur mengangguk pelan, tersenyum. "Baiklah, kalau Andini butuh sesuatu langsung saja ke kamar Kakak, kamar Kakak ada di lantai 1 dengan nomor pintu 10," jelas senior Nur memberitahu letak kamarnya.
Andini mengangguk. "Terima kasih atas bantuannya, Kak."
Senior Nur menepuk pelan bahu Andini, tetap tersenyum. "Sudah dulu ya, jangan lupa zikir kalau Andini sedang tidak tau mau ngapa-ngapain di dalam kamar sendirian. Kakak sebenarnya mau ajak Andini ke kamar senior lain, tapi jam segini biasanya mereka melanjutkan hafalan, jadi maaf ya..." Senior Nur memasang wajah tak enak hati pada Andini.
Andini menggeleng pelan. "Tidak apa-apa kok, Kak. Tidak perlu minta maaf," ucap Andini gelagapan. Dia tidak masalah sama sekali jika tiba-tiba di asrama sehabis makan siang langsung kembali ke kamar untuk istirahat atau melakukan perintah agama yang dianjurkan.
Andini menatap punggung senior Nur nya yang menghilang di ujung dinding. Andini membuang nafas pelan, melirik ke dalam kamarnya dengan 2 kasur tingkat dan satu lemari plastik itu. Andini kembali menghela nafas, meratapi hidup barunya. Kebebasan yang dicari Andini tak akan pernah bisa ia dapatkan di madrasah ini, begini isi pikiran Andini sekarang.