12| Scientist I The Night Hunters

1072 Words
Sekembalinya ke rumah, Theresa tak bisa bersantai. Dia harus mempelajari fungsi bumbu dapur masa kini. Banyak tanaman herbal yang berfungai sebagai penguat rasa alami. Sedangkan Firio tetap di ruang tamu untuk membongkar LYNXproject. Ini adalah benda rakitan dimana hanya dia yang mengetahui seluk beluknya. Sudah setengah tahun sejak Theresa yang asli meninggalkan masa ini, wajar membuat permukaan logam yang menyelimuti baterai agak terkikis. Mereka makan malam bersama di ruang tamu, tapi tanpa mengatakan apapun. Firio sibuk mengotak-atik benda itu, sedangkan Theresa terus mengamatinya, heran, mengapa makhluk gua ini jadi seperti insiyur? Udara di luar rumah menjadi semakin dingin, kabut malam sudah mulai datang- padahal belum terlalu larut. Firio mendadak berhenti merakit LYNX-nya, dia mengeryihkan dahi, sedang mendengarkan sesuatu. Di kejauhan ada suara asing, dan samar-samar ada bau orang lain- bukan warganya. "Penculik lagi," gumamnya segera keluar rumah untuk memastikannya. Begitu pintu dibuka, angin dingin mengembus ke dalam, membuat tubuh kurus Theresa menggigil. Wanita itu buru-buru memakai mantelnya. "Ada apa?" tanyanya mendekat. "Penculik," jawab Firio sambil bersiul sekali, dan lolongan di kejauhan pun terdengar. Lolongan ini lagi- Theresa masih belum terbiasa mendengarnya. Dia menahan napas sejenak. Lolongan semakin keras, bersahut-sahutan, hingga kemudian para serigala muncul dari berbagai arah. Theresa sampai mundur hingga ke ambang pintu karena takut. Meskipun di pagi hari mereka tampak jinak, tapi saat malam hari, sorot mata kunung mereka terlihat haus darah. Bukan hanya itu, beberapa warga dari distrik ini juga bermunculan dari balik reruntuhan bangunan. Di malam hari begini, mereka memakai pakaian tebal, lengkap dengan topi panjang yang membentuk rupa binatang buas mereka, sebagian hanya menampakkan bagian mata yang haus darah. Mereka memegang berbagai macam s*****a tajam, paling banyak pisau panjang berbilah hitam, sebagian lagi tombak seukuran lengan dengan ujung yang tajam bukan main. Para binatang liar berkaki empat mulai berkumpul, gigi taring mereka kelihatan berkilauan saat terpantul sinar rembulan- berbahaya. Primitif asli, pikir Theresa. "Firio, mereka datang lagi-" ucap salah seorang pria bertopi bulu kelabu, tampak hangat dan jelas kulit asli dari seekor serigala. "Thana, kau jaga rumahku sementara," perintah Firio menatap kerumunan orang di balik tembok bangunan. Wanita yang bermantel bulu coklat dan bertopi kepala beruang itu mengangguk. Dia menghampiri Theresa yang malah fokus ke muka beruang di atas kepalanya. Firio menyeringai lebar, memperlihatkan taringnya pada semua orang. "Ya, ayo kita habisi mereka lagi- belum menyerah juga setelah kita bantai kemarin." Semua orang tertawa, sebagian lagi mengeluarkan suara erangan khas binatang liar di hutan- suaranya terlalu nyata hingga Theresa kian takut. Pemuda kembar yang dipanggil Lando dan Lorcan paling keras tertawa. Mata mereka memancarkan kebrutalan, gigi taring mereka basah oleh air liur- ingin segera melakukan sesuatu pada mangsa. Firio ikut tertawa k**i. "Jangan kita cabik mereka nanti, kita potong hidup-hidup-" Theresa melotot mendengar itu, terlebih lagi ucapan jahatnya malah disambut gembira seolah itu adalah keputusan yang "menyenangkan". Didampingi belasan serigala berbulu hitam, Firio berlari menuju sumber suara- diikuti para pria yang jumlahnya tak sampai sepuluh. Senandung malam terlontar dari setiap mulut, suara malam yang disahuti oleh pada binatang liar mereka. Theresa mematung di tempatnya berdiri. "Astaga, ini alam liar- yang dihuni kaum barbar." "Tadinya kukira aku bisa ikut berburu-" Thana agak kecewa, dia melepaskan topi hangatnya, lalu masuk ke dalam rumah, "ayo kita minum jeruk hangat saja kalau begitu." "Apa itu topi sintetis?" Theresa mengekornya dengan pandangan tertuju pada topi itu. "Oh, ini asli-" sahut Thana melemparkan topi itu kepada wanita itu. "Aku mengawetkannya setelah berhasil membunuhnya." Theresa spontan melemparnya ke lantai. "Astaga, melihat kepala rusa diawetkan saja aku merinding- kau memakai kepala beruang sebagai topi?" Thana merosot di atas sofa. "Di distrik ini, ritual kedewasaan adalah berburu binatang buas dengan tangan sendiri- itu buruan pertamaku, jadi aku ingin mengabadikannya, lagipula bulunya tebal dan hangat." "Kalian-" primitif luar biasa, ucap Theresa dalam hati. Dia menoleh ke luar pintu yang masih terbuka, memandang ke kejauhan, kabut putih yang telah menelan Firio dan pasukannya, "bahkan sampai brutal begini? Sungguh tidak ada polisi ya, aku sangat-" Dia terdiam saat menyadari ada seseorang yang datang mendekat dari balik kabut. Pria, bermantel hitam, dan berlari mendekati rumah dengan kencang. Thana menoleh. Berbeda dari Firio, hidung dan telinganya tak terlalu awas. Apalagi dia yakin sosok itu tengah memakai parfum Nosmell, sebuah cairan anti segala macam bau yang biasa dipakai para pemburu saat memasuki hutan, agar bisa menghindari binatang buas. Saat Theresa hendak menutup pintu, ternyata ada orang lain yang sudah ada di teras. Pria lain, dan dia langsung mendorong pintu dengan kasar. "Jangan buru-buru, Nona cantik," bisiknya. Theresa terdorong ke belakang, berdiam diri bersama Thana. "Bagaimana ini?" "Gadis cantik- berambut merah, langka, kau pasti dari dinding Adam," tebak pria berwajah bringas itu, wajahnya penuh luka sayatan, sungguh buruk rupa, kulitnya pun dekil, sekotor mantel yang ia pakai. Tak jauh berbeda dengan kawannya tadi, rambut panjangnya yang berombak itu seperti tak pernah tersentuh air selama berminggu-minggu. Seringai dari bibir hitamnya kelihatan licik, penuh hawa nafsu memualkan. "Saat malam, semua orang sibuk berburu- tak kusangka kalian berhasil melewati penjagaan Kye and Kade." Thana bersiap menyerang dengan dua pisau di tangan. "Kami dari awal sudah mengincar Nona rambut merah ini, dia akan mahal di pelelangan nanti-" ucap si buruk rupa sambil masuk dan berniat meraih lengan Theresa. "Jangan sentuh!" sentak Theresa mundur. "Theresa, sebaiknya kau ambil perlengkapan diri di dalam- carilah sesuatu," perintah Thana mendorongnya jauh-jauh, lalu segera menghadapi serangan pisau dari pria itu. Akan tetapi teman pria itu mengeluarkan semacam benda bulat kaca mirip kelereng yang langsung dia lempar ke lantai, alhasil- senyawa aneh menyebar ke udara. Sekali hirup saja, Thana ambruk ke lantai. Aromanya begitu manis seperti ribuan gulali tercampur. "Thana!" Theresa panik. Dia tidak merasakan apapun, udaranya hanya tercium lebih manis seperti ribuan gulali tercampur. Dua pria tadi juga terlihat tak terpengaruh sama sekali. "Percuma, itu dirancang untuk binatang buas, ya, benda ini mahal dan baru dikembangkan untuk melenyapkan distrik 222," kata si buruk rupa sambil menyeret lengan Theresa. "Kalau cuma wanitanya, mudah sekali terpengaruh." Theresa tak bisa melawan tangan kuat pria ini. "Lepaskan, kau tidak bisa menangkapku, Firio akan-" Pria itu menepukkan tangan yang telah terlapisi sarung tangan khusus ke leher wanita itu, membuatnya tersegat listrik aneh, lalu diam seketika- dalam ketidaksadaran. Lolongan terdengar mendekat- "Urus serigalanya," bisik si buruk rupa, "bau kita sudah agak tercium mungkin, efeknya habis. Kita tak bisa melawan para prianya." "Kabur saja sana! Cepat! kita bertemu di tempat biasa!" Temannya keluar dan berlari ke arah belakang rumah. Si buruk rupa itu menggendong tubuh Theresa, lalu berlari ke jalanan- menembus kabut kembali, dan menghilang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD