B E. Part 13a

1233 Words
Halo, sengaja aku tulis di sini. Aku harap kalian selalu baca note yang aku tulis di bagian bawah ya. Biasanya aku selalu nulis pengumuman penting di sana. -----------------------  Gadis sedang duduk di kursi sebelah meja kerja Sera. “Lo yakin udah bisa kerja? Baru juga kemarin keluar dari rumah sakit.” Gadis benar-benar terkejut sekaligus heran melihat Sera muncul di Galaxy Media. Padahal Sera masih punya cuti istirahat dua hari lagi. Tapi nyatanya wanita itu sudah duduk di meja kerja dengan wajah serius menatap layar komputer. Bukan Sera namanya kalau tidak sekuat batu. “Lo nggak liat gue lagi kerja? Duduk dengan tenang di kursi yang nyaman, fokus sama laporan. Itu artinya gue masih mampu dan baik-baik saja. Lah kalau kerjaannya jungkir balik, salto, kayang mana mampu gue, Dis,” jawab Sera tanpa menatap teman di sebelahnya. Gadis mendengus sebal, “Ya gue baru ingat seberapa kuat lo sebenarnya. Sampai udah tahu bahaya masih juga lo jabanin buat nolong orang. Untung lo nggak bye,” ucap Gadis sambil tangannya mengibas ke samping. Sera menoleh dan memberi tatapan mengancam pada Gadis, “Lo ya pikirannya jelek terus. Harusnya lo senang kalau gue masih selamat. Kalau gue mati, orang pertama yang bakal gue cari adalah lo,” tujuk Sera ke arah Gadis dengan tatapan dibuat seseram mungkin. “Gilaa lo, ngomongnya nggak disaring,” Gadis bergidig ngeri membayangkan Sera menjadi hantu gentayangan. Sera tergelak, ”Udah nggak jenguk gue sekarang dateng-dateng ngomongnya aneh. Teman macam apa lo ini,” Sera menjentikkan jarinya ke kening Gadis. Gadis meringis, bukan pura-pura tapi serius karena Sera terkenal dengan ketegaannya menyakiti orang lain dalam artian jika sedang bercanda, “Kan gue udah minta maaf dan kasih tahu alasannya kenapa. Setelah kejadian yang menimpa lo, besoknya gue harus ke Medan buat syuting,” ucap Gadis dengan bibir mencebik. “Iye iye, gue ingat kok. Bercanda kali. Jangan manyun gitu. Terus oleh-oleh Duren Medannya mana?” tanya Sera dengan ke dua tangan menengadah di depan Gadis, seakan sedang meminta sesuatu. “Ya kali dari Medan bawa duren, bisa diusir gue dari pesawat,” sahut Gadis. “Ah, bilang aja lo nggak niat buat bawain gue durian,” cibir Sera. “Beli di sini aja, buanyak Ser. Setruk juga lo bisa beli.” “Kan gue mau oleh-oleh bukan beli,” jawab Sera lalu kembali fokus ke layar komputer di hadapannya. “Tapi gue kaget banget waktu Gio hubungin gue buat nanya keadaan lo. Dari suaranya ketahuan banget dia panik dan khawatir sama lo. Ampe gue mikir kalau kalian ada hubungan khusus.” “Enak aja. Nggak mungkin lah,” bantah Sera dengan tegas. “Iya emang nggak mungkin karena Rama bilang Gio nggak deket sama siapa-siap. Kecuali Rama sempat denger mantan pacar Gio balik ke Indonesia.” “Gue juga tahu kok soal mantan pacarnya Gio itu,” jawab Sera santai. “Hah, serius?” Gadis begitu antusias. Sera memutar kursi agar berhadapan dengan Gadis, “Lo inget nggak cewek yang kita lihat waktu di kafe? Dia duduk sama segerombolan orang gitu eh salah, duduk sama beberapa orang maksud gue.” “...” Gadis mengangguk yakin. Ingatannya tidak selemah itu. “Dan waktu itu gue bilang, kalau itu pacar temen gue. Nah itu dia ternyata mantan pacarnya Gio,” seru Sera. Gadis terbelalak mendengar cerita Sera “Serius? Demi apa?” tanyanya tidak percaya. “Kebiasaan lo dikasih tahu malah nggak percaya,” Sera memutar kembali kursi ke posisi semula. Melanjutkan pekerjaan yang tertunda karena godaang Gadis untuk mengobrol. “Kalau beneran, cantik juga mantan pacarnya Gio. Pantesan sampai sekarang itu cowok belum move on, mantannya model begitu sih,” gumam Gadis. Jari tangan Sera berhenti bergerak di atas keyboard mendengar ucapan Gadis. Ia kembali memutar tubuhnya agar bisa melihat wanita di sebelahnya, “Emang bener dia nggak bisa move on?” bisik Sera. “Menurut gue aja sih. Soalnya dengar cerita dari Rama, sejak putus dari mantannya itu, Gio nggak pernah dekat sama cewek lain. Padahal putusnya udah lama banget,” ucap Gadis dengan lantang ketika menyebut kata ‘lama’. “Oh...” Sera mengangguk pelan. Gadis mengernyit curiga, “Kenapa lo nanya serius gitu? Bukannya lo nggak akur sama Gio ya?” Sera mengangkat bahunya, “Nggak kok gue biasa aja. Emang gitu, tapi kemarin sikapnya beda banget sama gue.” “Kemarin? Emang kalian ngapain kemarin?” tanya Gadis curiga. “Gio gantiin Rea jemput gue di rumah sakit karena Rea sakit. Terus kedua om gue lagi ke Bandung. Alhasil Gio lah yang bantu ngurus kepulangan gue,” jawanya santai. Sera sama sekali tidak khawatir kalau saat ini Gadis menatap ia dengan curiga. “Kok gue ngerasa aneh ya?” ucap Gadis sambil satu tangannya dilipat depan dadaa, satunya lagi menepuk dagu dengan jari telujuknya. Sera menoleh, “Aneh apanya? Lo emang suka aneh-aneh sih.” “Bukan gitu. Maksud gue Gio kan jemput lo ke Sukabumi dan kemarin dia jemput lo ke rumah sakit. Jangan-jangan Gio suka sama lo,” tebak Gadis. Sera mengernyitkan alisnya mendengar apa yang Gadis tuduhkan, “Ngaco. Mana mungkin dia suka sama musuhnya. Lagi pula Gio tahu gue suka sama Raka, kakak sepupunya. Jadi imajinasi lo salah besar.” “Iya juga sih, tapi tetap aja mencurigakan.” “Pikiran lo penuh dengan kecurigaan,” cibir Sera sebal. “Tapi kalau misalnya lo suka sama Gio gue orang pertama yang akan dukung lo buat jadian sama Gio. Bila perlu gue sama Rama bakalan jadi mak comblang buat kalian berdua.” “Gadis Gadis, imajinasi lo terlalu tinggi. Lagian ya misal gue suka sama Gio, mana mungkin dia mau sama cewek galak bin judes kayak gue. Kan lo sendiri bilang, mantannya bentukannya kayak gimana.” “Gue emang bilang mantannya cantik, tapi kan gue nggak bilang lebih cantik dia dari pada lo. Lagian lo nggak nyadar kalau lo cantik terus body udah kayak gitar Spanyol. “Masa sih gue cantik dan body bagus?” Sera jarang memperhatikan tentang dirinya. Selama ia merasa nyaman, berarti semua baik-baik saja. “Iya, nggak apa-apa deh lo jadi besar kepala. Karena kenyataannya memang begitu. Beda sama gue yang bulet keseringan makan lemak,” ucap Gadis. “Kan lo bawa acara makan, ya wajar kalau bulat,” Sera tergelak. “Mulut lo emang nggak ada manis-manisnya,” gerutu Gadis sebal. “Canda coy. Lo mah nggak masuk kategori gemuk tapi bohay. Rama pasti suka sama bentuk badan lo yang montok ini.” “Harus dong. Kalau sampai nggak suka, gue yang bakalan ngebuat dia menjadi bentukannya kayak gue.” “Ngeri banget Sis. Udah-udah mending sekarang lo balik kerja gih. Ganggu gue lagi kerja aja. Awas mas Panca tahu lo di sini, kelar hidup lo.” Gadis berdecak, “Iya iya, gue balik dulu.” Gadis pergi meninggalkan Sera yang masih asik dengan pekerjaannya. Diam-diam Sera memikirkan ucapan Gadis barusan soal Gio. Ia sendiri tidak percaya tentang ocehan Gadis kalau Gio menyukainya. Dari sudut pandang mana bisa menebak pria itu menyukainya? Lagi pula, sikap baiknya kamarin karena ia tahu jika dirinya sakit. Dan kalau masih berpikir Gio ada perasaan dengannya karena menjemputnya saat pulang dari rumah sakit, itu semua semata-mata karena permintaan adiknya, Rea. “Nggak mungkin dia suka cewek tipe gue. Lagian mantannya juga udah balik. Pastilah dia mengenang masa-masa indah dulu. Gadis otaknya suka gagal paham. Duh Sera ngapain lo mikirin hal nggak mutu kayak begini,” pikir Sera.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD