13. MAKAN MALAM

1195 Words
Heka keluar dari galeri Rayhan dengan perasaan yang hancur lebur. Dia menggenggam hatinya yang mengalirkan darah. Heka berusaha membalut luka hatinya. Tapi itu tidaklah mungkin! Dia dilemparkan keluar oleh suaminya. Seseorang yang telah dia tunggu bertahun-tahun untuk bertemu melepas rindu. Heka mengangkat wajah dengan angkuh. Dia mengepalkan telapak tangannya dengan kuat. "Aku akan mendapatkanmu!" ujarnya sembari menyapu air mata yang membasahi kedua pipinya yang semulus porselen. Heka masuk ke dalam mobilnya yang mewah, "Kita ke kantor!" ujar Heka tegas. Dia memasang kaca mata hitam untuk membingkai wajahnya yang cantik, guna menutupi matanya yang berair. Di dalam mobil, Heka menyandarkan kepalanya pada jendela kaca. Ia teringat ucapan terimakasih yang Rayhan ucapkan dan sebuah kecupan di keningnya ketika mereka selesai 'bersama.' Dulu..., menurutnya, itu sangat indah untuk dikenang. Saat itu dia merasa Rayhan mencintainya. 'Dia berterimakasih kepadaku karena aku mau menjadi pelampiasan kebutuhannya.' Heka menggenggam erat pakaian yang menutupi pahanya. Napas Heka memburu. 'Aku akan memilikimu bagaimanapun caranya!' Heka bertekad lebih kuat di dalam hatinya. Obesesi Heka membutakan matanya serta menyesatkan pikirannya. Dia sangat menginginkan dapat dicintai Rayhan sebagaimana suaminya itu mencintai Mia. Heka tiba di sebuah lobi gedung perkantoran yang tinggi menjulang. Gedung itu memiliki bentuk bangunan yang unik dan cantik. Seperti dua buah pohon besar yang saling terpelintir dan terkait satu sama lain. Tempat itu bertuliskan Forest Corp yang besar. Heka berjalan dengan anggun. Senyuman tipis dan sedikit anggukkan kepala sesekali dia berikan kepada beberapa orang yang menyapanya. Heka terlihat begitu berbeda. Seluruh tubuhnya seakan memancarkan aura yang memikat semua mata saat dia berada di tempat itu. Dia tidak lagi terlihat wanita menjijikkan seperti yang Rayhan katakan. Seadainya ada pangeran berkuda melewati tempat itu. Niscaya! Tanpa sadar pangeran itu akan menabrak dan menghancurkan pintu kaca gedung Forest Corp berkeping-keping demi mendekati Heka. Namun Heka justru memilih untuk meminta cinta Rayhan secara paksa! daripada mencari seseorang yang lebih baik untuknya. Heka menghilang dari balik lift. Membawanya naik ke atas puncak pohon Forest Corp. ***** Mia mempersiapkan acara makan malam di rumahnya. Dia mengatakan kepada anak-anaknya, Rayhan akan makan bersama mereka malam ini. Betapa bersemangatnya si Kembar dan Aidan mendengarnya. Telah cukup lama mereka tidak lagi menikmati makan malam bersama sang ayah. Untungnya, Rayhan tetap menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi bersama keluarganya terkecuali tidak dapat meninggalkan kesibukannya. "Papa... " Hasan dan Husein berlari mengejar Rayhan yang melangkah masuk melewati pintu rumah. Rayhan menekuk lutut ke lantai. Dia membuka kedua lengannya dengan lebar. Menanti kedua puteranya berlari ke dalam pelukannya. "Papa.." mata keduanya mengerjap memandangi wajah sang ayah yang sedang menatap mereka penuh cinta. "Sayang.." Rayhan memberikan kecupan untuk mereka bedua. Rayhan menaikkan mereka berdua ke dalam gendongannya, di kiri dan kanan lengannya. "Papa... ma mam" Hasan tersenyum manis. "Iya.. ayo kita makan," Rayhan tersenyum lebar melihat Hasan dan mengecup pipinya dengan gemas. "Husein juga makan kan?" Rayhan mengalihkan pandangannya kepada puteranya yang lain. Husen tersenyum lebar. Dia mengangguk. Rayhan menciuminya. Dia sangat menggemaskan. Mereka tertawa bersama. "Cium papa.." ujar Rayhan menyurungkan pipinya kepada Hasan dan Husein. Mereka mengecup pipi Rayhan secara bersamaan. Rayhan sangat bahagia. "Kalian luar biasa.." ujar Rayhan mengacak-acak rambut ikal mereka. Mia tersenyum melihat mereka. Rayhan dan kedua puteranya mendekati meja makan. "Papa..." Aidan menyapa Rayhan. "Hei jagoan papa," dia mengecup kening Aidan, "wah kau sudah semakin besar. Rasanya baru kemarin kau menangisi papa. Sekarang kau sudah besar." Dia merasa bangga telah membesarkan putera sahabatnya itu dengan baik. "Waktu cepat sekali berlalu." Rayhan bergumam sendiri. Dia menarik kursi dan duduk di atasnya. Rayhan merasa sangat bahagia. Rumah besarnya itu terasa hangat penuh cinta. Dia tidak dapat membayangkan jika mereka semua dewasa dan memiliki keluarga masing-masing. Mereka akan meninggalkan dirinya dalam kesepian. Terkadang Rayhan tidak ingin mereka membesar. Terkadang Rayhan ingin mereka selalu menjadi anak-anak kecil baginya. "Selesai makan kita ke halaman. Kita buat api unggun dan membakar sosis. Siapa mau sosis bakar?" Rayhan berkata penuh semangat. Aidan dan kedua adiknya segara mengangkat tangan mereka meski dengan mulut yang penuh berisi makanan. "Mau Pa, mau.." ujar Aidan. Tentu saja Hasan dan Husein mengikuti kakak tertua mereka. "Telan dulu makanan di dalam mulut kalian," Mia tertawa melihat tingkah mereka. Mia sadari sepenuhnya, mereka merindukan saat-saat bersama ayah mereka. "Baiklah.... Habiskan dulu makanan kalian." Rayhan tersenyum bahagia. Dia ingin membahagiakan dirinya dan anak-anaknya dengan kebersamaan mereka. Keluarga adalah pelipur segala keresahannya. Setelah selesai makan malam. Mereka pergi ke taman, membuat api unggun, dan membakar sosis. Bagi Aidan dan si Kembar hal sederhana itu sudah sangat membahagiakan bagi mereka. Hasan dan Husein berlarian. Aidan menceritakan hal-hal remeh tentang sekolahmya. Dari guru yang galak hingga teman yang usil. Rayhan dan Mia mendengarkan Aidan dengan seksama. Hasan dan Husein menarik Aidan, memaksanya bermain bola bersama mereka. Meski awalnya dia enggan, pada akhirnya dia merasa tidak tega melihat raut wajah sedih dari kedua adiknya. Aidan bermain bersama mereka. Mia dan Rayhan duduk berdampingan menyaksikan mereka. Mereka tertawa melihat tingkah Hasan dan Husein yang lucu. Aidan harus ektra sabar memisahkan mereka yang sering berebut bola. Tidak tahan hanya dengan duduk diam dan melihat mereka bermain, Rayhan turut bermain bersama mereka. Tawa, canda, teriakan kebahagiaan mereka membumbung tinggi ke angkasa. Memecah kesunyian malam. Mia memejamkan matanya. Bersyukur dan menikmati atas apa yang dia miliki sekarang. Setelah mereka puas bermain, peluh membanjiri tubuh mereka. Keempat lelaki tampan itu menceburkan dirinya mereka ke dalam kolam. Kolam renang itu terlihat sangat cantik saat malam. Lampu berwarna hijau dan biru bersinar dari dasar kolam. Sehingga menghasilkan air yang seolah berwarna biru dan hijau. Melihat para lelaki tampan itu berbahagia tanpa dirinya membuat Mia merasa iri. Mia berlari.... Dia menceburkan dirinya di tengah-tengah mereka. Sayangnya Mia tersedak. Suami dan anak-anaknya menertawakannya. Mereka sangat bebahagia. Cukup lama berenang, mereka merasa lelah. Namun jiwa mereka justru terasa begitu segar. Laksana tanaman yang dilanda musim kemarau kemudian disirami air hujan. Cinta di antara mereka bertumbuh semakin subur di dalam hati masing-masing. Aidan masuk ke kamarnya, dia tertidur dengan cepat. Begitu pula Hasan dan Husein, mereka tidur dengan senyuman yang mengembang. Saat Mia selesai menidurkan mereka, dia mendapati Rayhan duduk kursi pelataran rumah mereka. Dia memetik gitarnya. Bernyanyi dengan suara yang pelan. Alunan nada mengalun lembut. Mia telah lama tidak pernah melihat Rayhan menyentuh gitranya. "We don't talk anymore.. we don't talk anymore. Like we used to do," Rayhan besenandung dan memetik tiap senar perlahan. Mia tidak tahu apakah perasaannya saja atau memang benar begitu adanya. Dia mendengar nada kesedihan di dalam suara Rayhan. Entah bagaimana Mia merasa lagu itu ditunjukkan untuk dirinya. Mia merasa ragu, haruskah dia mengatakan ia melihat seseorang yang begitu mirip dengan Daniel lalu jatuh pingsan? Tentu saja itu bukanlah hal yang menyenangkan untuk diceritakan. Mia memilih menyimpanya saja di dalam hati. Mia mendekati suaminya dan menyentuh pundaknya. Dia tersenyum dan memberikan kecupan untuk Rayhan. Mia duduk di samping suaminya. Rayhan melanjutkan senandungnya. Rayhan sangat pandai dalam bermain musik. Namun... Mia merasa Rayhan bersenandung dengan hatinya. Dia merasakan ada luka di sana. "Ada apa Sayang..?" Mia bertanya dengan nada yang hangat saat Rayhan menyelesaikan lagunya. Rayhan tidak menjawab. Dia meraih Mia ke dalam pelukkanya lalu mengecup bibirnya. Rayhan mendudukkan Mia ke atas pangkuannya. Mengecup tengkuk Mia yang hangat. Rayhan menghirup aroma bunga yang lembut dari tubuh istrinya. "Mari kita ke kamar Sayang," bisik Rayhan pelan di telinga Mia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD