Setelah bertanya pada peserta makrab di tiap-tiap tenda, akhirnya mereka menemukan apa yang mereka cari. Arthur dan kelima kawannya pun menemui Hea sekaligus membawa temuan mereka.
Ada enam orang yang mengakui bahwa merekalah yang pergi memancing malam itu. Namun ketika pembicaraan berlanjut, mereka mengatakan bahwa mereka juga tidak tahu apa-apa soal ikan. Mereka bercerita bahwa malam itu mereka hanya dapat dua ikan namun dengan ukuran yang cukup besar. Karena bingung akan disimpan di mana jika di bawa kembali ke tenda, maka mereka langsung membakarnya di tempat.
“Ada kok bekas kami bakar-bakaran di sana,” kata salah seorang dari mereka sembari menunjuk ke arah di mana mereka memancing malam itu.
“Iya, ikannya nggak kami bawa ke sini,” timpal yang lain meyakinkan.
Hea tampak menggusah napas dengan keras. “Terus kalau ada daging ikan yang bikin si Widya alergi, itu dari mana?”
“Mungkin waktu beli ayamnya? Pedagangnya salah masukin—” Ganendra turut berbicara. Namun ucapannya terpotong karena Hea segera berseru menyela.
“Itu nggak mungkin, Ndra!” kata Hea sambil menatap aneh ke arah Ganendra. “Yang lo bilang barusan nggak masuk akal.”
Lantas selanjutnya, tak ada lagi yang bicara. Mungkin karena tanggapan dari Hea barusan tak terdengar mengenakkan di telinga mereka.
Setelah hening selama beberapa menit, Verrel pun mencairkan kebisuan itu. Ia bertanya, “Habis ini acaranya apa?”
“Kita ada kegiatan jalan-jalan mengelilingi pulau ini,” jawab Hea.
Merasa jawaban Hea tidak cukup, Ganendra menambahkan, “Selain jalan-jalan, nanti juga ada challenge dari panitia buat peserta. Kalian tunggu aja ya. Kalau berhasil menjalankan tantangan, bakalan ada snack tambahan dari panitia buat kalian. Lumayan, kan?”
“Lumayan banget!” Agatha tampak kegirangan. Sementara yang lain menanggapi dengan kalem dan tidak seheboh Agatha.
Akhirnya mereka membubarkan diri karena Hea dan Ganendra harus membantu panitia mempersiapkan acara selanjutnya. Juga Arthur dan kawan-kawannya tampak ingin bersantai sejenak sebelum mengikuti kegiatan nanti. Lalu enam orang yang menangkap ikan malam itu juga sudah pergi lebih dulu.
Sambil berjalan ke arah tempat untuk bersantai di sekitar tenda peserta yang memang sedang tak ditempati, Arthur mengajak Shana bicara. “Sha,” katanya.
“Iya?” tanya Shana. Gadis itu melambatkan langkah untuk menyejajari Arthur.
“Nanti waktu acara, kita jalan bareng, ya? Biar gue juga bisa jagain lo, Sha,” ujar Arthur sungguh-sungguh.
Shana menganggukkan kepala. “Iya, Ar, gue nggak akan jauh-jauh dari lo,” balas Shana sambil mengulas senyum. Gadis itu pun melingkarkan tangannya ke lengan Arthur.
Arthur juga meminta agar Shana tidak lengah dan memperhatikan segala sesuatunya. “Lo nggak ada alergi apa-apa, kan? Kalau sakit bilang. Jangan ditahan dan baru bilang ke orang pas udah parah.”
Shana mengusap lengan Arthur. Gadis itu berusaha menenangkan Arthur yang memang cukup paranoid dan berhati-hati dalam segala urusan.
Mereka sudah tiba di tempat yang mereka maksud. Pantai siang itu benar-benar panas. Matahari teramat terik. Makanya mereka berlindung di balik payung pantai yang menaungi tempat duduk mereka.
“Tidur siang enak, nih,” celetuk Arthur. Pemuda itu merebahkan dirinya di salah satu sun lounger yang ada di sana.
Verrel menimpali, “Iya, tidur siang biar nggak perlu banyak bicara, kan? Lo tuh ya, Ar, lempeng banget. Heran gue!”
Arthur tampak acuh tak acuh. Pemuda itu mengedikkan bahu dan benar-benar merealisasikan apa yang ia ucapkan barusan. Tak mempedulikan teman-temannya yang berisik di kanan dan kirinya, ia tetap memejamkan mata dan berusaha tertidur.
***
Ketika hari menjelang sore dan matahari tidak seterik tadi siang, panitia mengumpulkan peserta di pinggir pantai. Mereka bersiap-siap untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya yakni berjalan menyusuri tempat-tempat yang ada di pulau itu.
Tak hanya berjalan saja, panitia juga memberikan tantangan berhadiah bagi para peserta. Mudah saja, para peserta hanya diminta berfoto di sekitaran pos-pos yang sudah panitia siapkan di sepanjang perjalanan mereka. Dan bagi mereka yang berhasil mengumpulkan semua foto yang panitia minta, maka panitia akan memberikan snack, tanpa syarat tambahan.
“Kalau kami semua bisa menakhlukkan challenge dari kalian, nanti kalian bangkrut dong,” celetuk salah seorang peserta laki-laki dengan kemeja bermotif floral yang ramai dan berwarna cerah, sangat cocok untuk dibuat liburan musim panas di pantai seperti sekarang ini.
Cairo angkat bicara untuk menanggapi pernyataan temannya itu. “Tenang aja, guys, kalian jangan khawatir. Kami memang sudah menyiapkan banyak snack buat dibagi-bagi sama kalian. Makanya kalian harus banget usahain balik-balik ke sini udah mengantongi foto-foto yang panitia mau. Siapin kamera, handphone, atau apapun itu sebagai alat tempur kalian, ha-ha!”
Karena tak ingin acara dimulai ketika hari sudah petang, maka dari itu panitia pun segera memberi instruksi agar para peserta mulai berjalan sesuai arah tanda panah yang sudah panitia siapkan.
Sekitar empat puluh orang berjalan bersama-sama mengitari pulau itu. Beberapa sisanya yang tidak mengikuti kegiatan ini adalah mereka yang sedang sakit, merasa tak enak badan, atau panitia yang mengurusi peserta sakit dan menjaga aula serta tenda peserta secara keseluruhan.
Yang ikut dalam kegiatan ini, mereka tentu tak melewatkan kesempatan untuk melihat-lihat apa saja pemandangan indah yang mereka lewati ketika berjalan itu. Saat menyadari ada spot yang panitia pilih sebagai tempat berburu foto, beberapa orang langsung berebut mengabadikan momen. Beberapa sisanya hanya berdiri diam menikmati pemandangan luar biasa dari spot foto itu.
“Bagus,” gumam Shana sambil tersenyum lebar memamerkan deretan giginya. Ia membuang pandangan jauh ke depan sana. Tepatnya ke arah matahari yang hampir menuruni langit.
“Suka?” tanya Arthur yang berdiri di sebelah Shana. Arthur benar-benar tak membiarkan Shana lepas dari pengawasannya.
Shana mengangguk dengan antusias. Ia pun merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Ia menyodorkan ponsel itu kepada Arthur. “Tolong, Ar, fotoin gue.”
“Katanya nggak mau ikutan berburu foto?” Verrel mencibir tingkah Shana.
Tapi Shana membalasnya dengan mudah, “Gue memang nggak lagi berburu foto buat challenge, tapi gue juga mau mengabadikan momen buat gue sendiri.”
“Sama aja kali,” kata Agatha. Gadis itu memilih mendukung Verrel.
Shana mengedikkan bahu. “Beda, ah. By the way, kalian nggak mau berfoto juga? Cahaya mataharinya bagus, lho!”
“Lo sama Arthur aja, gih. Gue fotoin,” kata Verrel sambil menodongkan tangannya ke hadapan Arthur guna mengambil alih ponsel milik Shana.
Rick yang ada di sana turut menawarkan diri. Kali ini, ia meminta agar tak hanya Arthur dan Shana saja yang berfoto, namun Agatha dan Verrel juga masuk ke dalam frame. “Udah, kalian berempat foto bareng aja. Gue yang fotoin.”
“Lah, kok malah elo yang repot-repot, Rick,” ujar Agatha. “Lo join sama kita aja. Gue mintain tolong ke orang.”
Namun Rick tetap berkeras. “Gue sih gampang. Nanti gue juga akan foto sama kalian. Cuma buat yang kali ini aja, kalian foto bareng sebagai sahabat yang udah karib banget. Lumayan kan, buat kenang-kenangan. Gue berani jamin kalau kalian jarang banget foto bareng.”
Keempat sekawan itu tampak saling bertukar pandang. Mereka membenarkan ucapan Rick.
“Udah buruan ambil posisi. Keburu mataharinya turun,” kata Rick sambil bersiap mengarahkan kamera ke arah empat sekawan yang sedang mengatur posisi berfoto.
Setelah ditunggu barang dua menit, akhirnya Arthur, Verrel, Shana, dan Agatha sudah siap di posisi masing-masing. Sesuai arahan Rick selaku fotografer, mereka mengambil beberapa macam pose.
Sampai akhirnya, Verrel keluar dari barisan. Ia menarik Rick agar bergabung bersama ia dan ketiga sobatnya. Lalu Verrel meminta tolong pada peserta makrab yang lewat di depan mereka untuk mengambil barang satu atau dua foto.
***
Jalan-jalan itu ternyata cukup melelahkan. Dan sialnya, lelah itu baru mereka rasakan setelah seluruh kegiatan jalan-jalan berkeliling pulau itu. Tadi saat kegiatan sih, sama sekali tak terasa pegal atau sebagainya. Mungkin rasa antusias dan puas melihat pemandangan membuat perjalanan jadi terasa ringan.
“Teman-teman,” teriak Hea menggunakan toa untuk mengeraskan suaranya, “sekarang panitia masih nyiapin makan, ya. Kalian bisa sambil istirahat-istirahat dulu. Tapi jangan ke mana-mana.”
Para peserta makrab tampak mengiakan saja ucapan Hea. Sepeninggal Hea, mereka lanjut mengobrol sambil mengistirahatkan kaki.
Sementara itu, Verrel tengah mengamati gambar-gambar yang berhasil ia abadikan dengan ponselnya. Lalu teringat bahwa ia sempat berfoto menggunakan ponsel Shana, pemuda itu pun berkata, “Sha, kirim foto tadi ke gue, ya. Buruan, gue tunggu.”
Shana mendongakkan kepala. Gadis itu menatap Verrel dengan keheranan. Ia bertanya, “Gimana caranya gue ngirim ke elo?”
“Lah, gampang, kan? Kaya biasa aja. Lewat chat,” ujarnya. Ia bahkan menambahkan, “Jangan pakai Bluetooth, kelamaan.”
Shana mendengkus geli. Benar-benar deh Verrel ini. Justru itu lah masalahnya. “Gimana bisa gue kirim lewat chat kalau sinyal aja nggak ada?”
Verrel melongo sejenak berusaha mencerna jawaban Shana. “Oh, iya, gue lupa!” serunya sambil menepuk jidat dengan gaya yang cukup dramatis.
Shana memicingkan mata sembari tampak memanyunkan bibir. “Dasar,” ujar Shana singkat.
Akhirnya mereka membicarakan hal lain dan tak lagi membicarakan soal foto. Karena di sana tak ada sinyal, ponsel pun jadi membosankan. Alih-alih bermain ponsel, mengobrol dan bercengkerama dengan orang-orang berwujud nyata di depan mata ternyata justru lebih seru.
“Rick,” panggil Arthur. Setelah Rick menoleh, Arthur melanjutkan ucapannya, “Lo datang ke sini sendirian? Maksud gue, lo nggak ajak temen ke kegiatan ini?”
Rick menganggukkan kepala. “Iya, gue sendirian ke sininya,” beber Rick. Kemudian pemuda itu berujar lagi, “Sebenarnya gue nggak ada niatan ikut kegiatan ini. Asal kalian tahu aja, gue di sini karena gantiin teman gue yang mendadak ada urusan. Dia ogah bayar denda.”
“Serius lo, Rick?” Shana bertanya dengan keheranan di wajahnya.
Rick menganggukkan kepala dengan meyakinkan. “Makanya gue nempel aja ke kalian. Soalnya gue emang belum kenal banyak orang di sini.”
“Padahal lo kelihatan demen banget SKSD sama orang,” timpal Verrel. Pemuda itu ragu Rick belum kenal banyak orang di sana. Pasalnya Rick cukup friendly ke semua orang.
Rick menelengkan kepala dan memikirkan balasan atas pernyataan Verrel. Ia pun menggumam panjang sebelum akhirnya menjawab, “Ya, kalau sebatas kenal aja sih udah lumayan banyak. Cuma kalau yang klop dan bisa gue ajak ngobrol dan berkomunikasi sepanjang waktu ya kalian-kalian ini.”
“Uhh, terharu,” seloroh Agatha yang dibalas tawa oleh Rick.
Tak lama kemudian, obrolan mereka terjeda karena panitia meminta peserta makrab untuk berkumpul di aula. Jadilah, para peserta berbondong-bondong pergi ke sana.
Rencananya, setelah ini, mereka akan makan malam dan menukarkan foto yang berhasil mereka kumpulkan ke panitia untuk mendapatkan makanan ringan tambahan bagi mereka yang memang berhasil menakhlukkan tantangan.
***