7. SARAPAN

1097 Words
Mia berlarian ke sana kemari mengejar Hasan. Dan Nanda, perempuan usia 20-an gadis yang membantu Mia menjaga anak kita kembarnya itu berlarian mengejar Husein. Hari ini Hasan dan Husein masuk sekolah. Tapi mereka kesulitan memakaikan kedua anak itu baju. Entahlah..., mungkin mereka terlalu bersemangat untuk sekolah, sehingga kedua bocah itu merasakan uporia yang berlebihan. Mereka seperti memiliki tenaga ekstra untuk berlarian ke sekeliling rumah. "Ya sudah.... Kalau masih lari-lari. Kita batal pergi ke sekolah. Nanda.., kembalikan baju seragam mereka ke dalam lemari." Mia bersuara tegas kepada kedua puteranya. "Baik Bu.." Nanda mengambil baju di tangan Mia dan melangkah menuju kamar kedua anak lelaki itu. "Nda..." Hasan dan Husein mendekati Mia. Mereka menunjuk baju seragam yang dibawa Nanda menjauh. Mia tersenyum penuh kemenangan. "Nanda... kemarikan baju mereka." Mia tersenyum kepada Nanda. Tentu saja Nanda tau kalimat yang sebelumnya Mia ucapkan hanyalah siasat untuk putranya. "Uff.. bahkan dengan anak kecil pun harus memakai siasat." Mia berkata kepada Nanda seraya menggelengkan kepala. "Iya Bu," Nanda mengangguk paham. Setelah mereka selesai memakaikan kedua anak tampan itu pakaian, Mia dan kedua putranya menuju meja makan. Sang bunda menarikkan kursi untuk mereka berdua. "Nanda tolong jaga mereka sebentar." Mia berlalu pergi. Dia mencari suaminya ke kamar. Dan Nanda menyuapi mereka berdua sarapan. "Sayang.." Mia memanggil Rayhan dari pintu kamar mandi. "Ya Cinta..." sahut Rayhan dari dalam kamar mandi. sayup-sayup terdengar bunyi gemericik air. "Kau sarapan Sayang? kami menunggumu di meja makan." Mia bersuara lebih keras. "Ya..., aku akan menyusul." Mia kembali ke ruang makan, ia mengambil makanan dari tangan Nanda dan menyuapi kedua putranya. "Nda.. Aba.. Aba.." Hasan menunjuk kursi Aidan bisanya duduk saat di meja makan. "Abangnya masih mandi, sebentar lagi pasti abang datang." Mia tersenyum kepada Hasan. "Ayo Nak, buka mulutmu.." Mia menyodorkan sendok yang berisi makanan kepada Husein. Husein hanya menggelengkan kepala. "Nanda apakah tadi Husein makan dengan lahap?" Mia memandangi Nanda dengan tatapan cemas. "Tidak Bu, Husein mau makan, tapi sedikit." Nanda menjelaskan kepada Mia. Mia menyodorkan air kepada Husein, "Minum dulu Nak." Husein mengambil air dari Mia dan meminumnya. "Coba bunda liat, buka mulutnya!" Mia mengambil ponsel dan menyalakan senter. Dia meneliti dengan seksama ke dalam mulut Husein. "Husein sariawan Nak, nanti bunda kasih obat ya.." Mia mengelus rambut Husein. "Sakit?" Mia menatap dalam ke dalam bola mata Husein. "Tit Nda.. (sakit Bunda)" Husein mengangguk. "Nanti bunda kasih obat." Mia tersenyum, "Eh Abang.." sapa Mia saat melihat putra tertuanya. "Bunda.." Aidan mengangguk dan tersenyum, "mana papa?" Aidan menarik kursi. Dia duduk di atasnya dan mulai menyantap makanan yang tersedia. "Papa masih mandi, Aidan minggu depan kita masuk asrama Nak.." Mia mengingatkan putera tampannya itu. Semakin dia bertumbuh, Aidan semakin mirip dengan ayahnya. Iris matanya yang bernama kuning madu itu terlihat semakin indah. Bulu mata Aidan sangat lentik dan panjang. Dan kulitnya semakin putih saat ini. Berbeda saat mereka masih tinggal di desa. Aidan sering bermain di kebun sayuran bersama ayahnya. "Iya Bunda." Aidan mengangguk lemas. Mia tersenyum melihat perubahan raut wajah puteranya. Tentu saja dia tahu, sungguh berat bagi Aidan meninggalkan rumah, berpisah dari keluarga dan hidup di asrama. "Aidan nanti bisa pulang sebulan sekali Nak.." Mia membujuknya. Aidan hanya mengangguk pelan tanpa suara. "Wah, jagoan papa sudah di sini semua..." Rayhan mengelus kepala ketiga puteranya. Dia mengendong Hasan di tangan kanan dan Husein di tangan kiri. Setelah dia puas bercengkrama dengan mereka berdua, Rayhan kembali mendudukkan mereka di kursi. Rayhan pun menarik kursi untuk duduk di atasnya. "Aidan... kenapa wajahmu cemberut pagi-pagi begini Nak?" Rayhan memperhatikan Aidan yang lebih memilih diam tanpa bicara. Biasanya ada saja yang dia bicarakan di pagi hari saat mereka menyantap sarapan bersama. Aidan menggelengkan kepalanya malas. Rayhan mengalihkan pandangannya kepada Mia. Istrinya itu menghela napas panjang, "Aku bilang dia akan ke asrama minggu depan." Mia mengangkat bahunya. "Sudahlah Mia.., kalau dia tidak mau jangan dipaksa. Nanti kita cari sekolah lain." Aidan mengangkat wajahnya saat mendengar Rayhan berkata demikian. Rayhan mengedipkan sebelah matanya kepada Aidan. "Kau terlalu memanjakannya." Mia merengut kesal. "Mia masih banyak sekolah lain yang mempunyai materi pelajaran yang sama tapi tidak perlu di asrama." Mia mendesah kesal. Dia menahan diri agar tidak berdebat di meja makan dan menghancurkan mood semua orang. "Rayhan aku akan mulai bekerja hari ini." "A..pa?" nada suara Rayhan sangat tidak enak didengar. Mia menaikkan alisnya, "Kenapa? Bukannya kita sudah sepakat ketika Hasan dan Husein sekolah aku akan kembali bekerja." "Kau tidak perlu bekerja, kenapa harus bekerja? Bukankah kau tetap mendapatkan uang?" sangat terdengar ketidaksukaannya akan keputusan Mia. "Ada apa sebenarnya?" "Tidak ada, hanya saja aku tidak ingin kau bersusah payah dan kelelahan." Rayhan menekan agar suaranya agar terdengar lebih lunak. Mia menggelengkan kepalanya. Ia menarik napas panjang untuk meredam amarahnya. Dia sangat tidak mengerti akan perubahan mood Rayhan secara tiba-tiba. Kepalanya tidak dapat berhenti berpikir dan mencari tau apa sebenarnya yang terjadi. "Baiklah" Mia mengalah. Mungkin aku hanya harus mencobanya di lain waktu. Dia membatin. "Rayhan apakah kau akan mengantar anak-anak sekolah?" "Tidak, ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Aku ada rapat dengan para penanam saham untuk properti yang sedang kita kembangkan. Kau antarkan si Kembar, Aidan diantarkan Andi." "Green Leaf?" Mia antusias. "Bukan Sayang, bukan apartement kita. Aku sedang mengupayakan pembangunan resort baru di Green Beach. Kuharap semua berjalan baik. "Begitu? Kau akan pergi ke Green Beach?" "Ya.., aku akan meninjau lokasi bersama para utusan para investor, kuharap mereka tertarik." "Baiklah.. semoga semua berjalan lancar." "Bunda, Papa, Aidan pergi dulu.." Aidan berdiri dari kursinya dan meraih tangan kedua orang tuanya dan mengecup punggung tangan mereka. "Hati-hati Nak.." Rayhan dan Mia berkata secara bersamaan. "Aku akan mampir ke GVS nanti." Mia berdiri dan meraih tangan si Kembar. "Untuk apa kau ke sana?" "Astaga Rayhan? Kau mencurigakan! Ada apa sebenarnya? Kenapa aku tidak boleh ke GVS? Perusahaan yang aku besarkan dengan kedua tanganku sendiri. Kau aneh Rayhan. Jangan katakan kau membawa wanita lain ke sana." Mia sudah tidak tahan lagi dengan sikap Rayhan. "Mia..! Jaga bicaramu! Ada anak-anak." Rayhan melihat kepada Hasan dan Husein. Wajah mereka terlihat bingung melihat kedua orang tua mereka berdebat. Rayhan bersyukur Aidan telah pergi dan dia tidak mendengar pembicaraan mereka. Mia berlalu pergi dengan perasaan kesal. Dia meninggalkan Rayhan yang masih duduk termenung di kursinya. Rayhan memperhatikan punggung Mia yang menjauh. Dia mengambil ponsel dari saku celananya "Ingat jika kalian bicara macam-macam kalian mati." Rayhan mendesah kesal. Dia menyapu wajahnya dengan kasar. Dia tau pasti Mia akan datang ke GVS dan mencari tau apa yang terjadi. Rayhan memyadari kesalahannya, dengan melarang Mia pergi ke GVS, tentu saja Mia akan semakin curiga. Tapi jika dibiarkan Rayhan pun merasa khawatir Heka akan datang kembali. Rayhan merasa sangat dibuat pusing kerena wanita gila itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD