bc

Past Love

book_age18+
4.2K
FOLLOW
26.8K
READ
billionaire
murder
love-triangle
HE
tragedy
comedy
sweet
whodunnit
surrender
like
intro-logo
Blurb

Yes-The Girl Power

Update setiap hari

Berawal dari sebuah tekanan, Nadira terpaksa berpura-pura menjadi kekasih Dafa Pratama yang merupakan kakak dari mantan Nadira sendiri, Aditya. Sandiwara yang sering terjadi di waktu yang tidak diinginkan membuat Nadira dan Dafa jatuh cinta. Namun, keadaan yang rumit memisahkan mereka hingga bertahun-tahun lamanya.

Waktu telah mempertemukan Dafa dengan putranya yang tidak pernah ia ketahui saat mobil Dafa menabraknya. Pertemuan Dafa dan Nadira tidak bisa dihindari. Namun, bagaimana jadinya jika saat itu Dafa sudah menikah?

Nadira, “Menyakiti hati orang lain hanya untuk kepentingan sendiri itu tidak benar. Celline wanita, aku pun sama, aku tidak bisa sakiti Celline.”

Dafa, “Andai kamu tahu, aku tersiksa selama ini. Terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkan. Andai kamu tahu, setiap kali melihat Celline, aku seperti lihat orang lain dan bukan istriku. Andai kamu tidak pergi, saat ini yang menjadi istriku adalah kamu.”

———

Cerita ini spin of dari judul Aku, Dia, dan Suamiku. Namun, cerita ini berdiri sendiri tanpa harus membaca pendahulunya. Tidak ada hubungannya dengan ADDS. Hanya saja, ada beberapa tokoh ADDS yang juga ada di judul ini.

Bagi yang sudah pernah baca ADDS, setting waktu Past Love ini terjadi setelah 1 tahun ADDS tamat.

Cover by @lanamedia

chap-preview
Free preview
Pulang
Dari banyaknya orang-orang yang sedang berlalu-lalang di Bandara Soekarno-Hatta, ada seorang wanita cantik yang tak henti mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah. Hatinya mendumal karena belum ada seseorang yang menjemputnya sehingga ia harus menunggu. Nadira Angelina, wanita berambut sedada berusia 23 tahun itu pulang ke Indonesia atas permintaan sang kakak yang tak henti menghubunginya. Dengan sangat terpaksa, ia harus meninggalkan pekerjaannya sebagai model di Australia. Setelah cukup lama menunggu, seorang pria melambaikan tangannya dari kejauhan. Nadira memilih diam, menginginkan pria itu yang menghampirinya. Wajahnya tak perlu diragukan lagi, kesal karena menunggu. “Sorry, telat.” Pria itu terlihat menyesal, tahu penyebab kekesalan sang adik. Tak mendapatkan sahutan apa pun dari Nadira, pria itu segera membawa koper wanita itu yang berukuran besar satu per satu ke dalam bagasi mobilnya. Sedangkan Nadira, tak peduli dengan kakaknya yang kesulitan, ia bergegas memasuki kursi penumpang. Setelah pria itu selesai memasuki semua koper adiknya, ia segera memasuki kursi pengemudi dan menginjak pedal gas untuk meninggalkan tempat tersebut. Pria berusia 32 tahun itu bernama Farel Anggara. Ia bekerja sebagai sopir pribadi seorang direktur utama. Kebetulan, bosnya tersebut temannya saat SMA dan temannya itu tak berpikir lagi saat Farel meminta pekerjaan kepadanya, ia segera menerima Farel sebagai sopir pribadinya. Selama tiga tahun ini, hubungan Farel dan bos sekaligus temannya itu sangat akrab sehingga bukan seperti bos dan sopirnya, tapi seperti teman tanpa adanya penghalang status. Orangtua Farel dan Nadira sudah meninggal akibat kecelakaan saat Nadira baru memasuki bangku kuliah di Australia. Mereka terpaksa menjual apa pun sepeninggalan orangtuanya untuk melunasi hutang-hutang yang ditinggalkan sang ayah. Farel dan Nadira jatuh miskin dan tak memiliki apa-apa. Dari kejadian itulah Farel nekat mengunjungi teman lamanya dan meminta pekerjaan. Malu? Hal itu wajar dirasakan Farel pada awalnya. Menjadi seorang sopir dari teman SMA-nya yang kini berstatus tinggi, siapa yang tidak malu akan hal itu? Namun, keadaan memaksanya untuk melupakan rasa malunya, tergantikan dengan rasa tanggung jawab kepada istrinya yang kini sedang mengandung. “Dek?” Suara Farel berhasil membuat lamunan sang adik bubar. “Hm.” Nadira hanya berdeham sebagai jawaban, terdengar malas tanpa menatap lawan bicaranya. “Sorry, yaelah ... gue anterin bos gue dulu tadi.” Farel merasa bersalah, tetapi ia juga tak ingin wanita itu marah padanya. “Udah tau.” Nadira masih saja dengan nada kesalnya. “Tau dari mana?” Farel bingung. Adiknya itu baru saja sampai di Jakarta, bagaimana bisa tahu bahwa ia mengantarkan majikannya ke sebuah tempat terlebih dahulu sebelum menjemputnya ke bandara? “Lo 'kan bilang barusan.” Nadira menjawab sekenanya. “Kak Tasya gak ikut jemput?” tanyanya kemudian, kesal karena kakak iparnya tak ikut menjemput seolah tak peduli dengan kepulangannya. “Mana sempet gue jemput dia. Yang ada lo makin bete nungguin gue.” Farel mendengus sebal. “Lagian ngaret banget. Gue nunggu hampir dua jam! Untung aja gue gak terkenal di sini. Coba kalau di Australia, abis gue dikerumuni orang-orang!” Nadira mengoceh, malah menyombongkan dirinya yang cukup terkenal di luar Negeri. “Iya, gue tau. Mau gimana lagi? Gue disuruh anterin bos dulu,” sanggah Farel kesal disalahkan terus-menerus. “Betah lo kerja?” Nadira ingin tahu. Ya, ia memang tidak tahu kehidupan sang kakak dengan jelas selama ia pergi. Farel mengangguk atas pertanyaan sang adik. “Banget, Dek. Gue bersyukur Dafa masih inget sama gue. Dia baik banget, sumpah. Udah mau ngasih gue apartemen, mobil, uang dia gak susah kalo gue butuh pinjaman, gak pernah perhitungan,” jawabnya panjang lebar, terlihat sangat bangga memiliki teman seperti bosnya itu. “Syukur deh.” Nadira manggut-manggut tanda percaya dengan ucapan Farel. “Lo kalo bisa, jangan terbang lagi ke Australia. Di sini juga lo bisa jadi model, Dek.” Farel memberikan nasehat, tak ingin berjauhan lagi dengan Nadira, adik satu-satunya dan keluarga satu-satunya yang masih tersisa. “Gak janji, Kak.” Nadira menundukkan wajahnya, merasa tidak berdaya. Nadira memang menghindari sesuatu sehingga memutuskan untuk menetap di Australia meski ia sudah lulus kuliah dan mencari pekerjaan di sana. “Dek ... kita gak punya siapa-siapa lagi sekarang. Gue cuma punya lo, Dek. Dan sebagai kakak, gue harus bisa didik lo dan lindungi lo.” Farel sebenarnya sudah bosan mengatakan itu kepada Nadira, tetapi adiknya itu seolah tak mau mengerti. “Tapi gue udah punya manager di sana, Kak. Asisten juga,” ujar Nadira merasa tak enak hati meninggalkan manager dan asistennya yang selama ini menemaninya untuk pemotretan. “Tapi kontrak lo udah habis, 'kan?” Farel menekankan setiap kata-katanya sambil sesekali menoleh ke arah Nadira, lalu kembali mengarahkan pandangannya ke depan. “Ya, tapi gue dikasih tawaran kontrak lagi. Malah bulan kemarin yang nawarin perusahaan ternama. Cuma ya tanggung, gue mau balik ke sini.” Nadira menjelaskan dengan rinci. “Gak bisa!” Farel menggelengkan kepalanya dengan cepat, lalu melanjutkan ucapannya, “Lo kalo gak nurut sama gue, mau nurut sama siapa lagi, Dek? Kecuali kalo lo udah nikah, punya laki, baru gue gak bisa atur hidup lo lagi.” Nadira memang sudah mengetahui keinginan kakaknya yang menginginkannya berada di Indonesia dan tinggal bersamanya, akan tetapi ia takut akan suatu hal yang selama ini ia hindari dengan susah payah. Setiap satu tahun sekali, Nadira akan pulang ke Indonesia, tepatnya saat akan menjelang Lebaran Idul Fitri dan setiap itu juga ketakutannya selalu hadir dalam hatinya. Ia tak pernah ingin berlama-lama di Indonesia, segera kembali ke Australia dengan berbagai alasan yang ia buat sendiri. Masa lalu yang tak dapat Nadira lupakan hingga detik ini, masa lalu yang menorehkan luka amat sangat dalam di hati seorang Nadira Angelina, masa lalu itu pula yang mengubah kehidupannya baik itu dari penampilan juga pemikiran yang lebih waspada terhadap seorang pria. Farel menghentikan laju mobilnya di area parkiran apartemen. Pria itu segera turun dari mobil, berjalan ke arah bagasi untuk membawa koper-koper Nadira menuju apartemennya. Sementara Nadira, langsung melangkahkan kakinya ke arah lift dan memasukinya untuk ke lantai atas sehingga kakaknya tertinggal di bawah. Nadira memang sudah beberapa kali mengunjungi apartemen sang kakak, tentu ia tak perlu bertanya ataupun menunggunya. Langkahnya terhenti di depan pintu apartemen yang dituju, tangannya terulur ke arah tombol bell, menekan tombol itu berulang kali. Tak lama dari itu, seorang perempuan membukakan pintu tersebut. “Ra.” Tasya melebarkan tangannya untuk memeluk adik iparnya yang baru saja pulang. “Kak Tasya, gue kangen banget.” Nadira membalas pelukan Tasya walau terhalangi perut wanita itu yang sudah membesar karena kehamilannya. “Gue juga. Sorry gak ikut jemput.” Tasya melepaskan pelukannya lalu membawa Nadira untuk masuk. “Gak apa-apa.” Nadira tak mempermasalahkan itu karena ia tahu alasannya. “Lo mau minum apa?” Tasya menawarkan, sedangkan Farel sibuk membawa koper Nadira satu per satu ke dalam apartemennya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook