bc

Pengantin Bisu Sang CEO

book_age16+
1.8K
FOLLOW
16.5K
READ
billionaire
revenge
possessive
contract marriage
arrogant
goodgirl
CEO
surrender
wife
brutal
like
intro-logo
Blurb

Menikah dengan pria yang sama sekali tak mencintainya, seakan menambah daftar penderitaan dalam kehidupan seorang Nada. Gibran, suaminya merasa tertipu dengan pernikahan mereka yang dilatarbelakangi bisnis. Alih-alih menceraikan Nada, Gibran justru menahan istrinya dan memberikan hukuman mengerikan yang tak pernah bisa Nada bayangkan seumur hidupnya. Nada Cantika, jalan kehidupan yang dimilikinya tak seindah namanya.

Hal apa yang membuat Gibran merasa tertipu? Lantas, apa yang akan dilakukan Nada ketika sang suami menghadirkan wanita lain di saat perbuatan Gibran berhasil menumbuhkan kehidupan baru di rahimnya?

Cover by Star Design Cover

#Program pembaruan musim panas

#programpembaruanmusimpanas

chap-preview
Free preview
1. Gadis Malang
Nada menatap kepergian pria yang baru beberapa jam lalu menjadi suaminya. Dengan anggun, lelaki itu melucuti helaian kain yang melekat di tubuhnya dan membuangnya asal di lantai. Tubuh polos itu kemudian lenyap di balik pintu, kemudian tak lama berselang gemericik air dari dalam kamar mandi terdengar membentur lantai. Dari tempatnya, Nada bisa mendengar senandung lirih yang dinyanyikan Gibran. Setumpuk kain baru Nada siapkan di atas kasur. Sudut bibirnya terangkat manakala netranya menangkap ribuan kelopak mawar merah membentuk simbol hati berukuran cukup besar di atas seprai putih yang membungkus kasur. Lilin aromaterapi lavender dinyalakan, temaram lampu yang membias kamar semakin menambah kesan romantis. Jantung Nada seakan ikut berhenti saat tak ada lagi bunyi dari dalam kamar mandi, pertanda suaminya telah mengakhiri kegiatannya di dalam sana. Nada baru saja akan melangkah, tapi ia terkejut bukan main karena sosok tinggi nan gagah itu sudah berdiri menjulang di hadapannya. "Aku sudah selesai, sekarang giliranmu." Suara bariton itu terdengar merdu di telinga Nada, tetapi juga menyeramkan dalam waktu bersamaan. "Kenapa masih berdiri di situ? Jangan katakan kalau kau ingin aku mandikan." Gibran mengerling menggoda Nada yang masih bergeming. Nada menunduk menyembunyikan rona merah yang menyembul di kedua belah tulang pipinya. Ini kali pertama ia berada dalam jarak sangat dekat dengan seorang pria. Meski Gibran telah resmi menjadi suaminya, rasa malu masih begitu mendominasi. Gadis itu mengangkat gaunnya dan berjalan menuju kamar mandi. "Nada." Panggilan itu berhasil menahan sisa langkah Nada yang hampir mencapai pintu. Nada menoleh menunggu kelanjutan ucapan suaminya. "Lakukan dengan baik, aku akan sabar menunggu walaupun kamu membutuhkan banyak waktu untuk berada di dalam sana. Persiapkan dirimu karena aku akan menagih hakku sebagai seorang suami, malam ini juga," kata Gibran. Wajah seputih pualam itu kembali berseri. Nada terlihat jauh lebih cantik saat pipinya merona seperti buah persik ranum. Terlihat segar dan tak membosankan. Gibran menggeleng melihat untuk kesekian kalinya Nada hanya mengangguk sebagai bentuk jawaban atas semua pertanyaan yang sejak tadi ia layangkan. Ia berpikir mungkin Nada tipikal wanita yang irit bicara. Setiap kali ia bertanya, atau pun mengajaknya bicara, gadis itu hanya mengangguk atau menggeleng tanpa mengeluarkan suara sama sekali. "Dia sungguh gadis yang aneh." Gibran menggumam pelan sambil mengganti jubah mandinya dengan piyama yang telah disiapkan Nada. Pria itu menaiki peraduannya kemudian menyambar komputer lipatnya dari atas nakas. Gibran akan memeriksa pekerjaannya sembari menunggu Nada selesai mandi. Siapa pun tak akan percaya saat tahu dua anak manusia itu hanya bertemu satu kali sebelum upacara pernikahan ini digelar. Gibran langsung menyetujui rencana pernikahan bahkan sejak pertama kali melihat Nada. Gadis itu terlihat berbeda di matanya, Gibran ingin segera memiliki Nada seutuhnya sampai kemudian keduanya berakhir di pelaminan. Pesta resepsi baru saja usai satu jam yang lalu. Di dalam kamar mandi, Nada terus menggigiti kukunya lantaran gugup. Ada kebahagiaan bercampur rasa takut tiap kali ia membayangkan tubuh kekar yang ukurannya dua kali lipat melebihi besar tubuhnya itu menindihnya. Seketika Nada merasa ngilu. Nada menggosok tubuhnya dengan sabun berulang kali, memastikan semuanya bersih dan tak ada yang terlewat. Aroma segar buah-buahan yang berasal dari sabun membuatnya rileks setelah seharian tubuhnya dibuat remuk karena harus berdiri menyalami tamu undangan. 'Apa yang harus aku lakukan nanti? Aku sungguh gugup.' Sambil membilas tubuhnya di bawah kucuran air hangat, pikiran Nada terus sibuk berkelana. Jangankan membayangkan bagaimana menjalani perannya sebagai seorang istri, selama ini Nada bahkan tak sanggup sekedar membayangkan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Mendapatkan gelar sebagai istri sangat jauh dari ekspektasinya selama ini. "Nada. Butuh berapa lama lagi kamu bersembunyi di situ?" Nada tersadar akan lamunannya. Dari nada suaranya, gadis itu menangkap ada rasa ketidaksabaran dalam diri Gibran. Hal itu membuat Nada makin tak karuan. Gibran masih terus memanggil istrinya sampai kemudian sosok itu benar-benar keluar dari kamar mandi. Sepasang mata elang Gibran tak henti menjadikan Nada pusat perhatiannya. Duduk sambil mengeringkan rambut di depan meja rias, mengoleskan serangkaian perawatan wajah dan juga tubuh. Menyemprotkan parfum dan menyisir rambut. Semua yang dilakukan Nada tak lepas dari penglihatan Gibran. Pandangan mesra keduanya sempat bertemu dalam cermin. Gibran bangkit dari kasur dan menghampiri Nada karena tak sabar jika harus menunggu lebih lama lagi. Ia mengapit pinggang Nada, mendekatkan tubuh hingga d**a mereka saling beradu. Hangat napas Gibran membelai pipi Nada, membuatnya memejamkan mata. Detik berikutnya, tubuh Nada mengejang saat Gibran menyambar bibirnya, melumatnya dengan liar namun tetap dipenuhi kelembutan. Lelaki itu menggiring tubuh Nada ke pembaringan, lalu tubuh mereka jatuh saling menindih satu sama lain. "Biarkan aku memilikimu sepenuhnya malam ini," bisik Gibran sesaat setelah melepas tautan bibirnya. Nada mengangguk, dan kedua bibir itu kembali saling bertemu. Pria itu memberikan sentuhan tak terduga di setiap inchi tubuh Nada, membuat bibir ranum itu meloloskan desahan. Meski ini sama-sama pengalaman pertama bagi mereka, naluri menuntun keduanya untuk saling memberi dan menerima satu sama lain. Gibran tersenyum senang menyadari Nada mulai berani membalas setiap serangannya meski terasa sangat kaku. Setiap detik berlalu dengan indah kedua insan itu rasakan. Gibran memulai hidangan utamanya, dan saat itulah ia melihat bulir bening berjatuhan dari pelupuk mata Nada. Kuku-kuku tajam nan lentik yang menggores punggung Gibran mampu mengungkapkan semuanya tanpa Nada berucap sepatah kata pun. "Maafkan aku." Gibran berujar lirih disusul dengan sebuah kecupan di kening Nada. Gibran berikan istrinya waktu untuk menyesuaikan diri setelah ia mencoba menerobos paksa pertahanan gadis itu, meninggalkan rasa sakit juga kesan yang akan mereka ingat untuk seumur hidupnya. Mata bertemu mata, bibir bertemu bibir dan keduanya saling menyatu satu sama lain. Tak ada jarak yang memisahkan keduanya. Gibran membimbing istrinya meniti puncak tertinggi sebuah rasa bermuara. Napas mereka saling beradu. Desahan Nada yang tertahan semakin membakar gairah Gibran, lalu tak berselang lama pria itu meledakkan diri dan memenuhi perut Nada dengan cairan cintanya. Tubuh Gibran ambruk di sisi Nada, kemudian dia merengkuh gadis itu ke dalam dekapannya. "Terima kasih, istriku." Kembali mencium dahi Nada. Gibran menyingkirkan anak rambut Nada yang basah terkena keringat di balik telinga wanita itu. Untuk beberapa saat lamanya mereka masih tenggelam dalam gulungan ombak yang baru saja menerjang, membawa mereka pada kenikmatan tiada tara. "Nada," panggil Gibran dipenuhi kelembutan. Kelopak mata Nada yang semula terpejam pun membuka dan keduanya saling beradu tatap. "Aku belum pernah sekali pun mendengar suaramu? Apa saking pendiamnya dirimu? Atau kamu tidak suka ketika berbicara denganku?" Nada menggeleng pelan karena memang di antara semua yang dilontarkan Gibran padanya, tak ada satu pun yang benar. Tentu saja ia ingin berbicara dengan suaminya, dan mendengar suara pria itu sebanyak dan sesering mungkin. "Lalu kenapa kamu diam saja setiap kali aku mengajakmu berbicara?" Nada mulai gelisah, pandangannya tak lagi bisa fokus menatap sang suami. "Jawab aku, dan katakan kenapa kamu tidak mau berbicara denganku?" Gibran meraih dagu runcing Nada, membuat mereka kembali bersitatap. Gibran sungguh tak habis pikir, Nada masih saja bungkam setelah ia mendesaknya untuk berbicara. "Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kamu terus diam seperti orang bisu?" Gibran menarik diri dari pembaringan, menatap istrinya curiga. "Katakan sesuatu!" Gibran yang mulai dikuasai rasa penasaran menjadi tak bisa berpikir jernih hingga tanpa sadar ia menaikan nada suaranya. Nada meremas selimut yang menutupi tubuh polosnya, ia sungguh tak tahu harus berbuat apa. Apa yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. "Apa kamu bisu?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Istri simpanan

read
8.9K
bc

After That Night

read
9.0K
bc

Revenge

read
17.8K
bc

BELENGGU

read
65.0K
bc

The CEO's Little Wife

read
629.8K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.4K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook