EPISODE 3

1383 Words
Pagi yang cerah, dimana matahari setia pada bumi yang selalu menerangi bumi dan menghilangkan embun yang telah menetes dari daun. Langkah kaki yang mulai tidak bersemangat, dimana aku harus pergi sekolah sendiri tanpa adik ku yang masih sakit. Sebuah bangunan yang di halamannya penuh dengan pohon-pohon taman serta tertata rapi tiga pondopo putih, tidak lupa dengan nuansa serba biru yang menjadi ciri khasnya. Melukiskan keramaian para pelajar dengan putih abu-abu, dan bermacam suku telah menjadi satu keluarga yang kini menginjak bangunan yang telah lama di bentuk oleh yayasan tersendiri. Langkah kaki yang menuju gerbang mendapatkan banyak sorotan serta teriakan para sahabatku yang melihat kedatangan ku di sekolah, ayolah aku baru saja sakit kemarin keluh ku dalam hati. Namun yang menjadi janggal di mata ku adalah, aku tak mendapatkan sosok dia yang aku ingin temui, dia menghilang bahkan baunya pun tidak tercium di indera ku, suaranya juga tak dapat ku tangkap. Sungguh dia memang benar-benar tidak ada saat itu. Pikiran ku kemana-mana, pertanyaan mulai muncul mengelilingi pikiranku yang dangkal, bagaimana bisa di saat ujian tengah semester dia tidak masuk tanpa keterangan. Mata ku kini tertuju kepada Dicky teman sekelasnya sekaligus pacar sahabatku yaitu Thoshong, rasa ingin tau ku akan keberadaan Frengky membuat ku melontarkan ribuan pertanyaan karena melihat dia bersantai saja ketika tidak mendapatkan bayangan dari Frengky, dan jawaban Dicky membuat ku panik karna Frengky kecelakaan dan mengalami patah tangan. Kabar itu membuat ku sedikit tersentak mundur, panik, serta membuat aku kehilang akal, tidak dapat melakukan apa-apa. Serasa napasku sudah berada di ujung tanduk, bukan aku yang mencari kabarnya tapi hati ku yang membawa ku hingga ke sini. Kalian tau? Di saat aku mendengar kabar itu, serasa aku berhenti bernapas pada saat itu juga, kepanikan sudah mulai terlihat hingga mungkin rasa kepedulian ku sangat terlihat pada saat itu. Gerak gerik, rasa panik ku, serta kekhawatiran ku tentu saja membuat salah satu sahabatku semakin jengkel "ayolah Frengky bukan siapa-siapa kamu, jangan terlalu berlebihan" ucap Thoshong menyambar hatiku secepat kilat hingga membuat telinga ku terasa panas. Iya memang benar Frengky bukan siapa-siapa selain teman yang belum pernah akrab sebelumnya, setidaknya dia adalah salah satu teman dan juga termasuk salah satu yang bersekolah di SMK PANCA KARSA itu. Diam membisu hanya itu yang dapat ku lakukan namun hati ku berkata lain, jawabannya karna aku mencintai Frengky, karena aku peduli kepada Frengky. Meski begitu, aku sama sekali tidak memikirkan hatiku yang terasa perih, melainkan memikirkan keadaan Frengky yang begitu malang, bahkan yang lain terlihat sangat tidak memperdulikan hal itu layaknya menganggapnya biasa saja. "Dicky bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?" dan bla bla bla, pertanyaan itu membuatnya sedikit jengkel, ayolah Frengky berada di rumahnya dan Dicky di sekolah mana mungkin Dicky tau soal itu. Jawaban yang ingin ku dengar sama sekali Dicky tidak memiliki itu, hingga pada akhirnya aku menuju salah satu teman sekaligus sepupu dia alhasil jawaban yang sama, dia juga tidak mengetahui keberadaan maupun kabar Frengky. "Bagaimana bisa, tidak ada satu orang pun yang tau mengenai hal ini? teman macam apa kalian?" batinku ingin menjerit. Kepanikan yang masih saja menghantuiku membuat aku memberanikan diri meminta kontak Frengky kepada Dicky, alhasil kontak itupun ku dapatkan dan segera menghubunginya menggunakan hp Elsa. Hatiku ingin mengatakan gunakan hp ku saja, tapi rasa maluku lebih besar dari pada rasa suka ku kepadanya. Awalnya Elsa tidak ingin menghubunginya terlebih dahulu, karana ya kalian pasti tau dia merasa gengsi untuk menghubungi cowok terlebih dahulu. Mengapa harus gengsi? Ini hanya menanyakan kabar seseorang yang sedang mengalami kecelakaan bukan? Hingga aku memutuskan untuk mengambil alih hp Elsa untuk sementara waktu "Frengky, kamu kecelakaan? Bagaimana dengan keadaan mu sekarang? Apa kamu baik? By Yunia" tanya ku begitu melalui pesan w******p dengan langsung mengutarakan inti dari maksud ku. Aku tunggu-tunggu balasan dari Frengky, bahkan di setiap dering yang berbunyi aku menaruh harapan dimana dia membalasnya dengan cepat. Namun beberapa notifikasi yang berbunyi bukanlah balasan w******p darinya hingga bell berbunyi dan menandakan untuk masuk dan melakukan ujian tengah semester. Ruangan yang sumpek, bahkan tempat dudukku berada di bawah kipas angin yang membuat ku menggigil di setiap paginya. Tatapan ku kosong kedepan, tubuh di sini tetapi pikiran tidak tau kemana. Hatiku masih saja gelisah karena belum mendapatkan kabar Frengky seutuhnya. Dalam lamunan ku terus saja di hantui dengan kabar kecelakaan Frengky, yang membuatku drop seketika. Apa ada orang yang merasakan kepanikan ku? Apa ada orang yang merasakan apa yang aku rasakan saat itu? Bahkan aku kehilangan sedikit waktu untuk menyelesaikan jawaban dari pertanyaan ujian. Hari itu adalah hari dimana aku merasa benar-benar kacau, untung saja ujian hanya satu mata pelajaran saja karna percayalah, pikiran ku tidak karuan karna masih memikirkan keadaan Frengky, bahkan isi jawaban pun asal pilih karena aku sama sekali tidak bisa membaca fokus soal-soal yang telah di berikan meski aku sudah membacanya berulang-ulang kali. Bahkan aku sempat memarahi kakak kelasku karena kebisingan yang mereka buat hingga menganggu diriku, baru pertama kalinya ada adik kelas yang berani membentak kakak kelas, tentu saja apa lagi posisi kita benar. Setelah lama menunggu terlalu lama dan mengisi jawaban ya mungkin tidak akan mendapatkan nilai yang rendah, bell pun berbunyi dimana aku bergegas turun ke bawah mencari Elsa dan menanyakan kabar Frengky. Jawaban Elsa dari pertanyaan ku membuat hati ku merasa lega dimana yang di tunggu-tunggu telah datang dengan notifikasi yang di harapkan. "Tangan kiri ku keseleo yang cukup parah, dimana ada pembengkakan dan susah untuk digerakkan " balasnya begitu yang membuat kekhawatiran ku menaik, hingga memutuskan untuk menekan ikon videocall. Videocall ku pun terjawab, dimana dia memperlihatkan keadaannya hingga membuat air mataku hampir menetes namun dapat ku sembunyikan. Kamipun mulai ricuh dengan melihat keadaan Frengky, namun sangat di sayangkan hasil videocall kami tidak memuaskan tidak sebagus yang diharapkan karena di tempat Frengky kurang sinyal. Videocall itu memancing para sahabat ku untuk melihat keadaannya, padahal aku yang berjuang, sebelum ini mereka juga tidak memperdulikannya Hatiku menangis namun bisa ku sembunyikan. Rasanya ingin ku pergi menemuinya dan menangis di bahu miliknya, ya hanya menangis yang bisa aku lakukan. Meski hal tersebut sudah dia alami tapi tetap saja dia memperlihatkan senyumannya yang sedikit meringankan kekhawatiran ku, ingin memeluk namun jarak membentang, ingin menangis tapi itu mungkin hal konyol. Ingin memperhatikannya, namun hal itu tidak mungkin. Sinyal yang selalu saja mengganggu videocall kami akhirnya memutuskan komunikasi kami, karena Frengky kesusahan dengan sinyal. "kamu istirahat saja dulu, jaga diri baik-baik" isi pesanku untuknya. Komunikasi kamipun akhirnya benar-benar putus karena Elsa sudah mulai merasa bosan dengan pesan w******p dari Frengky. Rasa hati ingin menyalin nomor w******p Frengky namun, tidak tau mengapa kenyataan bersih keras menolak. Ingin rasanya aku terbang melewati batasan yang ada dan mencari keberadaan Frengky di mana. Ayo lah, aku benar-benar khawatir padanya, tidak ada satu orangpun yang mencari kabarnya selain aku. Waktu yang berlalu kini sama sekali tidak di sadari, hingga langkah kaki ku menarik paksa diri ku untuk beranjak pulang. Rasa tidak semangat kini mengelilingi ku, lagi-lagi d**a ini merasa nyeri sangat sakit hingga pada akhirnya mutiara matapun keluar dari tempat persembunyiannya. Sepanjang waktu terus saja ku pikirkan bagaimana keadaan Frengky sekarang ini, rasa menyesal saat sikap bodoh ku yang sok jual mahal kini membuatku berada dalam posisi yang begitu bodoh, hingga membuat ku berkali-kali menatap layar hp yang sama sekali tak ada gunanya karna kontak Frengky bukan ada pada ku, tetapi ada pada Elsa. Bodohnya aku, sekarang benar-benar seperti kehilangan nyawa dalam arti kata rasa tak hidup tapi masih bernapas. Ribuan bintang yang ku tatap di langit-langit bumi sama sekali tidak melihatkan kabar Frengky, aku serasa mati rasa pada rasa yang ku pendam hingga mendengar kabar buruk yang harus menimpa Frengky lelaki yang ntah dari mananya aku mencintai dia. Aku akan menunggu mu meski bumi tak mengizinkan batin ku menangis. Rasa gelisah tak dapat ku bendung sendiri, mau cerita sama siapa aku tidak tau. Karna di sini adik ku masih sakit, mau curhat dengan siapa aku hari ini. Cinta yang mustahil terjadi begitu bodohnya hingga semakin besar pada hari itu juga. Rasa penyesalan yang berada di akhir cerita membuatku kesal dengan keadaan bahkan pada diri sendiri, andai aku bertindak pintar tadi setidaknya aku dapat menghubungi Frengky secara langsung meski via chat. Serasa tidak berdaya, namun ya itulah kenyataannya aku kalah pada kebodohan ku sendiri karena egois menyembunyikan rasa cinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD