YM ~ Aksi Sang Bajin-gan

1604 Words
Sudah satu jam, Angga berdiri menghadap jendela. Melihat keluar dengan pandangan suram. Dia kembali meneguk Tequila langsung dari botolnya, tanpa gelas ataupun jeruk nipis. Tidak tau kenapa hanya Tequila yang Leo miliki. Sejujurnya dia tidak begitu menyukai minuman asal Meksiko ini. Dia lebih menyukai minuman yang berasal dari Eropa seperti Vodka. Tapi.. sudahlah.. dia tidak berada pada tempat dimana dia bisa menawar. Apapun yang Leo suka adalah harga mati. Apapun itu. Jika pria itu menyukai tequila maka Leo akan benar benar setia dan tidak akan menyimpan yang lain. Jangan harap dia akan menemukan vodka, wiski, sampanye, bir atau apapun itu, karena Leo tidak akan memilikinya. Angga menghela nafas panjang setelah melihat mobil mahal Zaine meninggalkan halaman. Dia lega karena b******n itu akhirnya pergi juga. Mau bagaimanapun, secara financial.. Zaine adalah pemenang. Pria itu kaya raya dan tidak kekurangan apapun. Jika di bandingkan dengan dirinya, perbedaannya akan sangat terasa. Keluarganya berantakan, orang tuanya tidak punya otak, di tambah reputasi yang di sandangnya adalah b******n sejati. Lengkap sudah. Aish.. secara kualifikasi saja, dia kalah telak. Bagaimana bisa dia berharap gadis seperti Dilara tertarik padanya? Melirikpun tidak akan. Orang sepertinya tidak seharusnya bermimpi terlalu tinggi, karena semakin tinggi mimpi itu, semakin sakit pula saat dia terjatuh. Dia melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Ini baru jam sembilan malam. Tapi.. karena kemarin malam Leo, Bayu, dan Brian begadang sampai subuh, maka akibatnya adalah seperti ini. Terkapar seperti orang mati. Angga menoleh ke arah dimana ketiga sahabatnya sudah pergi ke alam mimpi sejak setengah jam yang lalu. Mereka tidur dengan sangat pulas seperti tidak akan bangun lagi. Dia meminum kembali tequilanya hingga kandas, lalu meletakan botol itu di atas meja. Kemudian dia membaringkan tubuhnya di atas sofa. Untuk waktu yang lama, matanya tetap terjaga. Dia sama sekali tidak bisa memejamkan mata meski dia sudah sangat lelah. Mungkin karena pikirannya terlalu kacau sampai otaknya tidak bisa berhenti untuk berpikir. Atau karena dia terlalu banyak minum hingga kepalanya pusing?? Sejauh yang dia tau tentang dirinya sendiri adalah dia bukan tipe pria yang mudah terpengaruh dengan minuman beralkohol. Meski kadar alkohol tequila sendiri relatif tinggi, sekitar 45% atau lebih, namun.. dia tetap pria yang memiliki toleransi tinggi dengan minuman sejenis itu. Angga mendudukkan dirinya kembali. Melonggarkan dasi yang melilit lehernya. Tubuhnya terasa panas akibat dari pakaian yang dia kenakannya saat ini. Kemeja, jas, dasi adalah seperangkat pakaian yang sangat tidak nyaman untuk di kenakan. Semua kesalahan tentu bermula dari kedua orang tuanya yang memintanya pulang. Dengan dalih makan malam penting dengan klien, Angga menyetujuinya tanpa berpikir panjang. Dia yang notabene-nya lebih menyukai casual dan santai sebagai pilihan fashion, kurang kerasan dengan pakaian formal semacam ini. Ah.. sudahlah. Dia bisa menjadikan ini sebagai pembelajaran. Tidak hanya sekali, tetapi untuk kesekian kalinya, mereka melakukan ini padanya. Jadi, dia pastikan ini adalah yang terakhir. Angga memutuskan untuk keluar dan mencari udara segar. Di dalam terlalu panas meski AC sudah menyala. Tidak tau apa yang salah dengan dirinya. Dia hanya merasa.. entahlah.. lagi lagi dia tidak tau kenapa. Dia menuruni anak tangga dengan hati hati. Sepertinya dia perlu menyiram wajahnya dengan air dingin untuk menghilangkan sedikit drunk dalam dirinya. Namun, bukannya berjalan ke arah dapur, dia justru berjalan ke kamar tidur Dilara. Dia mengetuk pintu kamar tidur Dilara hingga beberapa kali. Sampai akhirnya pintu benar benar terbuka. ---------• --• Dilara selesai mandi dan memakai gaun tidur tipis seperti biasa yang selalu dia kenakan. Tidak lupa dia mengikat rambutnya ke atas sebelum mendudukkan dirinya di balik meja rias untuk memakai serangkaian brightening serum sebelum tidur. Dia melihat bayangannya yang terpantul dari cermin. Memegang bibir yang Zaine cium tadi. Rasanya... ah.. susah di ungkapkan dengan kata kata. Tegangannya begitu tinggi sampai dia melayang dan tidak bisa lagi untuk berbicara. Betapa bahagianya dia saat bisa melakukan banyak hal dengan Zaine. Serasa dunia hanya milik mereka berdua. Indahnya.. tidak akan bisa terlupa. Tok tok tok. Dilara menoleh ke arah pintu setelah mendengar pintu kamarnya di ketuk dari luar. Menutup kembali serum serumnya, lalu beranjak hendak membuka pintu. Tidak tau siapa yang datang, tetapi dia merasa perlu untuk membukanya. Siapa tau jika tiba tiba saja Leo berubah pikiran dan akan pergi berlibur selama orang tua mereka tidak di rumah? Bukankah itu kabar yang sangat bagus? Kesempatan emas untuknya bisa menghabiskan waktu dengan Zaine kesayangannya. Dilara segera membuka pintu. Namun, dia terperanjat setelah melihat siapa yang datang. Dia mengerutkan dahi dengan banyak tanda tanya di kepala. "Kak Angga?? Ada urusan apa ya??" Angga menggaruk kepala bagian belakangnya. Jika Dilara bertanya seperti itu, dia tidak bisa menjawab. Karena dia sendiri juga tidak tau alasan kenapa dia datang ke kamar gadis itu. Dilara mengerjapkan matanya. Meminta jawaban atas pertanyaan yang dia layangkan kepada sahabat Kakaknya itu. Sejauh ini mereka tidak begitu akrab, tapi entah kenapa tiba tiba Angga muncul di kamar tidurnya? Mengagetkan saja. Dilara menutup hidung setelah mencium bau alkohol menguar dari tubuh Angga. "Kamu ma.." "Ada yang mau gue omongin, Ra.." Belum sempat Dilara melanjutkan ucapannya, Angga sudah menarik tangan Dilara terlebih dahulu. Lalu mengunci pintu dari dalam dan menyimpan kunci pada saku celananya. Dilara masih terpaku saat melihat semua yang Angga lakukan. Semua terlalu cepat. Belum sempat dia sadar dari keterkejutannya, Angga menarik tubuhnya untuk duduk di atas ranjang. "Kamu ngapain sih??" Dilara berontak setelah menyadari apa yang baru saja terjadi. Ini bisa menimbulkan kesalah pahaman jika tidak segera di hentikan. "Stt.." Angga membekap mulut Dilara dengan tangannya. "Gue cuma mau mastiin sesuatu." Perkataan Angga sukses memicu jiwa paranoid Dilara. Meminta agar Angga segera melepaskan bekapan itu dari mulutnya. "A.. apa??" Dilara tergagap. Meski takut, dia memberanikan diri untuk bertanya pada akhirnya. Angga menempelkan bibirnya pada bibir Dilara secara tiba tiba. Lalu mendorong tubuh gadis itu hingga terbaring di atas ranjang, kemudian mengurung Dilara dalam kungkungannya. Memaksa Dilara untuk berciuman. Anggaplah dia sudah gila karena berani menyentuh kesayangan Leo. Jika Leo mengetahui ini, di pastikan dia tidak akan bisa melihat mentari esok pagi. Persetan! Itu tidak mungkin terjadi. Dia sudah memastikan Leo tidur dengan nyenyak. Lagi pula, kamar Dilara berada di lantai bawah. Sekalipun Dilara berteriak, Leo juga tidak akan mendengarnya. Meski awalnya Angga tidak berniat melakukan apapun pada gadis itu, namun dia tidak bisa membiarkan Zaine merusak hidup Dilara. Jika ada yang berhak melakukannya, maka orang yang pantas hanyalah dia. Tidak ada yang lain. Perlakuan Angga sukses membuat Dilara berontak. Dia mendorong tubuh Angga sekuat tenaga. Tetapi apalah daya, dia hanya seorang gadis lemah yang tidak bisa melawan pria yang jauh lebih kuat darinya. Dilara hanya bisa menangis saat Angga semakin menindih tubuhnya tanpa melepas ciumannya. "Gue, cuma mau bersihin tubuh lo." Angga berucap dengan nafas terengah setelah melepaskan ciumannya. Selain pengaruh alkohol, faktor gairah juga berhasil memicu jiwa liar seorang Angga untuk menjamah tubuh Dilara tanpa rasa takut. Dilara meneteskan setitik air mata. "Kamu.. gila!!" Dia masih tidak bisa mencerna setiap kata yang Angga ucapkan, serta tidak bisa memahami semua tindakan yang Angga lakukan. Sebenarnya.. apa yang Angga katakan? Ataukah.. maksud Angga.. adalah Zaine?? Jika memang iya, memang apa salahnya? Dia dan Zaine saling mencintai, jadi.. ciuman adalah hal yang wajar untuk mengungkapkan perasaan satu sama lain. Yang tidak wajar justru saat ini, situasi ini, keadaan ini. Atas dasar apa Angga memaksanya untuk berciuman? Dasar pria m***m tidak mempunyai otak! "Liat apa yang akan Leo lakuin kalo dia sampai tau tentang perbuatan kamu ke aku." Dilara menambahkan. Dia berusaha menutupi ketakutannya. Meski dia benar benar jijik dengan pria tidak tau malu seperti Angga, tetapi.. dia berbicara dengan bahasa yang halus, nada tenang, juga suara yang santai. Dia hanya ingin Angga melepaskannya, dan dia juga berharap Angga segera sadar akan perbuatannya. Dia tau jika Angga terpengaruh minuman beralkohol, dia juga tau jika Angga tengah mabuk. Meski pria itu tidak mengatakannya, namun aroma alkohol ini.. tidak akan berbohong. "Oh ya?" Angga terkekeh. "Lo tenang aja, dia gak akan tau." Dia melepas dasinya dengan satu tangan. Sementara tangan yang lain memegang tangan Dilara ke atas. Entah kenapa perkataan itu membuat Dilara takut. Jika tebakannya benar, mungkin saat ini Leo dan teman temannya tidur seperti orang mati. Pasti! Pria itu.. aish.. selalu menghilang saat dia membutuhkannya. Tidak berguna! "Kamu mabuk!! Aku mohon.. jangan lakuin hal gila ke aku. Aku gak akan ngasih tau siapapun asal kamu pergi dari sini sekarang!!" Dilara merasa jika Angga adalah pria gila yang benar benar nekat dan sulit di ajak negosiasi. "Sudah terlambat." Angga berkata layaknya seorang b******n. Namun, dia enggan menerima panggilan itu karena dia tidak seperti para b******n di luar sana. Dia berbeda. Setidaknya dia masih memikirkan tentang korbannya, tentang kondisi psikologis Dilara hingga dia memutuskan untuk menutup mata Dilara dengan dasinya. Dia tidak ingin Dilara trauma dengan kebejatan yang di lakukannya. Namun, saat akal sehatnya benar benar beku. Dia di kuasai semacam hasrat yang harus dia salurkan. Hingga dia tidak bisa menghentikannya. Angga kembali mencium bibir Dilara dengan rakus. Dia sudah sejauh ini, jadi dia tidak akan mundur hanya karena tangisan Dilara. Dia tidak cukup baik untuk melepaskan wanita secantik Dilara. Jadi.. jangan salahkan insting prianya yang mulai berevolusi menjadi Iblis saat jiwanya sudah di kuasai oleh pesona gadis ini sepenuhnya. Dilara masih berontak. Dia tidak bisa berteriak karena bibir Angga menempel erat pada bibirnya. Dia juga tidak bisa melihat apapun karena matanya tertutup dasi. Angga sialan, pria itu benar benar kep-arat. Dilara menggigit bibir Angga hingga terasa anyir di mulutnya. Sepertinya.. Angga berdarah. Angga segera melepaskan ciumannya. "Lo.. bener bener galak, ya??" Dia mengusap darah yang keluar dari bibirnya, hasil karya Dilara yang membuatnya kesal namun semakin tertantang. Tanpa menunggu lagi, Angga segera merobek pakaian Dilara. "Angga, jangan!!" Dilara tetap tidak bisa melawan Angga. Sekuat apapun dia mencoba, dia tetap tidak berkutik. "Lo.. udah bikin gue marah, ini hukuman buat lo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD